Friday, November 25, 2016

GAGAL MOVE ON

Foto Ilustrasi
Siporsuk Na Mamora : “Dibawah kuasa tirani... SBY!” begitu terikan para mahasiswa dulu semasa SBY menjabat sebagai orang nomor 1 (satu) di republik, teriakan ini sering ku dengar dikala mahasiswa-mahasiswi turun ke jalan untuk menolak kenaikan BBM yang masa itu sangat sering terjadi.

Penguasa yang satu ini adalah penguasa yang sangat romantis, setidaknya dia menciptakan lagu-lagu semasa dia menjabat, selain pintar bernyanyi dan mencipta lirik, beliau juga pintar membuat puisi. Romantis sekali bukan?

Tapi tahukah anda, beliau ini mungkin punya kecenderungan gagal move on (bahasa gaul sekarang). Apakah karena romantis? Atau memang terkena post power syndrome yang sudah akut?

Coba teman-teman perhatikan, gaya, cara dan penampilannya, lalu bandingkan dengan mantan-mantan pengauasa lainnya. Berpidato di rumah, bak serasa di Istana Negara, atau seperti lagi tampil pidato sebagai presiden.

Menurut saya ini tak hanya soal tampilan, pasti juga pemikiran yang masih melekat romantika kekuasaan. Ingin hidup selalu dalam masa kekuasaannya.

Ahhh... itu hanya kulit saja pikirku, yang terutama adalah beliau sekarang lagi melancarkan aksinya supaya tidak bisa disentuh hukum. Menghalalkan segala cara adalah cerminannya sejak sebelum sebagai presiden. Hanya saja beberapa dari kita baru sadar hari ini.

Kasus Munir, Hambalang, Mega skandal BLBI/Bank Century, KPK (Buaya dan Cicak) dan beberapa proyek yang mangkrak hingga kini. Itu semua adalah hal yang harus di amankan.

Beberapa kasus di atas cenderung terjadi sebelum pemilu dan sarat akan kepentingan kekuasaan di depan, tentunya ketahuan setelah lewat pemilu dan sampai hari ini belum juga bisa terselesaikan.

Fenomena 411 adalah fenomena politik untuk pemilu 2019. Menciptakan opini tak percaya pada pemerintahan sekarang adalah salah satu strateginya, menunggangi isu agama adalah alat untuk negosiasi kepentingan politik dan membuat energi Jokowi habis terkuras untuk mengurusi ini dan itu yang seharusnya digunakannya untuk bekerja melayani rakyat. Mereka berhasil melakukannya, paling tidak, mereka menang 1 poin. Banyak yang kesurupan yang tiba-tiba hilang kendali dan kesadaran kebangsaannya.

Sebagai masyarakat, kita harus sadar dengan semuanya yang terjadi, bahwa yang kita lihat hanyalah sebuah euforia, makna yang sebenarnya terjadi dibalik semua yang kelihatan itu.

Katakan sajalah seperti nyanyian dan puisi, dibuat tidak di tempat dimana dibacakan, bunyi dan lirik tak melulu sesuai dengan makna.

Artikel Terkait


EmoticonEmoticon