Saturday, December 10, 2016

Ruang Kritis di Era Krisis Demokrasi

Foto : Nitizen Effec
Siporsuk Na Mamora - Kita sebenarnya hanya berebut ruang dan waktu, tidak lebih dari situ. Seperti saat anda di kasih waktu berbicara, maka itu akan menjadi ruang anda untuk menyampaikan ide yang anda miliki. Selanjutnya apakah itu berhasil atau tidak, maka disitu kecerdasan di uji, baik kecerdasan emosional atau kecerdasan intelektual. Anda bisa kehilangan kecerdasan, tetapi waktu dan ruang akan tetap ada. Cara anda memanfaatkan waktu akan menentukan besar ruang yang anda kuasai, untuk memanfaatkan waktu maksimal, anda butuh kecerdasan.

Ada kegelisahan akhir-akhir ini akan sebuah kemunduran demokrasi di republik ini, walaupun aku merasa justru sebaliknya, hatiku berkata kalau pihak "mereka" sedang merekayasa isu publik untuk menimbulkan dis-trus terhadap pemimpin kecintaan rakyat Indonesia yang gemar bekerja itu. Walaupun begitu, saya akan tetap memberi ulasan.

Benar, bahwa memang kita mengalami kemunduran demokrasi, jika kita terjemahkan demokrasi sebuah sistem yang paling adil hari ini, maka jadilah begitu. Namun harus saya kasih tau bahwa itu bukan yang terbaik, jika kau tanya pada saya apa yang terbaik dari semuanya, saya akan jawab "KASIH". Lalu yang menjadi permasalahan kita adalah ketidak mampuan melawan ego dan emosional. Ego mayoritas dan emosional minoritas, sebenarnya rekayasa isu sosial melalui ego dan emosional saja di olah maka republik akan bubar.

Hal inilah yang kufikir manjadi kegelisahan Ir. Sukarno dimasa lalu untuk masa depan republik, sehingga dia membuat hakim bagi semua "ego" kita yaitu UUD 1945 dan Bhinneka Tunggal Ika sebagai “hakim” untuk rasa/emosional kita.

Kawan-kawan pernah berfikir soal pertambahan ruang yang kita miliki hari ini menjadi 2x lebih besar dibanding sebelum anda mengenal internet dan dunia maya-maya? Itu dia, bahwa dulu kita bermimpi tak pernah jadi nyata, maka hari ini, orang lain bermimpi dan anda sebagai pewujudnya, itulah logika sederhanaku tentang pengaruh ruang dunia tak nyata tadi.

Warna baru yang muncul ini tak semua orang bisa melihatnya, karena matanya tertutup oleh hedonisme, kapitalisme dan apatisme. Apatis boleh-boleh saja, yang salah ketika anda apatis dengan alasan adanya Tuhan, itu goblok namanya kawan! Berfikirlah bahwa anda salah satu dari alat Tuhan untuk memperbaiki republik ini, menjadi pelayan dan bukan menjadi hakim atas sesamamu, sampai disitu anda masih berjalan dalam garis kebenaran.

Mungkin, jikapun kita hidup di rezim "orde baru" sekalipun dengan kecanggihan hari ini, kita tidak akan bisa dibungkam, karena kita sudah punya 2 ruang, terserah anda mau menggunakan satu atau sekaligus dua-duanya. Anda bisa berbicara tanpa bersuara, menggerakkan tanpa bergerak, itulah masa kita hari ini. Tantangannya adalah, anda mau memilih berada di posisi mana?

Dalam demokrasi sudah pasti pemenangnya adalah yang mayoritas, mau apapun yang ada katakan, tetap pemenangnya adalah mayoritas suara terbanyak. Maka untuk itu, jadilah minoritas yang bijak dan cerdas, jikapun ruang tetap lebih sempit untuk anda, gunakanlah waktu, waktu adalah penentu besarnya ruang dalam penguasaan anda, karena waktu tak kenal mayoritas ataupun minoritas!

Waktu bergerak lebih lambat untuk anda yang bergerak lebih cepat, sebaliknya waktu akan bergerak lebih cepat untuk anda yang bergerak lambat. Contohnya seperti perbedaan ruang/jarak pelari dan pejalan kaki yang sama-sama menggunakan waktu  2 menit, siapakah yang menguasai ruang/jarak lebih besar?

Tetapi apapun itu, yang abadi tetaplah ide, bukan materi, maksud saya, anda harus mengabadikan ide anda lewat tulisan dengan motivasi yang kuat, seperti saya menulis bukan untuk memuaskan anda-anda semua, melainkan untuk menghibur diriku sendiri dikala kegelisahan berkecamuk dalam fikiran. Aku tau bahwa ada masanya saya bosan dengan tulisan-tulisan ini, tetapi akan selalu rindu untuk menyapamu. Kita sekedar saja, bercengkrama dengan isi kepala untuk merawat ingatan akan segala hal yang pernah kita baca, pelajari dan lalui.

Jangan yang kamu ingat hanya masa-masa kamu berjuang memenangkan hati seorang wanita, itu hanya membuatmu seperti kerbau dicucuk hidungnya. Akan tetapi jika kelak kamu sudah menulis, lalu bosan, hiburlah dirimu dengan kenangan sang wanita pujaan, niscahnya semangatmu akan pulih kembali. Seperti saya disaat bosan-bosannya selalu mengingat tentang si rambut panjang dan si senyum manis itu.

Artikel Terkait


EmoticonEmoticon