Foto : Nitizen Effec |
Siporsuk Na Mamora - Kita sebenarnya hanya berebut
ruang dan waktu, tidak lebih dari situ. Seperti saat anda di kasih waktu
berbicara, maka itu akan menjadi ruang anda untuk menyampaikan ide yang anda
miliki. Selanjutnya apakah itu berhasil atau tidak, maka disitu kecerdasan di
uji, baik kecerdasan emosional atau kecerdasan intelektual. Anda bisa
kehilangan kecerdasan, tetapi waktu dan ruang akan tetap ada. Cara anda
memanfaatkan waktu akan menentukan besar ruang yang anda kuasai, untuk
memanfaatkan waktu maksimal, anda butuh kecerdasan.
Ada
kegelisahan akhir-akhir ini akan sebuah kemunduran demokrasi di republik ini,
walaupun aku merasa justru sebaliknya, hatiku berkata kalau pihak
"mereka" sedang merekayasa isu publik untuk menimbulkan dis-trus
terhadap pemimpin kecintaan rakyat Indonesia yang gemar bekerja itu. Walaupun begitu,
saya akan tetap memberi ulasan.
Benar,
bahwa memang kita mengalami kemunduran demokrasi, jika kita terjemahkan
demokrasi sebuah sistem yang paling adil hari ini, maka jadilah begitu. Namun
harus saya kasih tau bahwa itu bukan yang terbaik, jika kau tanya pada saya apa
yang terbaik dari semuanya, saya akan jawab "KASIH". Lalu yang
menjadi permasalahan kita adalah ketidak mampuan melawan ego dan emosional. Ego
mayoritas dan emosional minoritas, sebenarnya rekayasa isu sosial melalui ego
dan emosional saja di olah maka republik akan bubar.
Hal
inilah yang kufikir manjadi kegelisahan Ir. Sukarno dimasa lalu untuk masa
depan republik, sehingga dia membuat hakim bagi semua "ego" kita
yaitu UUD 1945 dan Bhinneka Tunggal Ika sebagai “hakim” untuk rasa/emosional
kita.
Kawan-kawan
pernah berfikir soal pertambahan ruang yang kita miliki hari ini menjadi 2x
lebih besar dibanding sebelum anda mengenal internet dan dunia maya-maya? Itu
dia, bahwa dulu kita bermimpi tak pernah jadi nyata, maka hari ini, orang lain
bermimpi dan anda sebagai pewujudnya, itulah logika sederhanaku tentang
pengaruh ruang dunia tak nyata tadi.
Warna
baru yang muncul ini tak semua orang bisa melihatnya, karena matanya tertutup
oleh hedonisme, kapitalisme dan apatisme. Apatis boleh-boleh saja, yang salah
ketika anda apatis dengan alasan adanya Tuhan, itu goblok namanya kawan! Berfikirlah
bahwa anda salah satu dari alat Tuhan untuk memperbaiki republik ini, menjadi pelayan
dan bukan menjadi hakim atas sesamamu, sampai disitu anda masih berjalan dalam
garis kebenaran.
Mungkin,
jikapun kita hidup di rezim "orde baru" sekalipun dengan kecanggihan
hari ini, kita tidak akan bisa dibungkam, karena kita sudah punya 2 ruang,
terserah anda mau menggunakan satu atau sekaligus dua-duanya. Anda bisa
berbicara tanpa bersuara, menggerakkan tanpa bergerak, itulah masa kita hari
ini. Tantangannya adalah, anda mau memilih berada di posisi mana?
Dalam
demokrasi sudah pasti pemenangnya adalah yang mayoritas, mau apapun yang ada
katakan, tetap pemenangnya adalah mayoritas suara terbanyak. Maka untuk itu,
jadilah minoritas yang bijak dan cerdas, jikapun ruang tetap lebih sempit untuk
anda, gunakanlah waktu, waktu adalah penentu besarnya ruang dalam penguasaan
anda, karena waktu tak kenal mayoritas ataupun minoritas!
Waktu
bergerak lebih lambat untuk anda yang bergerak lebih cepat, sebaliknya waktu
akan bergerak lebih cepat untuk anda yang bergerak lambat. Contohnya seperti
perbedaan ruang/jarak pelari dan pejalan kaki yang sama-sama menggunakan waktu 2 menit, siapakah yang menguasai ruang/jarak
lebih besar?
Tetapi
apapun itu, yang abadi tetaplah ide, bukan materi, maksud saya, anda harus
mengabadikan ide anda lewat tulisan dengan motivasi yang kuat, seperti saya
menulis bukan untuk memuaskan anda-anda semua, melainkan untuk menghibur diriku
sendiri dikala kegelisahan berkecamuk dalam fikiran. Aku tau bahwa ada masanya
saya bosan dengan tulisan-tulisan ini, tetapi akan selalu rindu untuk
menyapamu. Kita sekedar saja, bercengkrama dengan isi kepala untuk merawat
ingatan akan segala hal yang pernah kita baca, pelajari dan lalui.
Jangan
yang kamu ingat hanya masa-masa kamu berjuang memenangkan hati seorang wanita,
itu hanya membuatmu seperti kerbau dicucuk hidungnya. Akan tetapi jika kelak
kamu sudah menulis, lalu bosan, hiburlah dirimu dengan kenangan sang wanita
pujaan, niscahnya semangatmu akan pulih kembali. Seperti saya disaat
bosan-bosannya selalu mengingat tentang si rambut panjang dan si senyum manis
itu.
EmoticonEmoticon