Foto : Situasi Musyawarah Orang Batak |
Penyematan
kutukan “kanibal” ini sangat dikaitkan dengan kematian Munson dan Leyman
(1834), dua orang misionaris asal New England, Amerika Serikat yang meninggal
di Desa Lobu Pining (daerah antara Sibolga dan Tarutung) yang katanya jasadnya
dimakan orang Batak.
Ini
adalah salah satu rekayasa opini publik yang dilakukan oleh Belanda melalui
pedagang dan pengunjung yang berada di Sibolga. Sekarang pertanyaannya, untuk
apakah Belanda melakukannya? Tidak lain tidak bukan adalah dikarenakan
ketakutan Belanda akan timbulnya pengaruh Inggris kembali di Sumatera khususnya
dan Nusantara umumnya (Prof. Dr. WB. Sijabat "Ahu Sisingamangaraja
XII").
Pelaku
pembunuhan sebenarnya adalah Belanda melalui isu akan datangnya penjajah si “Bottar
Mata” ke Tapanuli, tidak mereka sebutkan bahwa Munson dan Leyman adalah
misionaris dari Amerika. Untuk menutupi aroma politiknya, Belanda mensabotase
cerita dikalangan pedagang dan pendatang bahwa orang Batak (yang bermukim di
pegunungan) lah yang memakannya, Belanda melengkapi ceritanya dengan mengatakan
bahwa kejadian itu tidak lain tidak bukan adalah atas perintah Raja
Sisingamangaraja yang berkedudukan di Bakara.
Hal
yang paling mengejutkan adalah, bahwa pada dewasa ini, ada tokoh Batak setingkat Nasional yakni TBS melalui sebuah
pertunjukan opera Batak di Pesta Silalahi Sabungan di tahun-tahun lalu telah
mempertontonkan ke publik cerita bohong itu, sehingga menimbulkan opini kuat di
kalangan masyarakat awam terutama pemuda Batak dan bahkan seluruh dunia yang
beranggapan bahwa nenek moyang orang Batak adalah pemakan manusia (kanibal).
Menurut saya itu sangat memrendahkan jati diri orang Batak.
Pemahaman ini mempengaruhi pemikiran orang Batak tua jaman sekarang, hingga beberapa kali dijadikan sebagai bahan tontonan dalam beberapa film dan opera Batak, tujuannya untuk mencari simpatik para orang-orang tolol.
Dalam
hati, oppungmu sajalah yang “kanibal” lontong...! Jangan bawa-bawa orang Batak
kedalam alur pikir sejarah penjajahmu itu. Mentang-mentang punya pengaruh, kau
mau rusak otak anak muda ini dengan pengetahuan sejarah budaya yang salah!
Perlu
diketahui bahwa pada masa periode setelah tahun 1824 (Perjanjian London),
Belanda telah menguasai Nusantara kecuali Aceh dan Tapanuli.
Pembunuhan
misionaris Munson dan Leyman dengan cara "katanya" dimakan oleh orang
Batak dewasa ini di kait-kaitkan dengan kekejaman orang Batak jaman dulu,
ditambahkan lagi degan pendapat yang mengatakan bahwa Raja Sisingamangaraja
tidak suka dengan keberadaan zending.
Sementara
orang Batak menyandang kutukan cap “kanibal" itu hingga sekarang tak lebih
karena ulah Belanda yang pada masa itu membatasi misionaris berbahasa Inggris
masuk ke pulau Jawa dan Sumatera yang saat itu sebagai fokus jajahan Bangsa
Belanda. Sedangkan untuk misionaris yang tidak berbahasa Inggris dan tidak
berasal dari Inggris dan Amerika seperti I.L Nomensen diperbolehkan Belanda
masuk ke Tapanuli untuk melakukan zending.
Sebenarnya, keberhasilan I.L Nomensen dalam misi
zendingnya untuk daerah Tapanuli adalah salah satu bantahan kuat kalau orang
Batak bukanlah "kanibal" dan Raja Sisingamangaraja tadak pernah
"menolak" zending di Tapanuli, hal ini berlaku untuk misionaris agama
manapun. Perlawanan terjadi ketika ada kelompok yang ingin menguasai tanah
Batak dengan topeng Agama, seperti halnya perlawanan terhadap perang “padri/padiri”
dengan panglima perang Tuanku Rao (Pongkinangolngolan Sinambela) dan Tuanku
Tambusai yang bertopeng agama Islam penganut sekte Wahabi.
EmoticonEmoticon