Friday, April 14, 2017

Doa Dari Dalam Gereja Untuk Pak H. Djarot Yang Diusir Dari Dalam Mesjid

H. Djarot Foto Bersama Ibu-ibu Warga Tebet
Siporsuk Na Mamora - Bagi kami umat Kristen Protestan dan Katolik, hari ini (14/4/2017) adalah hari perayaan jumat Agung, dalam rangka memperingati hari kematian Yesus Kristus di kayu salib untuk menebus segala dosa umat manusia yang ada di bumi.
Rasanya hati kami dipenuhi kedamaian dan sukacita yang dalam, ibadahpun berjalan dengan kusyuk. Hari ini kami merasa dibarukan kembali oleh cucuran darah-Nya yang tertumpah di kayu salib. Dibarukan dari segala dosa, kembali suci oleh darah-Nya.
Dalam doa, kami tak luput mensyukuri kebebasan dan rasa aman yang bisa kami nikmati dalam melaksanakan kebaktian di dalam Gereja masing-masing, mudah-mudahan kebebasan dapat bertahan sampai maranatha nanti. Baik kebaktian dalam perayaan hari-hari besar, mingguan dan juga ritual keagamaan setiap saat rohaniah kami membutuhkan.
Terimakasih Yesus Kristus, Engkau telah menganugerahkan kami sebuah bangsa dan sebuah Negara yang universal, besar, luas, kaya keberagaman, penuh rasa saling menghormati antara umat beragama yang satu dengan yang lain. Yaitu Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Rasa syukur kami takkan berkurang sedikitpun kepada-Mu ya Allah, sekalipun kami masih harus tetap mendapat cobaan-cobaan berat dari berbagai pihak yang tidak senang dengan kebersamaan kami yang berbeda-beda ini.
Mata hari siang itu (14/4/2017) bertengger tepat di arah jam 12, saya kaget mendengar kabar bahwa seseorang dari saudara setanah Air kami diperlakukan sekelompok orang dengan tidak terhormat dan tidak pantas! Untuk kesekian kalinya terjadi pengusiran terhadap Bapak H. Djarot Sayful Hidayat dari dalam Mesjid. Jika dulu pernah di cemooh dan diusir disertai lemparan botol minuman kemasan  saat melakukan Ibadah Sholat peringatan Haul Soeharto di Mesjid AT-TIN di wilayah Taman Mini Indonesia Indah (TMII). Sekarang kembali mendapat perlakukan itu, dicemooh, ditolak dan diusir dari Mesjid Jami Al Atiq di Tebet, Jakarta Selatan sesaat setelah melaksanakan sholat jum'at.
Berawal saat kedatangan pak Djarot ke daerah Tebet, wilayah yang notabanenya banyak dihuni oleh orang-orang yang kontra kepadanya. Hal ini paling tidak dibuktikan dengan banyaknya spanduk provokatif yang bertebaran disana, termasuk didepan Mesjid. Setidaknya ada dua jenis spanduk provokatif yang bisa kita lihat dilokasi Mesjid tempat pak Djarot melaksanakan ibadah sholat jum’at (14/3/207).
Spanduk Provokativ di Sekitar Mesjid Jami Al Atiq Tebet
Baliho di Sekitar Mesjid Jami Al Atiq Tebet
Perlakuan tidak terpuji mereka yang tidak menghargai perbedaan semakin menjadi-jadi saat takmir Mesjid Jami Al Atiq yang mengetahui kedatangan pak Djarot melemparkan kata-kata/pidato provokatif penuh dengan ujaran kebencian, RASIS dan sarat kepentingan politik praktis yang disampaikan melalui  pengeras suara Mesjid. Berikut kutipan isi ujaran kebencian yang disampaikan.
"Mereka yang memilih pemimpin seorang nasrani atau yahudi itu orang munafik. Bila kita memilih orang non muslim sementara ada orang muslim sebagai pilihan, itulah kita dicap jadi seorang munafik"
Seperti biasanya, pak Djarot selalu menyikapi hal semacam ini dengan tetap bersabar dan senyum. Tak ada kebencian sedikitpun terlihat dari sorot matanya, senyumnya pun terlihat sangat tulus dan ikhlas.
Saat ditanya para awak media tentang perihal perlakuan yang tidak terpuji yang diterimanya dari beberapa warga tersebut, beliau menjawab dengan jawaban postitif, mengakui bahwa warga sebelumnya menyambutnya dengan baik di tempat tersebut, akan tetapi suasana menjadi berubah drastis ketika ada seorang takmir Mesjid yang memprovokasi dengan pidato kebencian terhadap dirinya. Inilah kutipan kalimat yang disampaikan pak Djarot setelah mengalami perlakuan tidak baik dari beberapa oknum jemaah tersebut.
"Jemaahnya baik, tadi salaman foto-foto. Mungkin takmirnya baru tahu pas banyak orang salaman dan foto-foto sama saya. Sehingga ya pidatolah di situ"
Politik tak semestinya dibawa-bawa kedalam mimbar rumah ibadah, karena pada hakikatnya mimbar itu suci. Apalagi ada provokasi untuk membenci dan atau mengusir seseorang penganutnya hanya karena berbeda pandangan politik. Bukankah mimbar itu harus tetap suci? Karena itu harus menjadi saluran kebaikan untuk seluruh umat manusia? Serta terbuka untuk semua penganutnya?
Dikala saudara/i saya seiman diseluruh dunia pada hari ini (14/4/2017) terbawa dalam suasana merenungi hikmat pengorbanan Yesus Kristus di kayu salib, sembari mengucap syukur atas anugerah keselamatan dan anugerah kedamaian atas kenyamanan dalam melaksanakan ibadah, ternyata masih ada seseorang saudara sebangsa yang diusir dari rumah ibadahnya sendiri. Ini sangat membuat hati teriris dan sedih.
Mengapa kita harus mengalami kemunduran demokrasi yang luar biasa jauh kebelakang seperti ini?
Sedikit saya berbagi sejarah. Yesus Kristus, sebelum disalib juga mendapat perlakuan yang sama dari orang-orang farisi dan para ahli-ahli taurat di Kota Nazaret. Tak hanya ditolak, Yesus juga dicemooh, diludahi, disiksa dan diperlakukan bak seorang hina dan seperti seorang penjahat. Tetapi pada akhirnya, Dia bangkit sabagai pemenang!
Mudah-mudahan, pak H. Djarot juga demikian. Orang yang ditolak dan dicemooh di rumah ibadahnya sendiri akibat perlakuan orang-orang yang anti perbedaan, akan bangkit juga sebagai seorang pemenang. Memenangkan pertarungan dalam melawan paham radikal dan intoleransi yang sedang ingin menunjukkan kekuatannya. Menangkanlah demokrasi sesuai dengan Ideologi dan Nasionalisme kebangsaan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Karena kita telah sepakat bangsa ini adalah bangsa yang akan selalu menghargai perbedaan, bangsa yang universal.
Doa semua umat menyertaimu pak H. Djarot bersama pak Basuki Tjahaja Purnama dalam memenangkan Pilkada DKI Jakarta putaran ke-2 nanti tanggal 19 April 2017.

Artikel Terkait


EmoticonEmoticon