Foto Cuitan Ust. Felix Siauw |
Siporsuk Na Mamora - Saya ingat betul, dulu saat saya kuliah
tepatnya di Medan mulai di tahun 2008. Sering sekali saya melihat spanduk dan
selebaran organisasi Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) yang secara nyata-nyata
menyatakan bahwa dasar negara -dalam hal ini Pancasila- harus diganti dengan
Khilafah. Itu artinya, mereka menginginkan agar Indonesia menjadi negara Islam.
Tak
jarang saya melihat lambang negara Pancasila dipampang dengan coretan-coretan
bersimbah darah yang menurut saya tidak layak untuk ditampilkan. Seolah-olah
negara ini mereka gambarkan dengan image penindas atau penghisap darah rakyat
dengan ideologi Pancasila-nya.
Hal
ini tentu menimbulkan keresahan bagi saya dan teman-teman yang lain, karena
kami meyakini bahwa Pancasila adalah dasar negara yang sudah final berdasarkan
kesepakatan para pendiri bangsa dan demi tercaapainya cita-cita para pendiri
bangsa ini. Pancasila dengan slogan "Bhinneka Tunggal Ika" juga
sangat sesuai dengan karakter bangsa kita yang pendusuknya sangat beragam.
Pancasila
juga yang senantiasa akan menjadi panglima untuk bangsa ini, dimana jika suatu
saat kita menemui kebuntuan atas dinamika demokrasi kita yang selama ini
berjalan sangat ketat dan penuh intrik.
Keresahan
kami tidak bisa terbendung kala itu. Beberapa kali kami harus melakukan hal-hal
yang menurut kami harus dilakukan demi mengurangi penyebaran paham radikal ini,
seperti mencopot selebaran-selebaran yang "anti Pancasila" tersebut,
serta mengajak mereka para penganut paham Khilafaah berdiskusi untuk mendalami
apa sebenarnya yang mereka persoalkan dari konsep dasar negara Pancasila,
termasuk tentang demokrasi kita.
Ternyata
hal itu tidak mudah dan tentu menemui kebuntuan. Saya ingat waktu itu, dengan
tegas -salah seorang dari mereka- mengatakan kepada saya bahwa Pancasila masih
bisa di debat, dengan kata lain -bagi mereka- belum final. Pemahaman yang
sangat bertolak belakang dengan pemahaman kami, serta bagi sebagian besar orang
yang selama ini diajarkan tentang konsep kebangsaan Indonesia yang sudah final.
Memangbtak mudah berbicara dengan orang-orang yang sudah banyak dicekoki dengan
pemahaman-pemahan anti demokrasi dan anti perbedaan.
Mereka
meyakini bahwa Pancasila dan demokrasi itu salah, dan yang benar adalah
Khilafah.
Sementara
kami beranggapan bahwa Pancasila dan demokrasi adalah yang terbaik untuk bangsa
ini, dan yang paling penting tidak boleh diganggu-gugat lagi. Jika ada orang
yang ingin menggantinya, itu artinya mereka adalah lawan kita dan lawan bangsa
ini, itu adalah penghianatan yang tidak biaa ditolerir.
Dalam
hal ini, HTI berada diposisi sebagai organisasi yang anti-Pancasila dan
anti-Demokrasi. Itunartinya, kelompok mereka adalah musuh kita dan pemerintah
harus mengambil tindakan tegas, guna agar generasi muda yang menjadi target
utama mereka -termasuk mahasiswa- tidak menjadi korban doktrinasi paham
Khilafah yang nyata-nyata bertentangan dengan Pancasila dan Bhinneka Tunggal
Ika. Jika tidak, mungkin negara kita akan bubar.
Persoalan
yang kemudian muncul saat ini, setelah pemerintah membubarkan organisasi HTI,
banyak yang menuduh pemerintah anti Islam. Terutama dari tokoh-tokoh HTI
sendiri.
Seperti
salah satunya Ust. Felix Siau, dalam beberapa cuitan di twitter pribadinya
-seperti pada foto diatas- secara terang-terangan mengatakan bahwa rezim
Presiden Joko Widodo anti-Islam, hal itu dia katakan atas kebijakan yang baru
saja diambil pemerintah terkait keputusan pembubaran HTI melalui Wiranto
sebagai Menkopolhukam.
"Khilafah
itu bagian dari ajaran Islam yang tak mungkin dihapus | dan dakwah takkan
terhenti hanya oleh satu-dua rezim yang anti-Islam" -Ust. Felix Siauw-
Di
cuitan yang lain, Ust. Felix Siauw juga menuding bahwa Presiden Joko Widodo
melakukan pembiaran terhadap Syiah, serta melindungi Ahok yang mereka sebut
sipenista agama Islam.
"Syiah
dibiarkan, penista agama melenggang ikut pilkada, sidang berkali-kali | giliran
ormas Islam buru-buru wacana dibubarkan, #TanyaKenapa" -Ust. Felix Siauw-
Tak
berhenti disitu, Ust. Felix Siauw juga mengatakan bahwa rezim Presiden Joko
Widodo telah memberangus kelompok Islam.
"Aksi
#BelaIslam dituduh makar, ulama dikriminalisasi, kelompok Islam diberangus,
taat agama dikataakan anti-kebhinekaan, besok apalagi?" -Ust. Felix Siau-
Tuduhan-tuduhan
sesumbar seperti ini sangat tidak memiliki alasan yang kuat selain atas dasar
ungkapan rasa kekecewaan seorang penganut paham Khilafah.
Dari
kicauan-kicauan diatas, kita bisa melihat dengan jelas bahwa mereka -para
penganut paham Khilafah- sedang panik, sehingga apa-apa yang mereka katakan
dalam rangka untuk membela diri tidak memiliki dasar yang kuat, dan hal ini
semakin menunjukkan kualitas, silap dan karakter mereka yang sebenarnya.
Sikap
yang seperti apa itu? Lihat saja, saat pemerintah membubarkan HTI, dengan
entengnya mereka menyerang dan menuduh Presiden Joko Widodo anti Islam, serta
tuduhan-tuduhan yang lain. Bagaimana mungkin Joko Widodo yang beragama Islam
anti sama agama Islam?
Begitulah
mereka melebeli orang-orang yang selama ini bertentangan dengan mereka. Tidak
terkecuali terhadap orang yang seagama dengan mereka. Lalu siapa yang bisa
menjamin bahwa mereka takkan bersikap lebih buruk terhadap mereka yang berbeda
agama?
Sayapun
heran, tau apa Ust. Felix Siauw tentang nasionalismenya Indonesia? Kok
berani-beraninya dia menghujat dan menyimpulkan pemerintahan Presiden Joko
Widodo sebagai rezim anti-Islam? Dia berkata seolah-olah dia adalah Tuhan.
Membubarkan
HTI bukan berarti anti-Islam, melawan Khilafah -versi HTI- bukan berarti
melawan Islam. Karena HTI itu bukanlah Islam nusantara yang kita kenal selama
ini di Indonesia. Mereka hanyalah sekelumit dari kumpulan orang-orang yang
ingin menguasai negara kita dengan cara mengacaukannya terlebih dahulu. Agar
lebih mudah, mereka mengatas namakan agama mayoritas.
Lihat,
dibelahan dunia manakaah Khilafah dijadikan sebagai ideologi negara? Tidak ada.
Hanya kekacauan dan kehancuranlah yang akan terjadi, manakala sebuah negara mentolerir
kelompok-kelompok seperti HTI. Itulah yang terjadi di banyak negara yang ada di
Timur Tengah.
Mari
kita jaga persatuan dan kesatuan NKRI dalam bingkai Bhinneka Tunggal Ika.
Merdeka...!
Merdeka...! Merdeka...!
EmoticonEmoticon