JK Berbincang Dengan Julkifli Hasan |
Siporsuk
Na Mamora - Bahasan
kali ini masih tentang Pulkada DKI Jakarta, bukan karena saya gagal move on, tetapi memang biasanya cerita
sebenarnya dibalik sebuah momentum akan muncul justru setelah momen-momen
penting itu selesai terjadi.
Kenapa demikian? Karena pada saat pilkada,
kita bisa memahami bahwa semua tokoh-tokoh yang memiliki kepentingan yang sama
pada momentum tersebut akan menutup mulut serapat-rapatnya, guna agar tidak
merusak konstalasi politik yang telah dibangun.
Kepentingan yang saya maksud adalah
kepentingan politik antara JK dan Julkifli Hasan sebagai Ketua Umum DPP Partai
Amanat Nasional yang sama-sama menginginkan Anies-Sandi menang pada putaran
kedua Pilkada DKI Jakarta.
Publik semua mengetahui bahwa PAN
sebelumnya pada putaran pertama Pilkada DKI Jakarta secara resmi mendukung
Agus-Silvi bersama dengan tiga partai lain, yaitu Partai Demokrat, PKB dan PPP.
Kemudian setelah di putaran kedua, PAN mengalihkan dukungan kepada pasangan
Anies-Sandi yang dari awal menurut Julkifli Hasan sendiri didukung oleh JK.
Disinilah letak kesamaan
kepentingan antara JK dan Julkifli Hasan, dimana keduanya berkerjasama untuk
memenangkan pasangan Anies-Sandi pada putaran kedua. Oleh karenanya mereka
harus saling menjaga lidah masing-masing sampai perhelatan Pilkada DKI Jakarta
putaran kedua selesai dilaksanakan.
Hal ini menjadi sangat penting agar
konstalasi politik Anies-Sandi tidak rusak ditengah jalan, karena JK adalah
Wakil Presiden RI yang seyogianya bersikap independen. Tentu akan lain jalan
ceritanya kalau sampai cerita Julkifli Hasan tentang intervensi JK dalam
pencalonan Anies-Sandi ketahuan kepublik sebelum Pilkada DKI Jakarta putaran
kedua selesai.
Politisasi
Mesjid
Dalam tulisan saya berjudul Saat
Mesjid Dipolitisasi, Kenapa JK Diam Saja? sebelumnya telah mempertanyakan
sikap diamnya JK sebagai Ketua Umum Dewan Mesjid Indonesia (DMI) saat melihat
maraknya politisasi yang terjadi di mesjid.
Bukankah seharusnya mimbar mesjid
diseterilkan dengan urusan politik dan kampanye? Terlebih saat mesjid digunakan
untuk menebar spanduk-sapanduk ujaran haram memilih calon pemimpin kafir, agar
tidak mensholatkan jenazah pendukung Ahok-Djarot dan mengusir Djarot saat
datang kemesjid untuk melaksanakan sholat.
Politisasi mesjid ini jelas sangat
menguntungkan pasangan Anies-Sandi. Karena pasangan calon Gubernur DKI Jakarta
tinggal dua, satu Ahok yang beragama Kristen dan satu lagi Anies yang beragama
Islam.
Insting saya mengatakan bahwa JK
pasti punya kepentingan politik yang sarah dengan apa yang disampaikan di
mesjid-mesjid, yang secara tidak langsung menyuruh masyarakat memilih
Anies-Sandi.
Karena itu, JK diam dan tak
berkomentar apapun, sikap ini seolah memberi sinyal pembiaran atas segala
bentuk politisasi terjadi di mesjid. Padahal, sebenarnya JK memiliki kapasitas
untuk bersuara agar mesjid tidak dipolitisasi, terlebih karena dia adalah Ketua
Umum DMI. Tapi itu tidak pernah dilakukan, mungkin untuk menutupi perannya
dihadapan publik.
JK
Intervensi Pencalonan Anies Baswedan
Lama ditutupi, akhirnya bau bangkai
itu tercium juga melalui keterangan Julkifli Hasan yang mengatakan bahwa ada
intervensi yang dilakukan JK dalam pencalonan Anies Baswedan sebagai Gubernur
DKI Jakarta.
"Jam 12 malam sampai jam 1
pagi itu ada intervensinya Pak JK. Saya kan suka terus terang. Pak JK boleh
enggak ngaku, saya dengar kok teleponnya. Pak JK lah yang meyakinkan sehingga
berubah lah"
Kenyataan ini menjadikan dugaan
selama ini bahwa JK diam-diam mendukung Anies-Sandi terjawab sudah.
Logikanya, jika dari awal sudah
melakukan intervensi agar para ketua partai mendukung pencalonan Anies Baswedan
sebagai Gubernur, maka rasaya mustahil JK tidak melakukan upaya-upaya politik dalam
memenangkan Anies-Sandi sesuai dengan kapasitasnya sebagai politikus senior
yang memiliki banyak jabatan organisasi dimana-mana, termasuk jabatan Wakil
Presiden RI.
Kenyataan ini membuat banyak
masyarakat kecewa, bagaimana mungkin seorang Wakil Presiden RI menghiraukan
instruksi dari Presiden RI agar pemerintah tetap netral? Mungkin karena
kenyataan inilah yang dilihat Presiden RI Joko Widodo, sehingga beliau sering
sekali memberikan pernyataan agar pemerintah tetap netral dan tidak memihak.
Ternyata, ada pejabat pemerintah yang sedang bermain-main dengan politik di
Pilkada DKI Jakarta.
Memang rumah ibadah adalah panggung
yang sangat seksi digunakan untuk kepentingan politik, karena memiliki basis
massa yang jelas dan ongkos politiknya relatif murah.
Tapi perlu diingat, bahwa
mempolitisasi rumah ibadah adalah hal yang tidak benar, terlebih ketika itu
dilakukan dengan maksud untuk tidak memilih pemimpin yang berlainan agama.
Jangankan Negara, kisah
percintaanpun akan bubar seiring dengan semakin tajamnya perbedaan, apalagi
perbedaan keyakinan.
EmoticonEmoticon