Tuesday, May 23, 2017

Tuhan Dalam Perspektif Kebudayaan Indonesia

Tags

Boru Batak
Siporsuk Na Mamora - Situasi kebangsaan kita hari ini sedang mengalami masalah serius, dibanyak sektor terutama disektor kebudayaan sebagai identitas paling menonjol dari sebuah bangsa mulai memudar drastis, bahkan hampir tidak bisa dibendung lagi.
Banyak alasan untuk meninggalkan kebudayaan kita, yang paling berbahaya adalah dengan alasan tuntutan iman kepercayaan, atau paling lazim kita sebut dengan budaya yang dibawa bersamaan dengan agama itu datang ke bumi pertiwi.
Entah apa hubungannya, sehingga meninggalkan kebudayaan asli ditinggalkan dengan rasa bangga. Tentu saja, jika alasannya adalah agama, maka tidak jauh-jauh dari alasan yang paling umum, yaitu agar punya tempat di surga.
Belakangan memang kerap kali kebudayaan kita tinggalkan dengan alasan yang dihubung-hubungkan dengan okultisme, mistis dan penyembahan berhala.
Kelompok-kelompok fundamental terkadang tidak ragu-ragu menghancurkan sebuah tempat yang berhubungan erat dengan warisan budaya hanya karena dianggap sebagai tempat yang musrik. Ada juga yang tidak segan-segan menuduh seseorang sesat hanya karena masih mewarisi ritual-ritual kebudayaan yang diwariskan para leluhur.
Saya bahkan tidak bisa berfikir, kenapa orang-orang itu melakukanannya? Apakah mereka juga akan memperoleh tempat di surga dengan melakukan hal semacam itu?
Padahal, kita bisa lihat bersama, sebenarnya para agamais fundamental itu juga secara tidak sadar juga melakukan ritual budaya warisan yang dibawa dari tempat agama itu awal mulanya berasal. Karena asal agama itu sendiri dominan dari timur tengah, maka yang mereka bawa sampai ke Indonesia-pun adalah warisan budaya. Hanya saja, mereka beranggapan bahwa warisan yang dibawa agama itu adalah warisan yang wajib demi memperoleh sebuah jaminan keabadian hidup setelah kematian.
Apa benar begitu?
Tentu saja saya bilang tidak.
Saya berfikir bahwa budaya dan agama yang sekarang itu hanya sebuah kondisi situasional yang akan berubah-ubah disetiap jamannya.
Contohnya, dulu nenek moyang kita mengakui bahwa adanya kekuatan diluar dari apa yang bisa kita lihat, tetapi dengan nyata kita bisa rasakan. Mereka menyimpulkannya dengan kekuatan alam semesta. Oleh karena itu, kebudayaan dan adat istiadat kita sangat berkaitan erat dengan alam.
Setelah berkembang, manusia juga menemukan hal baru, yang mereka namai dengan Tuhan, tapi tetap dengan prinsip bahwa Dia-lah sang pengendali alam semesta ini, ditambah lagi dengan ilmu pengetahuan yang semakin maju, sehingga menggambarkan sosok Tuhan itupun kemudian dibalut dengan narasi-narasi yang semakin ilmiah. Maka manusia sekarang menyembah Tuhan, sang pemilik dan pengendali alam semesta.
Hal yang paling ekstrim adalah, bahwa manusia sekarang dengan bangga mengatakan bahwa Tuhan hanya ramah dengan satu ritual saja tergantung aliran agama masing-masing.
Ada yang meyakini bahwa Tuhan itu akan mengerti doa dengan bahasa Arab, ada juga yang merasa bahwa Tuhan itu hanya mengerti dengan bahasa roh. Yang kedua lebih koplak, karena saya benar-benar tidak bisa mengerti entah apa maksudnya, tapi sebagian yakin bahwa Tuhan mengerti itu, dan mereka merasa sangat bangga saat bisa berkata-kata tanpa ada seorangpun mengerti dengan ucapan yang keluar dari mulutnya, itu seperti sebuah pencapaian spritual yang luar biasa bagi mereka, namun bagiku itu hanya kebodohan! Saya tidak tau apakah itu cakap kotor atau sedang meledek Tuhan itu sendiri.
Kemudian tentang bahasa Arab yang pertama, baru-baru ini ada pengakuan yang mengatakan bahwa sebuah partai di Indonesia menggunakan bahasa Arab untuk loby-loby korupsi. Mungkin kalau kita bertanya langsung kepada mereka yang mengerti, mereka akan sebut bahwa itu “korupsi suci”. Maka semakin anelah dunia ini. Bayangkan jika anda sebagai orang yang meyakini bahwa bahasa itu adalah bahasa yang suci atau bahasa resmi untuk berkomunikasi dengan Tuhan. Pertanyaannya, apa mereka tidak takut Tuhan akan dengan mudah mengerti niat busuk mereka untuk korupsi?
Itulah bahayanya jika kita tidak mengerti bahasa namun kita yakini bahasa tersebut adalah bahasa resmi berkomunikasi dengan Tuhan.
Jika saya berada diantara mereka yang loby-loby korupsi tadi, saya bahkan tak bisa berbuat apa-apa karena saya tidak bisa mengerti. Sayapun tidak akan sadar bahwa mereka ternyata akan berencana memenggal kepala saya keesokan harinya dengan uang korupsi yang mereka ambil tersebut.
Cara bepakaian juga menjadi penentu masuk sorga hari ini, padahal rata-rata disemua suku yang ada di Indonesia, semua pakaian lumayan terbuka, memperlihatkan leher, punggung dan bahkan sampai telanjang dada.
Jika mengacu pada cara berfikir kaum fundamentalis tersebut, maka mustahil diantara kita yang hidup di Indonesia akan mendapat tempat di surga. Katanya, berpakaiannya harus ala pakaian dijaman dan ditempat para nabi-nabi agama hidup. Inilah yang membuat kepongahan orang-orang fundamental semakin menjadi-jadi.
Beruntung tidak ada agama populer yang lahir dari Papua atau Tapanuli, kalau sempat ada, maka penampilannya akan ditiru para pengukutnya di seluruh dunia. Para lelaki pakai koteka, perempuannya bertelanjang dada. Atau kalau dari tapanuli, lelakinya bertelanjang dada pakai ulos dan perempuannya seperti dalam gambar perempuan cantik diatas.
Kufikir, Tuhan itu maha mengerti semua. Tidak ada bahasa daerah dan esensi dari adat dan budaya itu sendiri yang tidak Dia mengerti. Tidak ada juga hal yang diistimewakan, semua sama dimatanya.
Jika merubah dan meninggalkan budaya asli kita adalah sebuah jaminan untuk mendapatkan surga, kufikir kita keliru memaknai kebesaran Tuhan.
Mari bangga pada kebudayaan kita, memang akan banyak perbedaan. Namun suatu hal yang pasti, kita tidak akan bisa belajar menghargai dan merendah hati kalau perbedaan itu tidak ada. Oleh karena itu, kita telah menjadi bagian dari rencana Tuhan itu sendiri.
Kita perkenalkan kepada dunia bahwa kita bangga dengan kebudayaan kita, dari situ dunia akan mengingat dan mengenal kita. 

Artikel Terkait


EmoticonEmoticon