Postingan Foto HOAX di Akun Twitter Milik Tifatul Sembiring |
Siporsuk
Na Mamora – Tak enak
rasanya jika saya tidak ikut serta menuliskan sedikit saja opini saya tentang
konflik etnis Rohingnya yang kembali meledak belakangan ini di Myanmar. Selain
karena gelisah akan propaganda massive di media sosial yang sangat kental
dengan bau-bau kebencian, provokasi dan terlebih mendiskreditkan pemerintahan
Presiden Joko Widodo karena dianggap tak gesit dalam mengambil sikap terhadap
persoalan tersebut, Saya juga ingin turut memberi pandangan tentang siapa dan
apa tujuan yang tersembunyi dalam aktivitas maraknya penyebaran berita, foto
dan seruan bernada provokatif di media sosial hari ini.
Kita semua boleh menagmati, semakin
hari, semakin banyak saja orang-orang yang menyebarkan berita-berita bohong
beserta foto-foto editan di media sosial terkait isu pembantaian etnis
Rohingnya di Rakhine State, Myanmar. Mereka (penyebar hoax) seolah-olah
sekarang tiba-tiba kerasukan setan fanatisme yang sangat akut.
Kalau dulu mereka yang berteriak
“PBB jangan campuri kasus Ahok”, sekarang justru berteriak kira-kira seperti
ini, “PBB harus turun tangan menekan pemerintahan Myanmar yang telah melakukan
pembantaian terhadap saudara kami muslim”. Tak hanya berhenti disitu, mereka
juga teriak agar pemerintahan Presiden Joko Widodo segera mengusir Dubes
Myanmar dari Indonesia serta segera memutus hubungan diplomatik
Indonesis-Myanmar sesegera mungkin dengan tujuan agar pemerintah Myanmar merasa
terasingkan karena telah melakukan kejahatan terhadap etnis Rohingnya. Padahal
mereka buta, atau mungkin memang tidak mau mencari tahu bagaimana sebenarnya
persoalan yang terjadi di Rakhine State, Myanmar.
Sedikit saja menjelaskan tentang
persoalan di Rakhine State, Myanmar.
Persoalan mengenai etnis Rohingnya
ini adalah persoalan lama dan kompleks. Kabarnya juga mereka ingin mendirikan
negara di dalam negara dengan meng-kalim Rakhine State menjadi wilayah mereka.
Etnis Rohingnya ini tidak memiliki
kewarganegaraan, mereka juga bukan etnis asli yang diakui di Myanmar meski saat
ini mereka menempati wilayah Rakhine State yang notabanenya adalah merupakan
bagian wilayah administrasi negara Myanmar. Bahkan saat mereka ingin disensus
menjadi warga negara Myanmar mereka menolak. Karena itu, mereka dijuluki
sebagai penduduk illegal di Myanmar.
Suku Bengali, yang berasal dari
wilayah India, Pakistan dan Bangladesh yang sekarang, itulah asal muasal etnis
Rohingnya. Mereka memakai identitas suku baru, yaitu Rohingnya setelah mereka
berada di daerah Rakhine State, Myanmar. Intinya, mereka bukan suku asli orang
Myanmar, melainkan pendatang yang ditampung oleh negara Myanmar selama puluhan
tahun. Semakin tahun, jumlah mereka semakin bertambah-tambah secara signifikan.
Hari ini, mereka bahkan ditolak masuk ke negara-negara terdekat, seperti India,
Pakistan dan Bangladesh yang notabanenya memiliki suku serumpun dengan mereka
dan memeluk agama yang sama, yaitu suku Bengali dan agama Islam. Kenapa
demikian? Karena memang ada sesuatu dengan mereka yang tidak umum.
Etnis Rohingnya ini kelihatannya
adalah orang-orang pembangkang pemerintahan Myanmar yang sah, kenapa? Kerena
mereka menolak menjadi warganegara Myanmar. Selanjutnya, sebagian dari mereka
menjadi milisi yang ingin melepaskan wilayah negara bagian Rakhine State dari
negara Myanmar yang telah berdaulat sejak 1948. Aksi-aksi separatis, teror dan
penyerangan terhadap simbol-simbol pemerintahan Myanmar juga kerap terjadi.
Etnis baru bernama Rohingnya ini
ibarat seperti pribahasa anak muda di Indonesia, “Dikasih hati, mau minta
jantung.”
Kembali fokus pada fenomena berita,
narasi dan foto-foto hoax serta provokatif di dalam negeri berkaitan dengan
konflik Rohingnya.
Menurut pengamatan saya, ada
sesuatu yang secara sengaja, terstruktur dan massive dilakukan untuk
memprovokasi, menimbulkan kebencian antar umat beragama di Indonesia dengan
memboncengi isu konflik Rohingnya.
Siapa mereka? Dan apa kepentingan
mereka?
Mereka adalah kaum-kaum yang tidak
suka dengan kerukunan kita Indonesia, mereka adalah kaum-kaum intoleran, meraka
adalah kaum-kaum yang ingin memecah belah persatuan dan kesatuan kita, dan yang
ingin mengambil keuntungan pribadi dari isu krisis kemanusian di Rakhine State,
Myanmar.
Semakin sedih ketika seseorang
pejabat kawakan, Anggota DPR-RI, mantan Ketua Umum PKS dan mantan Menteri
Komunikasi dan Informasi di era pemerintahan SBY ikut serta menyebarkan foto
yang jelas-jelas adalah palsu atau hoax di akun media sosial miliknya.
Bagi sebagian orang, mungkin bisa
mengenali mana foto yang benar dan mana foto yang bohong. Akan tetapi, dengan
logika sederhananya akan banyak orang yang terpengaruh dan terprovokasi dengan
postingan tersebut, karena Tifatul Sembiring adalah pejabat dan memiliki
konstituen sendiri. Pernahkan dia berfikir tentang dampak yang akan muncul
kemudian di masyarakat? Untung saja warga nitizen banyak yang sudah waras dan
menyadarkan pejabat kita yang satu ini. Sehingga beliau meminta maaf melalui
media serta menghapus postingannya di media sosial tersebut. Jika tidak, beliau
ini akan mempermalukan bangsa ini.
Tifatul Sembiring Menghapus Foto HOAX Postingannya Sendiri |
Tifatul
Sembiring Mencoreng Wajah DPR-RI
Sudah barang tentu kalau bersalah
harus minta maaf bukan? Tapi minta maaf harus didasari rasa penyesalan, dari
hati yang bersih dan berikut rasa kesadaran agar tidak melakukan kesalahan yang
sama dikemudian hari. Begitu sikap yang seharusnya dilakukan oleh bapak terhormat
Tifatul Sembiring.
Akan tetapi, bukannya meminta maaf
karena rasa bersalah, Tifatul Sembiring dalam pernyataannya di media
seolah-olah justru melempar kesalahannya tersebut kepada teman-temannya di
DPR-RI, dengan alasan mendapat kiriman foto tersebut dari temannya yang berada
di Komisi III DPR-RI saat ini.
“Saya dikirimi sama teman Komisi
III, ada foto pembantaian, tidak usah saya sebutkan namanya. Ada pembantaian,
foto itu banyak, lo. Saya juga sudah koreksi,” ujar Tifatul Sembiring di gedung
DPR, Senayan, Jakarta, Senin (4/9/2017).
Kemudian merujuk pada pernyataan
diatas, kita layak bertanya kepada pak Tifatul Sembiring :
(1) Apakah DPR-RI saat ini telah
menjadi lingkaran penyebaran/transaksi informasi HOAX? Atau justru Anda sengaja
ingin mencoreng wajah lembaga DPR-RI. Kemudian,
(2) Dikoreksi, kok yang HOAX disebar
pak? Situkan mantan Menkominfo? Ngak tau mana yang asli dan mana yang palsu?
Malang sekali nasib bangsa ini kalau Anda yang pernah menjabat sebagai
Menkominfo bertahun-tahun namun tak tau membedakan informasi elektronik yang
palsu dan yang benar!
Untuk pertanyaan poin pertama, ini
sangat penting! Ini penghinaan lembaga
DPR-RI jika yang bersangkutan (*Tifatul) tidak menyebutkan oknum anggota DPR-RI
yang mengirim foto HOAX tersebut kepada dirinya.
Lagi pula, tidak seharusnya Tifatul
Sembiring mengatakan pernyataan diatas yang berdalih kesalahan dengan
membawa-bawa nama DPR-RI atas tujuan menghindar dari kesalahan/kebodohannya
sendiri di depan publik karena telah menyebarkan foto HOAX di media sosial.
Terakhir buat pak Tifatul
Sembiring, hanya satu HOAX yang ingin Saya dengar dan anggap sebagai kebenaran
menyangkut bapak. Yaitu, semoga berita keinginan Anda untuk maju menjadi
Gubernur Provinsi Sumatera Utara adalah HOAX ya pak. Sungguh, tidak sudi
rasanya daerah kami dipimpin oleh orang penyebar HOAX seperti Anda.
Salam sada roha dari Anak Medan. HORAS!
EmoticonEmoticon