Friday, December 29, 2017

Sumut Membutuhkan Sentuhan Tangan Dingin Pak Djarot

Tags

Djarot Saiful Hidayat di Samosir
Siporsuk Na Mamora – Senang dan semangat optimisme masyarakat Provinsi Sumatera Utara kembali mendengar niatan Pak Djarot Saiful Hidayat kembali maju bertarung di Pilkada serentak tahun 2018 ini, tepatnya di Pilkada Provinsi Sumatera Utara periode 2018-2023.
Daerah Sumatera Utara itu unik, selalu saya katakan unik. Setidaknya ada bukan hanya saya saja yang mengakui hal itu, ada banyak cerita unik tentang Sumatera Utara, terutama jika sudah berhubungan dengan ajang Demokrasi/Pilkada. Sudah tidak asing lagi, siapapun yang mau menang dan mau dipilih di Pilkada/Pileg di Daerah Sumatera Utara harus memiliki modal/uang yang banyak, kalau tidak jangan mimpi. Kalau bang Trimedya Panjaitan bilang, “kalau tidak ada – modalnya – kelaut aja!”.
Ditengah maraknya korupsi, politik uang dan radikalisme, optimisme dan semangat masyarakat kita dalam bernegara semakin terkikis belakangan ini. Terkhusus di daerah Sumatera Utara yang selalu masuk sebagai 5 besar provinsi terkorup di Indonesia dan beberapa kabupaten didalamnya masuk dalam kategori daerah termiskin. Belakangan, sikap apatis masyarakat Sumatera Utara terhadap kebangkitan daerah ini semakin akut, betapa tidak? Gubernurnya 2 periode dibui KPK karena kasus korupsi.
Tak ada yang salah dengan sikap apatis yang semakin mendarah daging itu, karena alasan di atas sudah cukup buat mereka untuk tidak peduli lagi dengan hajatan politik lima tahunan itu. Masyarakat disini bilang, “capek ngurusi politik, capek dukung sana dukung sini, toh juga siapapun yang menang ngak akan membawa dampak buat daerah ini, yang mereka pedulikan hanyalah keuntungan dari jabatan yang akan mereka dapatkan”.
Ambisius pada jabatan, sikap itulah yang yang banyank di anut banyak politikus. Akhirnya, segala cara akan dilakukan, termasuk dengan cara “berpolitik kotor/uang”.
Coba kita bayangkan, apa jadinya sikap apatis masyarakat bersatu dengan sikap ambisius para politikus. Itu seperti api disiram bensin, pada akhirnya tersisalah asap bau-bau kehancuran daerah tersebut.
Ujung-ujung, politikus hanya perlu membeli suara, tanpa perlu bekerja dan menyiapkan visi, dan masyarakat hanya akan pergi memilih jika dibayar tanpa mempertimbangkan rekam jejak.
Saya, dengan melihat nama-nama yang muncul ke permukaan sebelum kedatangan Pak Djarot adalah salah satu orang yang masuk dalam fase kategori apatis. Kalaupun ada sedikit semangat, itu hanya sisa-sisa dari semangat yang sebelumnya telah dibangkitkan Jokowi sebagai Presiden RI. Artinya harapan yang tertinggal hanyalah keyakinan yang sangat mendasar, bahwa akan selalu ada jalan ditengah kesulitan atau keterpurukan, terkhusus dalam dunia perpolitikan kita. HeHeHe
Benarlah memang, Pak Djarot muncul juga di Sumatera Utara, bahkan secara tiba-tiba membuat banyak bacalon yang sebelumnya harus berpikir ulang kembali dan harus menyiapkan strategi baru untuk menghadapi maneuver PDI-P di Pilkada Sumatera Utara tahun 2018 mendatang.
Ada politikus yang sudah bertahun-tahun memasang muka di baliho-baliho yang ditempeli di pohon-pohon dan dinding-dinding tebing dipinggir jalan ke Danau Toba, demi pencitraan, menarik perhatian dan supaya dilirik oleh partai atau masyarakat, namun sampai sekarang tak juga dikenal masyarakat dan elektabilitas naik. Padahal, sudah banyak pohon-pohon dan tebing-tebing berkorban untuknya, yang rela keindahannya direnggut hanya untuk sebuah pencitraan politikus itu. Wajar saja mereka tidak dikenal, karena modalnya hanya berlomba besar-besar baliho dan banyak-banyak spanduk, tanpa menunjukkan kinerja yang bermanfaat bagi masyarakat banyak.
Lalu, bagaimana kita memaknai kedatangan Pak Djarot di Sumatera Utara? Kehebohan apakah yang sedang kita alami sekarang? Apakah kehebohan itu hanya sekedar, “wah… Pak Djarot, mantan Gubernur DKI yang fenomenal itu itu datang ke Sumut”, atau “ekspresi kegirangan, bahwa akhirnya Pak Djarot bersedia menjadi pelayan kita masyarakat Sumut dengan segala pengalaman, ketelatenan dan kejujurannya dalam memimpin?”.
Bagi yang benar-benar menginginkan perubahan di Sumatera Utara, bagi yang membenci koruptor dan bagi yang memiliki semangat nasionalisme, tentu akan menyambut baik niat dan kesediaan Pak Djarot melayani di Sumatera Utara, tanpa mempermasalahkan darimana dia lahir. Karena jika anda mempermasalahkan segala hal itu, maka tidak ada bedanya kita dengan kaum micin penjual politik identas yang ada di negeri ini.
Jangan jadi penyembah pemikiran seperti kaum micin itu, yang ada itu adalah, “kita membutuhkan kemampuan Pak Djarot untuk memperbaiki daerah yang sudah sakit parah ini”.
Jika serius mau “main” di Sumut, saya angkat topi untuk Pak Djarot. Terimakasih atas semangatmu memperbaiki negeri dan semangatmu melayani masyarakat Indonesia, tanpa memilih-milih daerah manapun yang akan kau tuju.
Salam sada roha dari Anak Medan. HORAS!

Artikel Terkait


EmoticonEmoticon