Djarot Saiful Hidayat di Samosir |
Siporsuk
Na Mamora – Senang dan semangat
optimisme masyarakat Provinsi Sumatera Utara kembali mendengar niatan Pak
Djarot Saiful Hidayat kembali maju bertarung di Pilkada serentak tahun 2018
ini, tepatnya di Pilkada Provinsi Sumatera Utara periode 2018-2023.
Daerah Sumatera Utara itu unik, selalu saya
katakan unik. Setidaknya ada bukan hanya saya saja yang mengakui hal itu, ada
banyak cerita unik tentang Sumatera Utara, terutama jika sudah berhubungan
dengan ajang Demokrasi/Pilkada. Sudah tidak asing lagi, siapapun yang mau
menang dan mau dipilih di Pilkada/Pileg di Daerah Sumatera Utara harus memiliki
modal/uang yang banyak, kalau tidak jangan mimpi. Kalau bang Trimedya Panjaitan
bilang, “kalau tidak ada – modalnya – kelaut aja!”.
Ditengah maraknya korupsi, politik uang dan
radikalisme, optimisme dan semangat masyarakat kita dalam bernegara semakin
terkikis belakangan ini. Terkhusus di daerah Sumatera Utara yang selalu masuk
sebagai 5 besar provinsi terkorup di Indonesia dan beberapa kabupaten
didalamnya masuk dalam kategori daerah termiskin. Belakangan, sikap apatis
masyarakat Sumatera Utara terhadap kebangkitan daerah ini semakin akut, betapa
tidak? Gubernurnya 2 periode dibui KPK karena kasus korupsi.
Tak ada yang salah dengan sikap apatis yang
semakin mendarah daging itu, karena alasan di atas sudah cukup buat mereka
untuk tidak peduli lagi dengan hajatan politik lima tahunan itu. Masyarakat disini
bilang, “capek ngurusi politik, capek dukung sana dukung sini, toh juga
siapapun yang menang ngak akan membawa dampak buat daerah ini, yang mereka
pedulikan hanyalah keuntungan dari jabatan yang akan mereka dapatkan”.
Ambisius pada jabatan, sikap itulah yang yang
banyank di anut banyak politikus. Akhirnya, segala cara akan dilakukan,
termasuk dengan cara “berpolitik kotor/uang”.
Coba kita bayangkan, apa jadinya sikap apatis
masyarakat bersatu dengan sikap ambisius para politikus. Itu seperti api
disiram bensin, pada akhirnya tersisalah asap bau-bau kehancuran daerah
tersebut.
Ujung-ujung, politikus hanya perlu membeli
suara, tanpa perlu bekerja dan menyiapkan visi, dan masyarakat hanya akan pergi
memilih jika dibayar tanpa mempertimbangkan rekam jejak.
Saya, dengan melihat nama-nama yang muncul ke
permukaan sebelum kedatangan Pak Djarot adalah salah satu orang yang masuk
dalam fase kategori apatis. Kalaupun ada sedikit semangat, itu hanya sisa-sisa
dari semangat yang sebelumnya telah dibangkitkan Jokowi sebagai Presiden RI.
Artinya harapan yang tertinggal hanyalah keyakinan yang sangat mendasar, bahwa akan
selalu ada jalan ditengah kesulitan atau keterpurukan, terkhusus dalam dunia
perpolitikan kita. HeHeHe
Benarlah memang, Pak Djarot muncul juga di
Sumatera Utara, bahkan secara tiba-tiba membuat banyak bacalon yang sebelumnya harus
berpikir ulang kembali dan harus menyiapkan strategi baru untuk menghadapi maneuver
PDI-P di Pilkada Sumatera Utara tahun 2018 mendatang.
Baca
juga : Pilkada Sumatera
Utara memang Unik
Ada politikus yang sudah bertahun-tahun
memasang muka di baliho-baliho yang ditempeli di pohon-pohon dan
dinding-dinding tebing dipinggir jalan ke Danau Toba, demi pencitraan, menarik
perhatian dan supaya dilirik oleh partai atau masyarakat, namun sampai sekarang
tak juga dikenal masyarakat dan elektabilitas naik. Padahal, sudah banyak pohon-pohon
dan tebing-tebing berkorban untuknya, yang rela keindahannya direnggut hanya
untuk sebuah pencitraan politikus itu. Wajar saja mereka tidak dikenal, karena
modalnya hanya berlomba besar-besar baliho dan banyak-banyak spanduk, tanpa
menunjukkan kinerja yang bermanfaat bagi masyarakat banyak.
Lalu, bagaimana kita memaknai kedatangan Pak
Djarot di Sumatera Utara? Kehebohan apakah yang sedang kita alami sekarang?
Apakah kehebohan itu hanya sekedar, “wah… Pak Djarot, mantan Gubernur DKI yang
fenomenal itu itu datang ke Sumut”, atau “ekspresi kegirangan, bahwa akhirnya
Pak Djarot bersedia menjadi pelayan kita masyarakat Sumut dengan segala
pengalaman, ketelatenan dan kejujurannya dalam memimpin?”.
Bagi yang benar-benar menginginkan perubahan
di Sumatera Utara, bagi yang membenci koruptor dan bagi yang memiliki semangat
nasionalisme, tentu akan menyambut baik niat dan kesediaan Pak Djarot melayani
di Sumatera Utara, tanpa mempermasalahkan darimana dia lahir. Karena jika anda
mempermasalahkan segala hal itu, maka tidak ada bedanya kita dengan kaum micin
penjual politik identas yang ada di negeri ini.
Jangan jadi penyembah pemikiran seperti kaum
micin itu, yang ada itu adalah, “kita membutuhkan kemampuan Pak Djarot untuk
memperbaiki daerah yang sudah sakit parah ini”.
Jika serius mau “main” di Sumut, saya angkat
topi untuk Pak Djarot. Terimakasih atas semangatmu memperbaiki negeri dan semangatmu
melayani masyarakat Indonesia, tanpa memilih-milih daerah manapun yang akan kau
tuju.
Salam sada roha dari Anak Medan. HORAS!
EmoticonEmoticon