Saya
mengagumi Bang Putra Nababan sejak lama, yang dalam kaca mataku adalah seorang
jurnalis handal dan smart. Karena itu belum pernah terbayangkan bisa berdiri
sepanggung dan dipandu oleh beliau, apalagi saya ini dari kampung, Batak tembak
langsung –meminjam istilah Hotman Paris Hutapea- yang datang ke Jakarta untuk
belajar dan mencoba mengambil peluang.
Tapi
kali ini, meski singkat waktunya, saya dipandu langsung Bang Putra Nababan untuk
memberikan pandangan singkat terkait tentang pemuda kekinian di Forum Pemuda
2018 yang digagas dalam rangka peringatan 90 tahun Sumpah Pemuda (28 Oktober
1928 - 28 Oktober 2018).
Saya berdiri bersama para pemuda-pemuda hebat yang menginspirasi, salah satunya
adalah Bupati Trenggalek, Ketua Panitia Perhelatan Asian Para Games, Atlit
peraih medali emas di Asian Games, Pengusaha sukses dan pengabdi di lingkungan
masyarakat pedesaan.
Turut
serta juga para tokoh pimpinan OKP selevel nasional, tokoh senior dan beberapa
anggota DPR-RI seperti Syukur Nababan dan Nico Siahaan.
Nerves,
kaki awalnya terasa gemetaran, dan pikiran tidak bisa fokus pada materi yang
akan disampaikan. Ini kali pertama buatku tampil dihadapan orang-orang hebat
dan berprestasi, siapapun awalnya pasti mengalami hal yang sama.
Selamat
hari sumpah pemuda!
Sebentar,
setiap kali di moment peringatah hari sumpah pemuda, saya selalu teringat
dengan tokoh Kristen dan pahlawan nasional Johannes Leimena mewakili Jong Ambon,
dan Amir Syarifuddin Harahap mewakili Jong Batak pada masa kebangkitan pemuda
yang dikemas dalam pertemuan pemuda dan menghasilkan ikrar Sumpah Pemuda.
Mereka
berdua adalah tokoh dan faunding father yang membidani kelahiran organisasi mahasiswa
Kristen terbesar Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI). Oleh karena itu, bisa
dipastikan bahwa kehadiran GMKI sudah tentu didasari semangat Sumpah Pemuda
dari sejak kelahirannya hingga kini.
Tantangan
kita masa kini adalah degradasi nasionalisme, ancaman persatuan dan kesatuan
NKRI.
Modernisasi
teknologi dan informasi yang menembus ruang-ruang waktu dan batas-batas
teotorial negara membuat setiap orang harus mampu mengimbangi ritme
perkembangan jaman tersebut, kalau tidak, kita bisa digilas dan terkubur
bersamanya.
Pertemuan
muka berkurang, diskusi juga berkurang, yang makin banyak adalah pertemuan
virtual di media-media sosial dan jaringan internet, karenanya kabar-kabar
hoax, berita bohong dan ideologi intoleran yang mengancam persatuan kita begitu
massivenya masuk ke dalam pikiran anak-anak muda tanpa filter, ditambah lagi
adanya gerakan-gerakan cyber yang menciptakan frame negatif dan menyebar
luaskan paham-paham intoleran, terlebih lagi sengaja ditunggangi oleh politikus
"sontoloyo" -memakai istilah Pak'de Jokowi- yang opportunis dan haus
kekuasaan.
Tetaplah
kokoh mempertahankan dan membentengi Indonesia yang Bertanah Air Satu,
Berbangsa Satu dan Berbahasa Satu.
Bersatu
perangi hoax, intoleransi dan paham radikal.
Salam
sada roha dari Anak Medan.
h
o r a s !
EmoticonEmoticon