Sumber : Facebook |
Siporsuk
Na Mamora – Lagi-lagi, kita masih belum bisa aman dalam menjalankan
ibadah di Republik ini, setelah aksi percobaan pemboman di Gereja Katolik St.
Yosef Medan, kini kita benar-benar dikejutkan dengan aksi ledakan di Gereja
Oikumene Samarinda, tak tanggung-tanggung memang korbannya para balita dan
anak-anak yang tidak berdosa.
Negara yang kita cita-citakan adalah negara
yang damai, berkeadilan dan sejahtera, namun belum lagi kita bicara
kesejahteraan, kita sudah di hantui rasa takut dimana-mana, terutama di Gereja.
Para pendahulu bersepakat untuk membentuk
negeri Bhinneka Tunggal Ika, atau kata umumnya disebut negara majemuk, negara
menjamin kebebasan, keamanan setiap warganya, tak peduli agama, suku, ras dan
golongannya.
Apa lagi yang bisa dikatakan dari semua
kejadian ini? Diam atau memaklumi saja? Atau mungkin menerimanya sebagai takdir
minoritas?
Menduga adanya kelompok tertentu yang ingin
menanamkan kebencian terhadap kelompok yang lain sudah pasti memiliki alasan
kuat dengan berbagai rangkaian kejadian akhir-akhir ini. Adanya kelompok yang
memaksakan kehendak di negeri ini untuk menjadikannya sebagai negara agama
sudah pasti bukan hanya sebatas dugaan semata, namun beberapa kejadian
memperjelas keberadaan mereka.
Kelompok nasionalis dan kelompok pluralis
harus bersatu untuk menghadapi ancaman ini, tak lagi cukup hanya retorika para
tokoh yang berbicara hanya sebatas kepentingan eksistensi diri yang suatu saat
bisa berubah jika keadaan berbalik seperti yang para kelompok agamais tertentu
terjadi.
Baru saja kita memperingati sumpah pemuda 28
Oktober 1928 dan Hari Pahlawan 10 November 1945, namun teror tetaplah terjadi.
Kenapa saya sebut Sumpah Pemuda dan Hari
Pahlawan? Bukankah ini merupakan semangat awal republik? Dimana pemuda
berkumpul lintas daerah, agama dan latar belakang? Mereka berkomitmen untuk
membangun sebuah negeri merdeka. Kemudian hari pahlawan, para pahlawan republik
tak lagi berfikir tentang agama dan suku mereka, yang mereka tau adalah
kemerdekaan republik harus diperjuangkan, dipertahankan dan diisi, bahkan yang
tidak memiliki agama sekalipun ikut serta memperjuangkan republik ini.
Teror dan mempertanyakan kembali “Pancasila”
adalah kemunduran yang sangat jauh, bahkan sejauh sebelum kemerdekaan.
Primordialisme agama hanya akan menghancurkan negeri ini, bukan memperbaikinya.
Meletakkan pondasi agama tak lebih baik dari Pancasila di republik ini.
Jihad yang mereka kumandangkan tak semata
murni karena kesalehan atau penghayatan tentang agama, tetapi adalah serigala
berbulu domba, para kaum penjajah baru yang akan meruntuhkan Pancasila. Mereka
hanya ingin meluluhlantakkan republik, lalu menguasainya tanpa ada lagi
toleransi buat kelompok yang lain yang mengakibatkan ibu pertiwi sehari-hari
akan menangis dan menderita dalam pesakitan.
EmoticonEmoticon