Foto Yola Simanjuntak |
Siporsuk Na Mamora – Siapa yang pernah mendengar
nasehat orang tua Batak begini “amang,
unang di lului ho anak boru halak hita na uli rupana dohot mulus kulitna, dang
dapot ho i, alana dohot do marporang najolo boru Batak, jadi pasti kulitna pe
bekas panembakan Bolanda, alai lului ma na lambok marroha – (terjemahan) : nak,
jangan kau cari boru Batak yang cantik wajahnya, mulus kulitnya, itu tidak akan
kau temukan, karena dulu boru Batak ikut berperang, jadi pasti kulitnya bekas
penembakan Belanda, tapi carilah yang cantik hatinya”.
HaHaHa...
Kok saya terkesan hiperbola ya? Yang pasti bukan begitu persisnya, hanya ada
sedikit penambahan kreasi anak yang masih jomblo ini, sedikit kok, tidak
berlebihan.
Fokus
pada “karena dulu boru Batak ikut
berperang, jadi pasti kulitnya bekas penembakan Belanda” supaya jangan
buyar hayalanmu kawan, atau fokus saja sama foto si cantik manis itu, dan
berdoa kalau-kalau dia masih jomblo, atau kalau posisimu sebagai peserta aksi
212 kemarin di Monas, berharaplah dia beragama Islam! Tanyanya pake Bahasa
Indonesia atau Bahasa Batak, jangan tanya pake bahasa Arab, nanti Tuhan tau apa
yang ada dalam otakmu!!! Kalau sudah bisa fokus, kita lanjutkan ya.
Dulu
ada seorang perempuan muda, berani dan cantik, namanya Boru Lopian, putri dari
seorang Raja Sisingamangaraja XII yang memerintah di Tapanuli dan berkedudukan
di Bakara – Kabupaten Humbanghasundutan, dia mati dipangkuan sang ayah di medan
perang melawan Belanda, tak lama kemudian ayahnya pun meninggal ditembak
tentara Belanda (1907).
Banyak
wanita Batak yang terinspirasi darinya hingga hari ini, kematiannya diwaktu
muda sangatlah berkaitan dengan semangat juangnya, itulah yang di teladani boru
Batak hingga sekarang. Perjalanan hidupnya sering dipentaskan pada opera-opera Batak
tahun 70-an hingga hari ini.
Menjadi
seorang srikandi muda tidaklah mudah baginya, semenjak masa kecilnya dilalui
tanpa bermain, dia hidup bersama sang ayah, bergerilia, belajar dari sang ayah
dan hidup dalam pelarian pengejaran tentara Belanda. Kehidupan bersama sang
ayah yang serta merta membentuk karakternya menjadi keras berjuang untuk
kebebasan Bangsa Batak dari cengkraman penjajahan Belanda.
Hal
inilah yang mendasari perkataan orang tua yang saya sebut di atas, ada makna
yang tersirat di dalamnya, bahwa boru Batak itu tidaklah secantik dan semulus
kulit bangsa-bangsa lain, tetapi jangan tanyakan nilai juangnya untuk
anak-anaknya, dan jangan beri penilaian buruk ketika ada mamak-mamak batak
datang kepestamu membawa plastik untuk tempat makanan yang akan dibawanya
pulang ke rumah, atau bahkan tidak makan makanannya dipesta melainkan
memasukkannya keplastik atau ke tasnya untuk dibawa pulang ke rumah, karena itu
semua dilakukannya atas kepeduliannya terhadap anak-anaknya di rumah. Tentu
saja maknanya tak sesempit itu juga, makna sebenarnya adalah bahwa seorang boru
Batak akan rela tidak makan enak, tidak bersolek dan tidak membeli atau bahkan menjual
perhiasan untuk sekolah dan dami kemajuan anak-anaknya, itu filosofi dasar
perjuangan bagi perempuan-perempuan Batak di jaman kekinian.
Tapi
aku mulai sadar, kalau perkataan orang tua itu sekarang bohong, bahwasanya ada
boru Batak cantik menawan tanpa kehilangan karakter daya juangnya yang tinggi.
Pasti
semua yang melihat Yola Simanjuntak ini kemarin di Monas berharap kalau-kalau
ia bragama Islam. Atau bisa jadi patah hati, karena perempuan ini pasti HARAM.
Ya
Tuhan... Kasihanilah aku, aku sudah mulai memperkosanya dalam fikiran ku.
HaHaHaHa
Oya,
hampir terlupa, bekas-bekas penembakan Belanda itu maksudnya kulitnya yang
tidak mulus putih ala artis Dian Sastro, pasti ada bekas-bekas luka yang
menghitam membentuk peta-peta Danau Toba yang ditengahnya ada pulau Samosir, pulau
Sibandang serta solu dan kapal-kapal penumpang yang lagi berlayar.
Aduhhh...
Salah lagi, buat boru Batak se-dunia, maafkanlah kejujuranku ini. Aku padamu, terkhusus
untuk perempuan Batak yang kakinya dipenuhi bekas-bekas penembakan Belanda. I
Lope U martubi-tubi.
EmoticonEmoticon