Foto Surya Paloh di Aksi #KitaIndonesia dan Tengku Erry di Aksi #TangkapAhok |
Siporsuk Na Mamora – Tak adil rasaku berfikir kalau
tidak menumpahkan isi dalam otakku dalam tulisan ku mengenai aksi 412 dan aksi
212 di Sumatera Utara tempat tumpah darah sekaligus tanah kuburan nenek
moyangku dulu yang mati berjuang untuk Indonesia yang merdeka ini, dan perlu ku
beritahu sesuatu samamu kawan, kalau nenek moyangku itu belum Kristen, Islam,
Budha, Hindu, Kong Huchu dan Katolik! Tetapi satu hal, mereka mengorbankan
nyawa, darah, harta, tenaga, pikiran dan bahkan nyawa anak cucunya untuk
kemerdekaan bangsanya yang sekarang bergabung di republik ini.
Apa
arti dari sebuah kemerdekaan? Jokowi memberiku arti di hari akhir-akhir ini,
terserah kalian percaya samaku atau tidak, sepakat atau tidak, bahwa
kemerdekaan itu adalah kegembiraan bersama. Tidak ada yang menderita karna
tidak makan, tidak ada yang menderita karena diskriminasi dan tidak ada yang
menderita karena dia terlahir dalam kelompok agama, suku dan apapun itu yang
berkaitan dengan yang namanya perbedaan.
Coba
ajari aku makna dari kata “Merdeka atau
Mati”, yang dulu terpekik di dalam hutan belantara Tapanuli atau juga hutan
republik ini, yang dulu terpekik ketika kamu masih diam dan tidak berbuat
apa-apa untuk menentukan nasib mu sendiri.
Katakan
jika kau setuju dengan arti yang ku tawarkan ini, bahwasanya dari kedua pilihan
kata itu, kalian harus siap mati, merdeka juga harus siap mati, jika tidak merdeka
juga kalian harus siap mati, mati jiwa yang terparah.
Dibalik
pohon-pohon hutan Tapanuli, dibalik batu-batu tanah Tapanuli dan di atas gunung
Pusuk Buhit mereka berlindung, berharap pada alam agar mereka diuntungkan untuk
satu menit, satu jam, satu hari dan bahkan hari demi hari yang hampir mustahil
alam bisa memberi mereka waktu lebih banyak untuk merasakan segarnya air danau
toba, sejuknya udara Tapanuli dan indahnya pesta budaya raknyat.
Mereka
mengisahkan samaku bahwa bangsaku adalah bangsa yang ramah, santun dan toleran,
dalam nasehat (poda) saya dengar “Batak
adalah tuan rumah yang baik” atau dalam tindakan “kalau ada tamu, kasihlah sitonggi-tonggi (manisan/makanan manis)
terlebih dahulu atau persilahkan masuk dan makan, biar manislah hubungan dan
pembahasan selanjutnya”. Bahkan mereka kisahkan samaku lagi kalau aku harus
menderita jika tamu ku tidak minum dan tidak memakan makanan dirumah ku.
Aku
tak mau, kalau aku kalian ikut sertakan dalam situasi sekarang ini yang membuat
anda ORGASME, karena itu bukan orgasmeku, aku tetap orgasme dengan normal di
atas tempat tidur disamping wanita pujaan hati.
Tetaplah
buat kegembiraan dirumahmu, disaat ada tamu atau disaat tidak ada tamu.
Orgasmelah saat berdua, jangan saat ramai-ramai dan atau saat sendiri, itu
namanya sakit jiwa kawan!
Sesekali,
berkunjunglah, menginaplah dan bergembiralah di Danau Toba, bercengkrama di
atas solu/kapal, di hutan ataupun diatas pasir. Rasakan hembusan angin sejuk
dan desiran air jernih “Aek Sipangolu”
di Huta Bakara – Kabupaten Humbanghasundutan. Niscahya jiwamu akan terobati
oleh alam ku ini.
Jangan
bermimpi ke Danau Toba setelah pakai baju orange yang berharga satu milliar
itu, karena itu tidak akan bisa, nikmatilah saat kau benar-benar bebas terbang
seperti burung merpati, karena setelah di sangkar mustahil kau bisa
menikmatinya, walaupun itu sangkar terbuat dari perak, emas atau bahkan
berlian, ataupun bahkan jika penjaranya berada di atas Danau Toba.
Berorgasmelah dengan seni atau budaya, jangan karena agama, mudah-mudahan kaupun akan paham bagaimana seni bercinta dan budaya menghargai wanita di tanah ku ini.
Berorgasmelah dengan seni atau budaya, jangan karena agama, mudah-mudahan kaupun akan paham bagaimana seni bercinta dan budaya menghargai wanita di tanah ku ini.
EmoticonEmoticon