Sunday, December 4, 2016

#Kita Indonesia #Tangkap Ahok

Foto Surya Paloh di Aksi #KitaIndonesia dan Tengku Erry di Aksi #TangkapAhok
Siporsuk Na Mamora – Tak adil rasaku berfikir kalau tidak menumpahkan isi dalam otakku dalam tulisan ku mengenai aksi 412 dan aksi 212 di Sumatera Utara tempat tumpah darah sekaligus tanah kuburan nenek moyangku dulu yang mati berjuang untuk Indonesia yang merdeka ini, dan perlu ku beritahu sesuatu samamu kawan, kalau nenek moyangku itu belum Kristen, Islam, Budha, Hindu, Kong Huchu dan Katolik! Tetapi satu hal, mereka mengorbankan nyawa, darah, harta, tenaga, pikiran dan bahkan nyawa anak cucunya untuk kemerdekaan bangsanya yang sekarang bergabung di republik ini.

Apa arti dari sebuah kemerdekaan? Jokowi memberiku arti di hari akhir-akhir ini, terserah kalian percaya samaku atau tidak, sepakat atau tidak, bahwa kemerdekaan itu adalah kegembiraan bersama. Tidak ada yang menderita karna tidak makan, tidak ada yang menderita karena diskriminasi dan tidak ada yang menderita karena dia terlahir dalam kelompok agama, suku dan apapun itu yang berkaitan dengan yang namanya perbedaan.

Coba ajari aku makna dari kata “Merdeka atau Mati”, yang dulu terpekik di dalam hutan belantara Tapanuli atau juga hutan republik ini, yang dulu terpekik ketika kamu masih diam dan tidak berbuat apa-apa untuk menentukan nasib mu sendiri.

Katakan jika kau setuju dengan arti yang ku tawarkan ini, bahwasanya dari kedua pilihan kata itu, kalian harus siap mati, merdeka juga harus siap mati, jika tidak merdeka juga kalian harus siap mati, mati jiwa yang terparah.

Dibalik pohon-pohon hutan Tapanuli, dibalik batu-batu tanah Tapanuli dan di atas gunung Pusuk Buhit mereka berlindung, berharap pada alam agar mereka diuntungkan untuk satu menit, satu jam, satu hari dan bahkan hari demi hari yang hampir mustahil alam bisa memberi mereka waktu lebih banyak untuk merasakan segarnya air danau toba, sejuknya udara Tapanuli dan indahnya pesta budaya raknyat.

Mereka mengisahkan samaku bahwa bangsaku adalah bangsa yang ramah, santun dan toleran, dalam nasehat (poda) saya dengar “Batak adalah tuan rumah yang baik” atau dalam tindakan “kalau ada tamu, kasihlah sitonggi-tonggi (manisan/makanan manis) terlebih dahulu atau persilahkan masuk dan makan, biar manislah hubungan dan pembahasan selanjutnya”. Bahkan mereka kisahkan samaku lagi kalau aku harus menderita jika tamu ku tidak minum dan tidak memakan makanan dirumah ku.

Aku tak mau, kalau aku kalian ikut sertakan dalam situasi sekarang ini yang membuat anda ORGASME, karena itu bukan orgasmeku, aku tetap orgasme dengan normal di atas tempat tidur disamping wanita pujaan hati.

Tetaplah buat kegembiraan dirumahmu, disaat ada tamu atau disaat tidak ada tamu. Orgasmelah saat berdua, jangan saat ramai-ramai dan atau saat sendiri, itu namanya sakit jiwa kawan!

Sesekali, berkunjunglah, menginaplah dan bergembiralah di Danau Toba, bercengkrama di atas solu/kapal, di hutan ataupun diatas pasir. Rasakan hembusan angin sejuk dan desiran air jernih “Aek Sipangolu” di Huta Bakara – Kabupaten Humbanghasundutan. Niscahya jiwamu akan terobati oleh alam ku ini.

Jangan bermimpi ke Danau Toba setelah pakai baju orange yang berharga satu milliar itu, karena itu tidak akan bisa, nikmatilah saat kau benar-benar bebas terbang seperti burung merpati, karena setelah di sangkar mustahil kau bisa menikmatinya, walaupun itu sangkar terbuat dari perak, emas atau bahkan berlian, ataupun bahkan jika penjaranya berada di atas Danau Toba.

Berorgasmelah dengan seni atau budaya, jangan karena agama, mudah-mudahan kaupun akan paham bagaimana seni bercinta dan budaya menghargai wanita di tanah ku ini.

Artikel Terkait


EmoticonEmoticon