Monday, December 5, 2016

Kita Semua Punya Gunung

Sumber : Facebook
Siporsuk Na Mamora - Teringat di bulan 9-10 tentang berita kekeringan yang terjadi di Balige - Kabupaten Toba Samosir - Sumatera Utara yang mengakibatkan gagal panen dan kesulitan air untuk lahan pertanian. Hal ini membuat para petani kesulitan ekonomi, dan mamang disana profesi sebagian besar penduduk adalah petani.

Balige yang merupakan salah satu kota kecil yang bersinggungan langsung dengan air Danau Toba bisa-bisanya mengalami kekeringan, ini merupakan salah satu pertanyaan besar bagi saya, di tempat yang bagiku sebuah kemustahilan mengalami kekeringan ternyata bisa terjadi kekeringan air. Bukan tanpa alasan, beberapa penelitian mengatakan bahwa Danau Toba adalah danau yang airnya tidak akan mungkin kering.

Terfikir juga kalau ternyata kami di tanah Batak ini mengalami keterbelakangan fasilitas pertanian yang sangat jauh, hingga air yang jaraknya 2 kilometer dari pinggir danau tidak bisa tarik untuk membasahi lahan pertanian, pemerintahannya juga terlihat mandul, terlebih dinas pertaniannya yang sama sekali tidak merefresentasikan kecanggihan pertanian masa kini, terkesan manoton dan begitu-begitu saja, perannya tidak kelihatan signifikan dalam lingkungan masyarakat yang sudah dari dulu menjalankan aktivitas bertani.

Oh... Baru teringat, sewaktu berkunjung ke sebuah lokasi disana untuk menjumpai seorang wanita di tahun 2014, lokasinya penuh pemukiman warga, ada bau-bau tak sedap disana, hingga membuat saya pusing sampai sakit kepala. Ternyata itu berasal dari zat kimia bubur kertas sebuah pabrik kertas yang bernama PT. Toba Pulp Lestari atau sebutan Indorayon yang populer di lingkungan masyarakat setempat.

Kenyataan yang membuat misi ku kesana buyar, aku justru duduk di sebuah kedai kopi yang tidak jauh dari pabrik kertas itu, aroma kopi Silintong dan suasana markombur (bercerita) dengan salah satu warga disana membuatku hanyut dalam suasana diskusi serius, kadang-kadang angin berhembuas membawa aroma busuk itu membuat konsentrasi hilang, kenyataan bahwa negeri Toba yang dulu sejuk dan udaranya segar telah termentahkan oleh bau busuk ini.

Dampaknya tidak hanya sekedar menimbulkan aroma kimia yang busuk di daerah Porsea saja, tetapi juga membuat hutan-hutan gundul dan tandus, menimbulkan konflik sosial hingga berjatuhan korban nyawa di beberapa desa termasuk salah satunya desa Sipitu Huta. Puncak persoalan PT. TPL ini terjadi di tahun 1980 hingga 1990-an. Pernah juga terbacaku sebuah artikel penelitian yang mengatakan bahwa aroma zat kimia ini bisa berdampak pada pertumbuhan bayi di lingkungan sekitarnya. Ditambah lagi kalau perusahaan ini tidak disiplin soal pengelolaan limbahnya, tidak jarang warga melapor bahwa limbah perusaan ini dibuang ke sungai Asahan, tentu ini sangat berdampak bagi perusakan lingkungan.

Hutan di Tapanuli adalah mayoritas hutan adat, kayu yang dulunya heterogen sekarang telah berubah menjadi homogen, jika dulu warga banyak menanam pohon Haminjon agar sekaligus membantu ekonomi, sekarang telah menjadi Ekaliptus akibat dari invasi hutan adat yang dilakukan oleh PT.TPL  dengan tujuan agar kedepannya mereka bisa menebang kayu itu dan dikelola menjadi kertas, mereka sering melakukan program pelestarian lingkungan dengan penanaman pohon tetapi isinya adalah menanam pohon ekaliptus juga, memperdaya warga adalah keahlian mereka, tak jarang juga mereka memperdaya mahasiswa, dan bodohnya mahasiswa itu juga mau diperdaya, mungkin dasarnya mereka adalah mahasiswa angka, terlebih angka-angka rupiah. Bukan itu saja, para pemuka Gereja juga mereka kendalikan untuk kepentingan aset-aset dan keberlanjuatan perusahaan.

Banyak yang melawan, tetapi kalah jumlah dengan para penjilat yang ingin meraup keuntungan dari perusahaan, yang paling populer adalah "menjual gerakan", metode mereka yang paling populer adalah dengan mengajak makan di hotel berbintang (mengeluarkan rilis dukungan masyarakat di media), mendanai mahasiswa study banding (mengeluarkan rilis dukungan mahasiswa di media), melakukan program penghijauan (isinya menanam ekaliptus), hingga membiayai para calon-calon DPR/DPRD dan calon Kepala Daerah yang berkaitan langsung ataupun tidak langsung dengan perusahaan, guna untuk membangun citra baik bagi perusahaan di mata publik dan media yang berujung pada peningkatan harga saham perusahaan dan kebebasan mengekploitasi hutan adat.

Selain dampak lingkungan, damapak yang paling membahayakan adalah dampak sosial yang ditimbulkan, itu menurut pendapat saya, seperti yang saya sebutkan di alinea ke-6, teman-teman bisa bayangkan apa jadinya generasi bangsa kita jika ini terus-menerus di pertahankan berada di tanah Batak, bisa jadi generasi kita yang terkenal terdidik akan mengalami keterbelakangan mental akibat zat kimia yang menyerang pertumbuhannya. Beda lagi dengan konflik horizontalnya, yang terkadang membuat persaudaraan terputus akibat keserakahan terhadap angka-angka rupiah yang ditawarkan perusahaan ini, tak berhenti hanya disitu, bahkan kelompok warga yang saling membunuh juga sudah terjadi, terlebih akibat aparat yang terkesan menjadi pelindung bagi perusahaan ini.

Jangan berharap hutan itu akan hijau kembali atau air yang melimpah, itu tidak akan terjadi selagi perusahaan penebang kayu itu masih ada dan berdiam disana hingga waktu yang tidak ditentukan, untuk penguasaan hutan yang tidak terbatas dan tidak di evaluasi hingga hari ini akibat dari pejabat korup.

Saya ingin mengingatkan kita semua dengan nasehat Raja Sisingamagaraja XII yang dulu hidup untuk melindungi segenap teotorial tanah Batak beserta penghuninya, katanya begini "Ula tanom, asa unang di gomak Bolanda penjajah - Terjemahan : Usahakan tanahmu, supaya tidak diambil/dikuasai Belanda penjajah".

Untuk terakhir saya sampaikan bahwa tanah bagi orang Batak adalah identitas diri sebagai suatu bangsa, jika tanah sudah tidak ada, maka siapakah yang disebut bangsa Batak? Tanah mana lagi yang kita sebut dengan Bona Pasogit? Atau katakanlah kau sukses di Negeri orang, tapi bukan berarti tanahnya itu menjadi identitasmu.

Sekarang mungkin gunung-gunung, hutan-hutan itu telah menjadi tandus dan tidak bisa memberi manfaat sebaik dulu lagi, atau udara dan airnya tidak lagi sesegar dan sebening dulu, tapi bukan berarti tanggung jawab kita untuk merawat, menjaga dan mempertahankannya hilang begitu saja sekalipun anda telah menemukan tanah yang lebih subur dan air yang lebih jernih di negeri orang.

Gunung Pusut Buhit tempat nenek moyang kita dulu bertengger menatap keindahan Danau Toba, jangan kita biarkan di rebut orang lain, kita rawat dan lestarikanlah untuk masa depan bangsa Batak yang katanya adalah manusia-manusia unggul ini. 

Artikel Terkait


EmoticonEmoticon