Monday, December 26, 2016

Menilik Komitmen Bapak Panjaitan


Siporsuk Na Mamora - Pak tua Luhut membuat statemen ambigu ah... Tak to the point, siapa sebenarnya penerima dana 5 M yang kegirangan itu? Yang jelas dong pak tua, jangan jadi memunculkan anggapan-anggapan yang lain, bikin penasaran aja.

Inilah salahnya kita punya otak, instingku langsung mengarah ke dana CSR lagi ini, payah memang punya otak kecil seperti ini, kalau bisa ganti otak, saya sudah ganti saja cepat-cepat dari dulu.

Oya, kemarin-kemarin ada beberapa kelompok masyarakat yang ribut soal pencairan dana CSR di Tobasa, mereka menuntut agar TPL segera mencairkan dana CSR yang telah terlambat. Mungkin sekarang sudah cair.

Ada 2 hal yang muncul di fikiranku soal dugaan penerima dana 5 M yang dimaksud pak panjaitan.

Pertama adalah orang dikalangan pemerintahan yang baru-baru ini muncul di Media memberi penghargaan green industri tertinggi untuk TPL, memang pemberian penghargaan ini penuh dengan teka-teki yang rumit, seperti benang kusut yang tak tau dimana ujungnya.

Apa iya pemberian penghargaan itu berkaitan dengan dana 5 M? Mungkin saja itu terjadi, agar pencitraan semakin mantab terhadap TPL yang berakibat pada naiknya nilai jual saham di pasar nasional dan internasional, yang paling utama adalah memperkecil tekanan dari kalangan aktivis lingkungan nasional dan internasional perihal kerusakan lingkungan yang ditimbulkan oleh perusahaan tersebut.

Ke 2 adalah tentang penerima CSR perusahaan, memang jika di hitung2 1% dari keuntungan TPL bisa mencapai 5 M pertahunnya, dana ini akan di sebar ke beberapa kelompok masyarakat, baik itu Yayasan, kelompok tani, sekolah, pemerintah dan lain-lain melalui beberapa program, yang paling tersorot adalah penanaman pohon dan santunan beasiswa.

Kedua hal ini yang membuat banyak diam, sehingga opini di publik pun bisa teredam dengan sistematis, bahkan cenderung menjadi keuntungan untuk TPL, soalnya masyarakat sudah ketergantungan, mereka bilang masyarakat akan rugi apabila TPL ditutup, yang benar saja.

Semoga saja kebisuan kita selama ini tidak dalam rangka menggadaikan masa depan anak cucu kita. Lalu selanjutnya, kitapun tak lagi berselera untuk mengatakan bahwa tanah itu adalah tanah Batak, karena air takkan ada lagi dan tanahnya menjadi tandus, kuburan oppung kitapun akan berganti dengan pohon ekaliptus. Kenapa begitu? Karena mereka tidak memiliki HTI, mereka pikir bahwa tanah itu semua adalah tanah yang bebas mereka tanami ekaliptus, tanpa pajak, sewa dan tanpa dana pemeliharaan.

Berlipat-lipat untung mereka kan? Pohon tak membeli, sewa tanah tak berbayar dan pemeliharaan hutan dan kayu tak ada, ditambah lagi limbah bebas dibuang kemana saja, gratis tanpa ada yang komplain.

Pantas saja untungnya berlipat ganda seperti kata pak Panjaitan.

Jangan-jangan nanti kopi juga tak bisa tumbuh lagi disana ya... Lalu apa yang harus kita minum lagi, harus impor lagi? Hajaplah kita. 

Artikel Terkait


EmoticonEmoticon