Rumah Bolon di Kompleks Istana Raja Sisingamangaraja XII Bakara |
Siporsuk Na Mamora - Saat kecil, cerita apa yang
sering kamu dengarkan atau diperdengarkan orang tua kepadamu? Mungkin kita
masing-masing berbeda.
Jika
mengenang masa kecil, ada cerita yang sangat teringat olehku, tentang
patriotisme para tentara dan ketegasan pemerintah.
Sengaja,
waktu kecil saya malah meminta baju tentara, karena memang saya sangat
terobsesi akan cerita patriotisme tentara dan pahlawan untuk memperjuangkan Republik
ini. Sesekali, bapak mengajariku cara menghormat dan baris-berbaris. Pistol
mainankupun ada waktu itu.
Cerita
tentang kerusuhan dan perselisihan sosial hampir tak pernah terdengar olehku.
Yang ada hanyalah cerita tentang kisah Ompung ku, baik laki-laki maupun
perempuan (mereka adalah veteran) tentang perperangan dan missil dimana-mana,
waktu itu mereka di Barus. Tugasnya mengantar makanan buat para gerillyawan di
hutan.
Sembari
tidur, saya diceritakan akan sosok seorang Raja Sisingamangaraja XII yang adalah
sebagai Raja Batak juga Pahlawan Nasional NKRI, dia adalah bagian dari marga
kami Sinambela, tidak sembarang manusia katanya. Paling tidak, yang paling ku
ingat adalah tentang kesaktiannya, kuda putihnya, putri Lopian, Patuan Anggi
dan Patuan Nagari.
Sontak
ketika itu juga aku semakin kegirangan kala orang tua membelikanku
"keroncong", kami bernyanyi di ladang tentang lagu
"Sisingamangaraja XII", kadang-kadang saya dimarahi karena terlalu
banyak bermain keroncong.
Diladang
itu sunyi, disana ada pohon rambutan, saya memutar radio dan kaset tentang
lagu-lagu yang dinyanyikan Caharles Simbolon dan mendengar seruling dari Korem
Sihombing.
Seketika,
saya tertidur dan bangun lagi, lalu menangis karena mendengar
"sarune" (alat musik tiup Batak) yang dibunyikan oleh pemainnya yang
kebetulan adalah tetangga kami di ladang.
Lari
dan lari sekuat tenaga kepangkuan sang ibu, lalu menangis sejadi-jadinya. Hahaha...
Itu menjadi sangat lucu jika ku kenang hari ini.
Okelah,
masa kecil suram yang tidak memiliki waktu bermain seperti kawan-kawan yang
lain, hanya bermain di batas-batas persawahan dan pohon-pohon di hutan yang
kami rintis waktu itu.
Kata
bapakku “jangan kalian ingin ikut-ikutan seperti mereka yang setiap hari di “huta”,
mereka bermain-main karena tidak ada lahan yang mau dikerjakan, sementara kita,
banyak hasil yang harus kita ambil dan banyak pohon yang harus kita tanam agar
bisa menghasilkan 5-10 tahun lagi kedepan untuk uang sekolah kalian jadi
sarjana”.
Sepertinya
ingin kembali dimasa itu, apakah aku masih merasa takut mendengar bunyi
"sarune"? Mungkin iya dan mungkin tidak, tapi satu hal yang pasti
bahwa, kembali kemasa itu sudah pasti tidak mungkin!
Hari
ini, di waktu dewasa, aku hanya takut pada satu hal saja, yaitu
"dicubit", yahhh... rasanya mau mati saja kalau aku sudah di cubit,
lebih baik melompat dari lanti 2 gedung atau di pukuli pake "lilitan sapu
lidi".
Kawan-kawan
tau? Saat bersepeda di boncengan Ompung doli, dia sering bilang begini "goarmu
si Benar namarlapatan sintong, alai pangalahomu holan na salah do jala jugul,
unang songoni ho da anggi? Bapakmu mambaen goar i asa sintong do pangalahomu
dung magodang" Lalu ku jawab "olo ompung" sambil memeluk erat
pinggangnya di tepi pantai Binasi, Sorkam Barat, Tapanuli Tengah.
Kadang kami berhenti di pelelangan ikan, ikan
yang paling disukai adalah ikan Pari, enaknya memang luar biasa kalau di
panggang dan diberi cabai potong, kecap, bawang dan jeruk nipis.
EmoticonEmoticon