Gambar : Louis Amstrong |
Siporsuk Na Mamora - Lagi musim ya, gerakan memblokir
pertemanan di media sosial, alasannya hanya soal harga menghargai. Padahal, aku
baru saja melepas blokiran semua di tahun 2017 ini, dengan harapan akan ada
kebaikan yang muncul ke depan dengan mereka yang dilepas masa blokirannya.
Saya
tidak ingin bercerita soal lapor-lapor, karena itu adalah jalur yang sah secara
hukum dan kita sebagai warganegara yang baik harus kita hormati dan taat kepada
hukum dan aturan itu.
Kritikanku
kali ini kepada senior yang ku anggap selama ini paling dekat, tetapi ikatan
emosional baginya mungkin tak bermakna, hanya ikatan kepentingan yang penting, tetapi
itupun harus kita hormati, hanya saja kita salah menggunakan "hati"
dalam proses kedekatan selama ini. Kita fikir dia berbeda dengan yang lain.
Jika
boleh merevew ke belakang, sebenarnya sudah banyak hal yang kita lakukan
bersama, bahkan cerita dari hati ke hati dalam suasana kegembiraan yang kadang-kadang
distimulus dengan sedikit minuman yang bisa membuat aku, dia dan beberapa kawan
yang lain bergembira.
Singkatnya,
ada sedikit perbedaan pemahaman soal ide dan tatacara melaksanakannya, ditambah
bumbu-bumbu kecil yang terkesan "nakal" menurut saya, tapi mungkin
bagi mereka itu sangat penting untuk "income" pundi-pundi atau apalah
itu namanya, baik nama baik, kehormatan dan legitimasi sebagai tokoh tua yang
berpengaruh dan lagi ingin “mengabadikan” nama.
Sesering
saya makan siang dan minum air putih setiap hari, seperti itulah dia
menasehatiku, tetapi tetap saja ketika hari ini kusadari bahwa itu adalah dalam
rangka proses menjinakkan/menundukkan ku.
Tak
jarang sesekali dimasa kami "mesra", dia memuji-muji dan
mengangkat-angkatku di depan para koleganya, disaat itu kurasa sangat jujur,
tetapi sekarang, ternyata oh... ternyata, itu hanya sebagian kecil dari
intriknya untuk mendapatkan hal yang lebih.
Akusih
sah-sah saja, ketika itu dibalut dengan makna dari sebuah "rasa" yang
sama dan jika itu bagian dari kecerdikan bersama dan ketulusan bersama, yang
pasti untuk tujuan bersama.
Sekarang
bola itu telah menjadi liar, seliar hewan-hewan buas di hutan belantara, untuk
menghindarinya kurasa sulit sekali, akupun terkadang merasa tersesat karena
sudah begitu jauh aku dibawa kedalam hutan itu, tanpa penjelasan dan tanpa
rambu-rambu jalan dan atau tanpa meninggalkan kode di jalanan hutan.
Rambu-rambu
yang kami sepakati di awal adalah salahsatunya "Gerakan Kebudayaan",
tetapi itupun tidak di hiraukan, sementara itu adalah bagaikan kompas pegangan
bagi masing-masing personal yang mengambil bagian didalamnya.
Mungkin
bukan hanya aku saja, tetapi mungkin juga kawan-kawan yang lain merasakan hal
yang sama, aku yakin itu.
Apa
arti dari sebuah gerakan tanpa koridor? Pertanyaanku untuk "KAUM TUA"
yang mengaku sebagai AKTIVIS TUA, seolah dengan embel-embel itu mereka
ditempatkan pada tempat yang paling tinggi, sehingga AKTIVIS MUDA harus tunduk
dan mengakui mereka paling PINTAR dan BENAR!.
Sementara
kita belum flashback ke belakang, mungkin mereka adalah orang-orang yang belum
puas di masa muda, prematur? Mungkin iya, atau mereka adalah orang-orang yang
SADAR setelah tua. Ada juga yang dulu mudanya "PUAS" sekarang telah
mandul dan menjadi feodal, pemikiran orang seperti itu lebih mundur lagi.
Hanya
satu keunggulan KAUM TUA dan satu kekurangan KAUM MUDA menurut saya. Yaitu, keunggulan
KAUM TUA duluan lahir dan kekurangan KAUM MUDA belakangan terlahir.
EmoticonEmoticon