Friday, January 27, 2017

Dipantaskan Oleh Karena Kesamaan Agama

Foto : Ilustrasi Perjuangan Pahlawan Republik
Siporsuk Na Mamora - Sebuah kisah senantiasa selalu mengontrol kehidupan umat manusia dimasa mendatang, bagaimanapun itu perbedaan situasinya, tetapi manusia akan selalu mencari kesesuaian selalu dengan kisah lama, mungkin saya salah satu yang terjebak di dalamnya, tapi tak apalah, itu bukan sebuah dosa besar, namun kita ingin melihat hikmah dari semua kejadian dimasa lalu mengambilnya agar peradaban kita semakin maju kedepan dengan meninggalkan hal-hal buruk dari masa lalu.

Ini soal kepantasan dan penerimaan seorang umat manusia hanya dengan jubah Agama yang dianutnya dalam sebuah ruang lingkup manusia di lingkungan penganut mayoritas, akibatnya kadang-kadang kita lupa untuk menerima manusia lain yang tidak seagama dengan kita, bahkan cenderung kata-kata yang tidak pantas kita alamatkan kepada mereka, sehingga mengakibatkan kebecian yang mendalam dan terkesan sangat buruk, salah satu contoh "manusia pendosa atau manusia kafir" atau kalau dikampung kami disebut "sipele begu (penyembah iblis/berhala)", mungkin bagi sebagian ajaran agama mereka pantas untuk dibunuh, tatapi atas nama kemanusiaan, tindakan itu sangat tidak dibenarkan.

Takkan jauh saya ke timur tengah atau ke eropa untuk mencari kisah ini, bagi saya itu sudah terlalu usang untuk disebutkan.

Mari arahkan perhatian kita pada persoalan semangat kebangsaan kita hari ini, belum sempat matahari terbit, saya membaca sebuah statemen dari seseorang yang diragukan kepribumiannya, orang yang dari jaman dahulu selalu menjadi target amukan pribumi dikala situasi ekonomi semakin sulit, juga termasuk orang yang pada kaumnya selalu dialamatkan simbol "palu arit".

Ya, itu nyata, tetapi kemudian mengatakan kalau nyawa Indonesia ada pada kelompok agama tertentu, dan agamanya itu dikatakan diatas segalanya, mungkin termasuk diatas republik ini termasuk diatas pemerintahan. Sedikit disampaikan soal sejarah peran penting orang-orang penganut agama itu dalam hubungannya dengan pergerakan perjuangan kemerdekaan.

Seharusnya, jika dilihat dari semangat gerakan sektarian yang beberapa bulan ini mencuat, termasuk semangat untuk menjegal Ahok di Pilgub DKI Jakarta, dan secara genetik sebenarnya dia sama dengan Ahok, maka dia juga merupakan bagian dari target bukan? Akantetapi itu tidak terjadi, apakah karena dia sekarang adalah bagian dari penganut agama itu, yang memjadikan dia sering di sanjung-sanjung karena jarang-jarang orang bergenetik seperti dia menganut agama mereka di Indonesia, apalagi sampai pada tahap "pengajar" dalam kategori agama mereka.

Ini suatu hal yang tidak konsisten, seharusnya dia juga harus mereka usir dong? Jika mengikut dari semangat gerakan sektarian itu. Tetapi nyata-nyatanya mereka tidak melakukan itu. Aneh kan?

Apa mungkin karena mereka sama-sama punya jenggot? Ahhh... Jenggot itupun terlalu dipaksakan, karena sangat jarang dagu manusia sejenisnya ditumbuhi jenggot.

Okelah, seruput kopi dulu ya... Biar santai, masih panjang soalnya tulisan ini, jika diputus disini, nanti emosi anda kepalang tanggung, tidak klimaks maksudnya.

Selanjutnya kita melihat seorang Tuanku Imam Bonjol, salah satu manusia yang diberi penghargaan gelar Pahlawan oleh republik ini, seorang berjenggot juga.

Apa hal yang istimewa dari si Bonjol ini?

Bagiku dia tak lebih seorang radikal, provokatif, dan pembantai sesama manusia dan pembunuh bangsa sendiri, kalau dia berperang melawan penjajah itu sah-sah saja diberikan penghargaan gelar pahlawan. Ijinkan saya mengatakan kalau dia seorang penghianat! Otak dari perang padri di Tanah Batak, melawan Raja Sisingamangaraja yang nyata-nyata berperang melawan penjajahan pada masa itu.

Lalu pertanyaan yang muncul dibenak ku atau mungkin juga dibenak kawan-kawan, apakah yang membuat dia menjadi pantas sebagai pahlawan?

Mari perbandingkan kedua kisah ini, apa yang membuat mereka menjadi pantas? Lalu benarkah nyawa republik hanya ada pada agama mereka? Salah satu contoh katakanlah seperti Imam Bonjol, pantaskah dia menjadi nyawa republik?

Jangan sampai kita lupa akan nyawa jutaan manusia yang terlahir dengan kebudayaannya, dengan ketidak tahuannya soal "surga" dan "neraka" dan kemudian mati akibat dari penyiksaan dan nyawanya putus diujung berdil para penjajah untuk sebuah harga diri republik dan masa depan anak cucunya yang merdeka. Nyawa mereka juga ada dan hidup di republik yang sekarang tempat kita berpijak.

Konsistenlah pada nilai-nilai kemanusiaan, bukan karena kesamaan agama, tetapi karena kepedulian dan atas nama harkat martabat manusia itu sendiri.

Jika kita memaknai kemerdekaan itu adalah anugrah dari Tuhan, maka berfikirlah bahwa republik ini dianugrahkan untuk dirawat dan dijaga semua umat manusia yang ada didalamnya, jangan sampai ada yang merasa lebih berperan apalagi lebih pantas memimpin atau untuk memiliki segala yang ada didalam republik yang secara tidak langsung mencabut hak orang lain untuk menikmati kemerdekaan ini.

Artikel Terkait


EmoticonEmoticon