Thursday, January 5, 2017

Persiapan Mental Dipinggir Danau Toba

Ziarah di Istana Raja Sisingamangaraja, Bakara
Siporsuk Na Mamora - Perjalanan yang cukup panjang, mulai tanggal 3-5 Januari 2016 mengeliligi Danau Toba dan berkunjung ke rumah kawan-kawan anak muda, kadang bertemu di tempat-tempat wisata dan bercerita sambil minum kopi bersama di pinggir Danau Toba.

Perjalananku dimulai dari kampung halaman Sorkam Barat, Tapanuli Tengah - Tarutung - Balige - Lintong Nihuta - Bakara - Dolok Sanggul - Pakkat - Barus hingga nanti berakhir di kampung halaman lagi.

Melihat pemandangan indah sembari lewat itu hanya selingan, sementara yang utamanya adalah untuk mempersiapkan segala sesuatu yang berkaitan dengan kasus yang hari ini ku hadapi, memhadapi gugatan seseorang beserta kelompoknya di Polda Sumatera Utara terkait tulisanku tentang pergantian jalan Raja Sisingamangaraja XII di Dolok Sanggul adalah pengalaman pertamaku setelah sebelumnya banyak diam dan berpura-pura tidak melihat, ceritanya menjadi anak baik-baik saja.

Dalam selingan cerita kami, muncul suatu ide bahwa seharusnya Humbanghasundutan haruslah menjadi daerah yang kental dengan seni dan budaya Batak, katakanlah salah satu contoh seperti ornamen gedung-gedung pemerintahan.

Ini bukanlah suatu hal yang mustahil dilakukan dan bukan pulak suatu hal yang terkesan "lebay". Lihatlah daerah-daerah lain di Jawa, Aceh dan Bali, ketika masuk ke daerah tersebut, anda akan merasa sangat akrab dengan budaya disana.

Tapi apa yang terlihat di Humbanghasundutan? Bahkan saya katakan sangat jauh dari apa yang dibayangkan.

Humbanghasundutan adalah daerah kelahiran seorang Raja Sisingamangaraja yang berkedudukan di Bakara sekaligus juga Pahlawan Nasional NKRI, oleh karena itu, sebaiknyalah diberi sebuah sentuhan yang "khas" seperti di daerah-daerah yang saya sebutkan di atas. Atau dengan kata lain harus merefresentasikan ha-Batak-on.

Ini berkaitan dengan ekspresi kebanggaan kita sebagai suatu bangsa yang berbudaya Batak, jika untuk itu kita sepikiran dan se rasa, mari kita kembangkan dalam imajinasi masing-masing.

Jangankan dulu untuk menghargai jasa ke Raja-annya Raja Sisingamangaraja, tetapi coba kita berfikir hanya sebatas untuk mengungkapkan kebanggaan kita sebagai bagian dari diri sang Pahlawan Nasional NKRI, apa itu terlalu sulit buatku, buatmu dan buat kita semua?

Tak pupus harapan kalaupun tak ada lagi yang menghargai sang Raja di jaman yang kita katakan maju ini, karena dalam setiap hati orang Batak pasti semangat juangnya terjaga dengan rapi dan utuh hingga maranatha, mulai dari kelahiran dulu, sekarang dan yang akan datang.

Rute perjalanan yang ku tempuh hari ini tak sebatas untuk persiapan alat bukti semata, boleh dibilang lebih pada persiapan mental dan bathin, mana kala saya tak bisa lagi berjalan di tepian Danau Toba dan minum kopi dihari-hari berikutnya, dan puji Tuhan mentalku sudah siap untuk resiko apapun.

Sesekali aku singgah di lokasi dimana orang-orang lokal mengabadikan kenagan perjuangan Raja Sisingamangaraja, agar hatiku semakin mengenalnya dan bisa merasakan kesedihannya melihat tingkah para generasi penerusnya.

Keyakinanku takkan pudar walaupun sebagian dari kalian akan mengutukiku akibat dari ketidak pahaman kalian akan persoalan ini, kenapa? Karena anda hanya melihat sebelah mata, maklum media juga tidak berimbang dan tidak memihak samaku, tetapi satu hal, aku takkan bisa lagi melupakan “nama-nama mereka” itu hingga kapanpun dan dimanapun. Berdoalah supaya saya kelak tak bisa keluar dari jeruji besi itu pada Tuhan mu yang kau kenal dan kau sembah dengan tanpa dibenarkan memakai ulos hasil tenunan tangan orang Batak.

Seperti kau dan kawan-kawanmu yang lain membakar ulos dan mengolok-olok peninggalan/warisan para pendahulu, begitu jugalah bara api semangat dan daya ingatku terhadap kotornya hatimu.

Berdoalah juga agar matahari lebih cepat tenggelam di hadapanku kawan, agar kelak kau semakin “dimuliakan” para pemikir dan peng-Iman yang sejenis denganmu.

Artikel Terkait


EmoticonEmoticon