Ahok - Jokowi - Anies |
Siporsuk Na Mamora - Jokowi sampai hari ini masih
dijadikan sebagai simbol harapan oleh
masyarakat untuk menuju Indonesia yang lebih baik, serta antitesa dari
wajah politisi-politisi direpublik ini yang berwajah-wajah bak rupawan nan
kaya-raya akan tetapi dalamnya busuk serta jauh dari suri tauladan.
Beliau
ini memang jauh dari wajah rupawan nan kaya-raya, tetapi jagan tanya terobosan
dan kegesitannya dalam bekerja melayani rakyat serta teladan yang diberikannya,
seperti sebuah mimpi akan sosok politisi harapan masyarakat yang telah jadi
kenyataaan. Kehadirannya tidak hanya menggoncang bumi ibu pertiwi, tetapi juga
dunia Internasional.
Kiprahnya
dalam dunia politik sangat berbeda dengan yang lain, bukan karena dominasinya
dipartai, bukan juga warisan dari keluarga seperti kebanyakan politisi yang
lain, akan tetapi murni dari kerja keras dan ketulusannya melayani rakyat,
dimulai dari bawah sampai sekarang tiba dipuncak pemerintahan tertinggi
Republik Indonesia.
Semua
amanah yang diberikan rakyat kepadanya seolah berhasil dilakukan dengan baik,
dimulai saat menjabat Walikota Solo, Gubernur DKI Jakarta hingga hari ini
menjadi Presiden RI yang menurut rakyat kebanyakan masih cukup baik dalam
menjalankan tugas dan tanggungjawab yang diamanahkan kepadanya.
Berbicara
soal DKI Jakarta, memang beliau hanya memimpin selama 2 tahun saja, akan tetapi
perubahan dalam bentuk pelayanan publik dan pembangunan sangat terasa oleh
masyarakat Jakarta. Hal ini membuat bapak Jokowi masih sering dikait-kaitkan
dengan pembangunan DKI Jakarta hingga hari ini, tak terlepas juga dari
perpolitikan di Ibu Kota yang lagi hangat-hangatnya diperbincangkan hingga
kepelosok desa.
Saya
dan teman-teman yang lain pasti berkeyakinan bahwa Jokowi memiliki ambisi yang
tinggi terhadap perubahan Jakarta, selain pernah menjadi Gubernur DKI Jakarta
beserta dengan segala konsep-konsep pembangunannya, beliau pasti tidak lupa
bahwa DKI Jakarta adalah refresentasi Indonesi di mata dunia. Karena hal inilah
mengapa pembangunan DKI Jakarta tetap masih masuk dalam radar prioritasnya.
Petanyaan
yang muncul kemudian adalah, siapakah yang paling seirama dengan cara kerja
Jokowi dari dua Cagub DKI Jakarta yang lolos kebabak putaran ke-2?
Menjawab
pertanyaan ini adalah hal yang sangat penting untuk diketahui masyarakat luas,
guna agar pembangunan Jakarta yang harus dikebut oleh pemerintah pusat tidak
terhambat dengan alasan-alasan klasik berbau sentimen politik, apalagi Pemilu
2019 sudah tidak lama lagi.
Tidak
jarang persoalan-persoalan ketidak sinergian antara pemerintah pusat dan daerah
menjadi penghambat dalam pembangunan untuk kemajuan sebuah daerah.
Mari
kita ulas sosok pertama, yaitu Cagub DKI Jakarta Nomor Urut 2 Basuki Tjahaja
Purnama alias Ahok.
Ahok
adalah rekan kerja Jokowi semasa menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta,
kolaborasi diantara mereka telah sangat jelas terlihat dibeberapa momen,
dimulai sejak Pilkada DKI Jakarta 2012, mereka berjuang bersama ditengah
gempuran partai-partai mayoritas pendukung Cagub yang lain, semua itu berhasil
mereka lalui dengan kemenangan diputaran ke-2.
Setelah
menjabat, pasangan ini terlihat bak seperti Ayah dan Ibu. Jika Jokowi doyan
blusukan, maka Ahok jaga kandang dengan ketegasannya dalam penegakan aturan dan
administrasi. Saat sang Ibu merepet karena banyaknya anggaran siluman, sang
Ayah datang berdialog dan memberi kesejukan, tetapi bukan untuk menyerah pada
ketidak benaran, melainkan untuk mencapai tujuan yang mereka inginkan berdua.
Lalu
bagaimana saat Jokowi menjadi Presiden RI? Apakah mereka putus komunikasi?
Jawabannya tidak. Saat itu juga berkolaborasi mereka untuk membangun Jakarta
lebih mantab, menirukan bahasa Ahok, mengepung Jakarta dari Utara dan Selatan,
sungguh strategi yang sempurna untuk mempercepat pembangunan Jakarta.
Kekompakan ini terlihat saat Ahok melanjutkan kinerja Jokowi, tentu saja dengan
cara dan karekter yang berbeda, tetapi pada kenyataannya, goal yang ingin
dicapai Ahok sejalan dengan goal yang diimpikan Jokowi. Beberapa kali, Ahok
juga terlihat bertandang ke Istana Merdeka, meminta arahan dari sang Presiden
RI Jokowi. Sesekali mereka pergi blusukan secara bersamaan. Kolaborasi yang
sangat bagus bukan?
Kemudian
mari kita melihat sosok yang ke-2 Anies Baswedan, mantan menteri Jokowi 2 tahun
yang lalu dipecat dari Kabinet Kerja Jokowi.
Bicara
tentang pemecatan Anies sebagai Mendikbud RI di Kabinet Kerja, beberapa kali
Anies melemparkan pendapat yang sangat sarat akan pensucian diri dengan
mengatakan bahwa pemecatan dirinya oleh Jokowi adalah karena banyak kepentingan
yang harus diakomodir Presiden. Hal ini jelas bertujuan agar citranya tetap
baik dan Jokowi akan dipersalahkan oleh publik.
Beberapa
fakta pemecatan Anies sebenarnya adalah akibat lambatnya kinerjanya
dikementerian yang dia pimpin, antara lain seperti lambannya pendistribusian
Kartu Indonesia Pintar (KIP) sebagai program unggulan Jokowi untuk menjamin
anak-anak miskin dan tidak mampu bisa tetap bersekolah, termasuk juga persoalan
substansial dikementerian Pendidikan, yaitu masalah Kurikulum dan managemen
kelembagaan.
Anies
juga adalah tipe orang yang ingin menonjol sendiri, kawan-kawan masih ingat
beberapa kali beliau ini tampil diacara TV? Lumayanlah untuk memuaskan hasrat
bicara yang lebih tinggi ketimbang bekerja mensukseskan program Jokowi. Ketidak
mampuannya untuk menerjemahkan Nawacita Jokowi dipoles dengan kelihaiannya
berbicara keberhasilan menghapus perpeloncoan dan menemani ibu-ibu siswa
kesekolah yang menurutnya sudah luarbiasa, paling tidak seperti itulah cara dia
menepis rumor atas kegagalannya sebagai menteri Pendidikan.
Kekompakannya
dengan HT sang pemilik media terbesar di Indonesia belakangan terkuak, hal itu
tentu punya dasar yang kuat, lihat saja dari aktivitasnya diacara TV saat
menjabat sebagai menteri, sungguh strategi yang jitu untuk pencitraan, seolah
itu adalah hasil kerjanya sendiri tanpa sedikitpun mengatakan bahwa
keberhasilan tersebut adalah keberhasilan Jokowi seperti pengakuan
menteri-menteri yang lain, katakanlah seperti Wiranto yang saat diberi pujian
oleh SBY, saat itu juga dia menepus bahwa harusnya rasa terimakasih SBY
tersebut disampaikan kepada Presiden Jokowi karena dia bekerja untuk dan atas
nama perintahan Presiden Jokowi.
Yang
sulit kita pahami adalah mendengar apa yang diucapkan Anies setelah masa-masa
Pilkada DKI Jakarta.
Sulit
kita percaya pujian-pujian yang dilontarkannya terhadap Jokowi, wahhh... Ini
lebih gilak lagi, setelah dulu memojokkan Prabowo untuk memenangkan Jokowi demi
kepentingan menjadi menteri, sekarang malah berteman untuk mencapai ambisi
kekuasaan Gubernur DKI Jakarta. Seterusnya, setelah dulunya tidak pernah
menunjukkan loyalitas terhadap Jokowi lewat pelaksanaan program Nawacita
dibidang Pendidikan, sekarang malah memuji-muji kinerja dan cara-cara Jokowi
saat menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta. Beliau juga sering melontarkan
pernyataan akan meneruskan janji program Jokowi saat kampanye Gubernur tahun
2012 lalu, serta tidak lupa juga mengumbar janji akan meniru cara-cara yang
ditempuh Jokowi yaitu mengutamakan dialog dan blusukan untuk mengeksekusi dan
menjalankan program Pemda DKI Jakarta jika terpilih.
Mengatakan
hal semacam ini dimasa Pilkada sangatlah punya maksud terselubung, apakah itu?
Tentu saja untuk mendulang suara pemilih Jokowi demi memenangkan pertarungan
Pilkada DKI Jakarta 2017. Bagi mereka yang tidak jeli melihat strategi busuk
ini pasti kepincut dong...
Sebaiknya
masyarakat harus jeli melihat dan mempelajari karekter sebenarnya dari sang
mantan menteri Anies Baswedan ini, yang tak lain tidak bukan adalah untuk
melancarkan ambisinya mendapatkan kursi kekuasaan Gubernur DKI Jakarta.
Saat kita terbuai dengan omongan dimulut, saat
itulah mata kita teralihkan dari ketidak cocokan antara cara kerja Anies dengan
Jokowi untuk membangun DKI Jakarta yang lebih baik.
EmoticonEmoticon