Thursday, February 16, 2017

Antara Ahok, Anies dan Ambisi Jokowi Merubah Jakarta

Ahok - Jokowi - Anies
Siporsuk Na Mamora - Jokowi sampai hari ini masih dijadikan sebagai simbol harapan oleh  masyarakat untuk menuju Indonesia yang lebih baik, serta antitesa dari wajah politisi-politisi direpublik ini yang berwajah-wajah bak rupawan nan kaya-raya akan tetapi dalamnya busuk serta jauh dari suri tauladan.

Beliau ini memang jauh dari wajah rupawan nan kaya-raya, tetapi jagan tanya terobosan dan kegesitannya dalam bekerja melayani rakyat serta teladan yang diberikannya, seperti sebuah mimpi akan sosok politisi harapan masyarakat yang telah jadi kenyataaan. Kehadirannya tidak hanya menggoncang bumi ibu pertiwi, tetapi juga dunia Internasional.

Kiprahnya dalam dunia politik sangat berbeda dengan yang lain, bukan karena dominasinya dipartai, bukan juga warisan dari keluarga seperti kebanyakan politisi yang lain, akan tetapi murni dari kerja keras dan ketulusannya melayani rakyat, dimulai dari bawah sampai sekarang tiba dipuncak pemerintahan tertinggi Republik Indonesia.

Semua amanah yang diberikan rakyat kepadanya seolah berhasil dilakukan dengan baik, dimulai saat menjabat Walikota Solo, Gubernur DKI Jakarta hingga hari ini menjadi Presiden RI yang menurut rakyat kebanyakan masih cukup baik dalam menjalankan tugas dan tanggungjawab yang diamanahkan kepadanya.

Berbicara soal DKI Jakarta, memang beliau hanya memimpin selama 2 tahun saja, akan tetapi perubahan dalam bentuk pelayanan publik dan pembangunan sangat terasa oleh masyarakat Jakarta. Hal ini membuat bapak Jokowi masih sering dikait-kaitkan dengan pembangunan DKI Jakarta hingga hari ini, tak terlepas juga dari perpolitikan di Ibu Kota yang lagi hangat-hangatnya diperbincangkan hingga kepelosok desa.

Saya dan teman-teman yang lain pasti berkeyakinan bahwa Jokowi memiliki ambisi yang tinggi terhadap perubahan Jakarta, selain pernah menjadi Gubernur DKI Jakarta beserta dengan segala konsep-konsep pembangunannya, beliau pasti tidak lupa bahwa DKI Jakarta adalah refresentasi Indonesi di mata dunia. Karena hal inilah mengapa pembangunan DKI Jakarta tetap masih masuk dalam radar prioritasnya.

Petanyaan yang muncul kemudian adalah, siapakah yang paling seirama dengan cara kerja Jokowi dari dua Cagub DKI Jakarta yang lolos kebabak putaran ke-2?

Menjawab pertanyaan ini adalah hal yang sangat penting untuk diketahui masyarakat luas, guna agar pembangunan Jakarta yang harus dikebut oleh pemerintah pusat tidak terhambat dengan alasan-alasan klasik berbau sentimen politik, apalagi Pemilu 2019 sudah tidak lama lagi.

Tidak jarang persoalan-persoalan ketidak sinergian antara pemerintah pusat dan daerah menjadi penghambat dalam pembangunan untuk kemajuan sebuah daerah.

Mari kita ulas sosok pertama, yaitu Cagub DKI Jakarta Nomor Urut 2 Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.

Ahok adalah rekan kerja Jokowi semasa menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta, kolaborasi diantara mereka telah sangat jelas terlihat dibeberapa momen, dimulai sejak Pilkada DKI Jakarta 2012, mereka berjuang bersama ditengah gempuran partai-partai mayoritas pendukung Cagub yang lain, semua itu berhasil mereka lalui dengan kemenangan diputaran ke-2.

Setelah menjabat, pasangan ini terlihat bak seperti Ayah dan Ibu. Jika Jokowi doyan blusukan, maka Ahok jaga kandang dengan ketegasannya dalam penegakan aturan dan administrasi. Saat sang Ibu merepet karena banyaknya anggaran siluman, sang Ayah datang berdialog dan memberi kesejukan, tetapi bukan untuk menyerah pada ketidak benaran, melainkan untuk mencapai tujuan yang mereka inginkan berdua.

Lalu bagaimana saat Jokowi menjadi Presiden RI? Apakah mereka putus komunikasi? Jawabannya tidak. Saat itu juga berkolaborasi mereka untuk membangun Jakarta lebih mantab, menirukan bahasa Ahok, mengepung Jakarta dari Utara dan Selatan, sungguh strategi yang sempurna untuk mempercepat pembangunan Jakarta. Kekompakan ini terlihat saat Ahok melanjutkan kinerja Jokowi, tentu saja dengan cara dan karekter yang berbeda, tetapi pada kenyataannya, goal yang ingin dicapai Ahok sejalan dengan goal yang diimpikan Jokowi. Beberapa kali, Ahok juga terlihat bertandang ke Istana Merdeka, meminta arahan dari sang Presiden RI Jokowi. Sesekali mereka pergi blusukan secara bersamaan. Kolaborasi yang sangat bagus bukan?

Kemudian mari kita melihat sosok yang ke-2 Anies Baswedan, mantan menteri Jokowi 2 tahun yang lalu dipecat dari Kabinet Kerja Jokowi.

Bicara tentang pemecatan Anies sebagai Mendikbud RI di Kabinet Kerja, beberapa kali Anies melemparkan pendapat yang sangat sarat akan pensucian diri dengan mengatakan bahwa pemecatan dirinya oleh Jokowi adalah karena banyak kepentingan yang harus diakomodir Presiden. Hal ini jelas bertujuan agar citranya tetap baik dan Jokowi akan dipersalahkan oleh publik.

Beberapa fakta pemecatan Anies sebenarnya adalah akibat lambatnya kinerjanya dikementerian yang dia pimpin, antara lain seperti lambannya pendistribusian Kartu Indonesia Pintar (KIP) sebagai program unggulan Jokowi untuk menjamin anak-anak miskin dan tidak mampu bisa tetap bersekolah, termasuk juga persoalan substansial dikementerian Pendidikan, yaitu masalah Kurikulum dan managemen kelembagaan.

Anies juga adalah tipe orang yang ingin menonjol sendiri, kawan-kawan masih ingat beberapa kali beliau ini tampil diacara TV? Lumayanlah untuk memuaskan hasrat bicara yang lebih tinggi ketimbang bekerja mensukseskan program Jokowi. Ketidak mampuannya untuk menerjemahkan Nawacita Jokowi dipoles dengan kelihaiannya berbicara keberhasilan menghapus perpeloncoan dan menemani ibu-ibu siswa kesekolah yang menurutnya sudah luarbiasa, paling tidak seperti itulah cara dia menepis rumor atas kegagalannya sebagai menteri Pendidikan.

Kekompakannya dengan HT sang pemilik media terbesar di Indonesia belakangan terkuak, hal itu tentu punya dasar yang kuat, lihat saja dari aktivitasnya diacara TV saat menjabat sebagai menteri, sungguh strategi yang jitu untuk pencitraan, seolah itu adalah hasil kerjanya sendiri tanpa sedikitpun mengatakan bahwa keberhasilan tersebut adalah keberhasilan Jokowi seperti pengakuan menteri-menteri yang lain, katakanlah seperti Wiranto yang saat diberi pujian oleh SBY, saat itu juga dia menepus bahwa harusnya rasa terimakasih SBY tersebut disampaikan kepada Presiden Jokowi karena dia bekerja untuk dan atas nama perintahan Presiden Jokowi.

Yang sulit kita pahami adalah mendengar apa yang diucapkan Anies setelah masa-masa Pilkada DKI Jakarta.

Sulit kita percaya pujian-pujian yang dilontarkannya terhadap Jokowi, wahhh... Ini lebih gilak lagi, setelah dulu memojokkan Prabowo untuk memenangkan Jokowi demi kepentingan menjadi menteri, sekarang malah berteman untuk mencapai ambisi kekuasaan Gubernur DKI Jakarta. Seterusnya, setelah dulunya tidak pernah menunjukkan loyalitas terhadap Jokowi lewat pelaksanaan program Nawacita dibidang Pendidikan, sekarang malah memuji-muji kinerja dan cara-cara Jokowi saat menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta. Beliau juga sering melontarkan pernyataan akan meneruskan janji program Jokowi saat kampanye Gubernur tahun 2012 lalu, serta tidak lupa juga mengumbar janji akan meniru cara-cara yang ditempuh Jokowi yaitu mengutamakan dialog dan blusukan untuk mengeksekusi dan menjalankan program Pemda DKI Jakarta jika terpilih.

Mengatakan hal semacam ini dimasa Pilkada sangatlah punya maksud terselubung, apakah itu? Tentu saja untuk mendulang suara pemilih Jokowi demi memenangkan pertarungan Pilkada DKI Jakarta 2017. Bagi mereka yang tidak jeli melihat strategi busuk ini pasti kepincut dong...

Sebaiknya masyarakat harus jeli melihat dan mempelajari karekter sebenarnya dari sang mantan menteri Anies Baswedan ini, yang tak lain tidak bukan adalah untuk melancarkan ambisinya mendapatkan kursi kekuasaan Gubernur DKI Jakarta.

Saat kita terbuai dengan omongan dimulut, saat itulah mata kita teralihkan dari ketidak cocokan antara cara kerja Anies dengan Jokowi untuk membangun DKI Jakarta yang lebih baik.

Artikel Terkait


EmoticonEmoticon