Bandara Dr. Ferdinand Lumban Tobing |
Siporsuk Na Mamora - Meskipun tulisanku kali ini
dipandang sangat kontekstual dan ruanglingkupnya sempit, tapi tak mengurungkan
liarnya jari-jemariku mengotak-atik keybord laptop tua yang ku miliki ini, yang
ingin kusampaikan agar kelak pemimpin yang terlahir di daerah ini bukan dari
kalangan "otak sumbu pendek", yang egosentrisnya sangat tinggi,
apalagi itu dari bagian kelompok yang menghalalkan segala cara untuk menang
tanpa peduli dengan keharmonisan yang telah lama terbangun di daerah ini.
Kehidupan
harmonis itu bisa terlihat dalam pesta-pesta adat istiadat yang semuanya
berbaur dipersatukan oleh budaya yang telah lama diwariskan para leluhur.
Jakarta
memang luar biasa, efeknya sampai ke daerah kami.
Ajarkan
saya untuk melihat sesuatu lebih dalam jika salah, tetapi saya ingin sampaikan,
gerakan masif dan terstruktur telah mulai mengakar di daerah ini untuk mengusik
keharmonisan kita, kita semua pasti tak menginginkannya.
Saudara-saudariku,
saya bukanlah orang partai dan saya juga bukanlah simpatisan, saya adalah orang
biasa.
Mari
jeli melihat persoalan-persoalan yang akan muncul kedepannya jika kita salah
memilih pemimpin, saranku adalah :
1. Jangan terjebak pada jubah atau
topeng sementara oleh partai pengusung, jelilah memilah calon mana yang diusung
partai bergaris Nasionalis secara konsisten dan partai mana yang selalu ingin
merong-rong Pancasila dan ke-Bhinneka-an kita.
2. Perhatikan cara mereka mengambil
simpatik rakyat, bukan dengan sumbangan materialistis yang bersifat sementara,
atau dengan hujatan-hujatan yang membabi-buta dan tidak bertanggungjawab, baik
di media sosial dengan akun palsu maupun secara langsung. Bahanyanya ketika
posisi berdoapun di persoalkan dan dijadikan sebagai komoditi kampanye hitam di
media sosial (untuk calon yang mengalami, tabahkan hati dan maafkan mereka).
3. Lihat rekam jejaknya, hal yang
paling penting, jika seseorang sudah menjadi bagian dari perantara pelaku
kejahatan hukum, maka mustahil dia tidak melakukan hal yang sama dalam situasi
yang sama untuk memenangkan pertarungan pilkada.
4. Cara pandang terhadap semua calon
harus sama rata, tidak membeda-bedakan indikator penilaian, seperti yang anda
ketahui, bahwa kita semua WNI dengan hak dan kewajiban yang sama, terkhusus
untuk hak "dipilih", tidak ada istilah putra daerah dan non putra
daerah, karena kita memilih pelayan, bukan pewaris. Jikapun kita ingin
mewariskan, pilihlah orang yang paham budaya sebagai jati dirinya sendiri,
bukan orang yang tiba-tiba kelihatan "ber-adat" dan tiba-tiba hafal
ayat-ayat suci "Alkitab".
Kekhawatiran
kita terhadap situasi kebangsaan hari ini harus kita aplikasikan di daerah
masing-masing, jangan sampai kita memberi ruang lebih luas bagi mereka para
perongrong republik yang kita cintai ini.
EmoticonEmoticon