Sunday, February 5, 2017

Mengabaikan Situasi Politik DKI Jakarta Dalam Pilkada Tapanuli Tengah, Siapa Yang Untung?

Kantor Bupati Kabupaten Tapanuli Tengah
Siporsuk Na Mamora - Salam semangat perubahan dari saya untuk kampung halaman tercinta, daerah Kabupaten Tapanuli Tengah, yang juga sebagai salah satu dari 101 peserta pilkada serentak pada 15 Februari 2017 mendatang.

Saya ingin mengajak saudara/i mengambil waktu sejenak untuk bersama-sama merenungkan dan melihat secara nyata dampak situasi politik di pilkada DKI Jakarta terhadap daerah kita tercinta Kabupaten Tapanuli Tengah, yang padanya kita menggantungkan harapan besar untuk lebih baik, maju dan makmur, tentunya tidak lain dan tidak bukan hanya semata untuk lebih meningkatkan taraf hidup, kesejahteraan dan daya saing masyarakat.

Sebelumnya saya sangat berterimakasih untuk orang-orang yang getol memperjuangkan keharmonisan dan kerukunan masyarakat di daerah ini, termasuk agar situasi politik di DKI Jakarta tidak terbawa ke pilkada Tapanuli Tengah. Saya mensyukuri kita punya semangat membangun daerah dengan jargon "Sahata Saoloan" atau sering juga disebut "Negeri Indah Berbilang Kaum".

Keyakinanku akan penghayatan masyarakat terhadap nilai dari jargon ini pastilah sangat tinggi dan tumbuh bersemi dalam jiwa masing-masing dari kita.

Saya harus berbangga pada masyarakat Tapanuli Tengah yang notabanenya berpenduduk mayoritas Kristen, menurut data statistik persentasinya mencapai angka 63%, dan kemudian disusul saudara kita 37%, namun situasi aman dan terkendali. Hal ini membuktikan bahwa keharmonisan di daerah ini tetap terjaga, tanpa harus mempolitisasi Agama seperti di DKI Jakarta yang gila-gilaan sampai pada posisi upaya penjegalan Ahok dengan tuduhan penistaan Agama, situasinya semakin kentara ketika Ahok berasal dari kelompok minoritas. Bahkan yang paling parahnya, ada opini yang berkembang dimasyarakat tentang keharusan pemimpin di daerah haruslah berasal dari golongan mayoritas penduduk daerah tersebut, ini telah hampir menjadi suatu kebenaran yang mutlak. Sangat jauh dari semangat kebangsaan kita.

Hal inilah yang membuat saya bangga, bahwa kita masih menjaga semangat nilai-nilai kebangsaan yang diajarkan para founding father republik.

Tentu bagi sebagian besar masyarakat terkhusus yang berada di daerah Tapanuli Tengah tidak mudah untuk mengabaikan persoalan fundamental yang terjadi di DKI Jakarta. Kenapa persoalan ini menjadi persoalan yang fundamental? Karena ini soal ke-Iman-an manusia.

Bisa anda bayangkan apa dampaknya kedepan ketika Ahok di jegal dengan isu Agama, itu artinya demokrasi kita mundur jauh ke belakang, tidak sesuai dengan semangat kebangsaan yang selama ini kita junjung, dan secara otomatis akan menanam dalam-dalam cita-cita ribuan anak-anak rebublik yang berasal dari kelompok minoritas. Sementara untuk mengembalikan situasi sekarang ini, mungkin kita harus menunggu waktu 50-100 tahun lagi.

Situasi politik seperti ini lagi-lagi saya sampaikan agaknya tidak terpengaruh terhadap pilkada Tapanuli Tengah, semua berjalan lancar, tertib dan terlebih tidak ada upaya penjegalan dari kelompok penduduk daerah yang mayoritas terhadap calon yang berasal dari kelompok minoritas. Bahkan kita bergembira bersama dan saling support, tak peduli itu dari Agama apa.

Ini kali kedua saya mengungkapkan kebanggaan saya kepada masyarakat Tapanuli Tengah. Mudah-mudahan sikap politik kita terhadap pelaksanaan pilkada di Tapanuli Tengah besumber dari kesadaran kita yang se sadar-sadarnya, maksud saya tidak karena kurangnya perhatian kita terhadap situasi perpolitikan di DKI Jakarta melalui media informasi koran dan televisi, karena saya yakin masih banyak yang buta huruf dan sulitnya akses informasi koran apalagi televisi, dimana masyarakat masih banyak yang belum memiliki, saya teringat tetangga di sebelah rumah dulu, jika ingin menonton acara televisi harus bertamu (martandang) ke tetangga sebelah.

Yang paling penting adalah, mudah-mudahan bukan karena adanya kelompok tertentu yang berupaya mengaburkan informasi dari Ibu Kota supaya tidak sampai di telinga masyarakat dengan tujuan agar tidak merugikan bagi kepentingan politik mereka, dan yang terakhir mudah-mudahan bukan pulak karena politik uang.

Terakhir dari saya, agar "kita" jeli melihat dan mengamati aktivitas di daerah kita, jika ada kelompok yang "ikut-ikutan" memobilisasi massa untuk meramaikan DKI Jakarta di hari yang lewat, maka sudah seharusnya kita bersikap keras kepada "mereka"!, apa jadinya daerah yang kita cintai ini jika dipimpin oleh otak-otak sumbu pendek seperti itu? Akibatnya bisa fatal terhadap keharmonisan kita yang telah lama kita jaga, demokrasi di daerah kita juga akan mundur jauh kebelakang, dan yang paling pasti, "kita" berpotensi mendapat perlakuan diskriminatif kedepannya.

Saya tau kalau di Tapanuli Tengah lebih mendominasi minuman rakyat TUAK, tetapi tak salah jika saya mengajak saudara/i minum KOPI yang berasal dari dataran tinggi Danau Toba.

Perihal soal kopi, saya yakin kopi "kita" lebih nikmat dibandingkan kopi import, lebih nasionalis bukan? Seperti halnya "kita", saya tidak ragu akan penjiwaan nasionalisme kita dibandingkan dengan "mereka" yang masih memperdebatkan "Pancasila" dan lebih sibuk mengurusi keyakinan orang lain ketimbang melihat kualitas dan kapasitas calon pemimpin di daerah.

Artikel Terkait


EmoticonEmoticon