Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) |
Siporsuk Na Mamora - Ada yang bilang, kalau semua sama
di mata hukum, tak ada tua dan tak ada muda, juga tak ada kaya dan tak ada
miskin. Itu secara teorinya, dalam prakteknya mungkin mereka para pelaku yang
lebih tau, sebagai manusia yang "biasa-biasa" saja kita hanya bisa mengamati
dari luar.
Hal
ini yang mungkin ada dalam fikiran si Ahok ketika dia didudukkan di kursi
pesakitan oleh majelis hakim atas tuduhan penodaan agama yang dilakukannya saat
cuap-cuap di kepulauan seribu, Provinsi DKI Jakarta.
Kita
harus memahami psikologisnya Ahik sebagai orang yang merasa di
"kriminalisasi" oleh beberapa orang yang berkepentingan politik, yang
tidak rela kalau dia jadi pemimpin di DKI Jakarta.
Tempatkan
saja diri kita pada posisinya, apa yang anda lakukan ketika diperhadapkan
dengan seorang saksi yang sangat berpotensi memberatkan anda dipersidangan? Mari
kita lepaskan semua atribut dulu, agar semuanya bisa berfikir jernih.
Mungkin
bagi sebagian pihak, ada suatu pemahaman "saling membela" satu sama
lain tak peduli siapa yang salah dan siapa yang benar, atau situasinya seperti
apa dan bagaimana, yang penting dia bagian dari mereka yang harus dibela dengan
alasan eksistensi kelompoknya masing-masing. Mungkin ini saya sebut
"solidaritas membabi buta".
Ada
perbedaan fundamental disini, antara Ahok dan kelompok tersebut. Yang pertama
soal keimanan dan histori keyakinan yang mereka anut dan telah mendarah dan
daging.
Kita
lihat dari sisi Ahoknya ya...
Masih
ingat dengan kisah Yesus Kristus? Dia bagi saya adalah Tuhan, mungkin juga bagi
sebagian orang yang berada di Galilea pada masa kisah ini terjadi.
Apa
yang dilakukan pengikut-Nya pada saat Yesus Kristus di caci maki, diludahi dan
bahkan di olok-olok lebih buruk dari seorang Barabas yang telah di vonis
sebagai penghasut dan penyamun?
Ya...
Berdoa dan tidak berlaku reaktiv, apalagi mencaci maki Pilatus dan ahli-ahli
taurat dengan tujuan agar bebas dari hukuman penyaliban. Mereka tau bahwa Yesus
benar dan mungkin mereka sadar bahwa mereka minoritas dan akan kalah ketika
melawan dengan cara yang sama seperti kebanyakan orang yang menuntut pembebasan
Barabas oleh Pilatus.
Jangan
salah tangkap, saya jelaskan soal duduk persoalan antara penuntut pembebasan
Barabas dan orang-orang yang menaruh curiga apabila pengikut Yesus semakan
banyak, maka kelak mereka akan kehilangan kekuasaan. Artinya mereka semua telah
menyatu menjadi satu, sama-sama ketakutan kehilangan kekuasaan.
Dari
kisah singkat ini, saya ingin menjelaskan bahwa Ahok dan pendukungnya harus
selow dan kerja untuk memenangkan Ahok dengan cara-cara yang elegan dan tanpa
masuk dalam pusaran politik kotor yang sengaja diciptakan sebagai jebakan untuk
Ahok.
Apa
yang salah ketika seorang saksi didesak di pengadilah untuk menyampaikan informasi/kesaksian
yang benar? Saya fikir sah-sah saja, alasan teorinya seperti yang saya sebutkan
di alinea pertama.
Kisah
ini adalah pelajaran penting bagi Ahok, untuk memenangkan sebuah pertarungan
besar di DKI Jakarta, walaupun ini konteksnya berbeda, Ahok dalam konteks
pertarungan politik dan Yesus sebagai Allah yang telah menjadi manusia dalam
konteks penebusan dosa manusia.
Kebetulan
kisah ini juga memberi penjelasan bahwa, kebenaran tak harus diperjuangkan
dengan keramaian, keriuhan dan perang urat syaraf, biarkan mengalir seperti
sungai menemukan muaranya. Yakinlah bahwa kebenaran juga akan menemukan
jalannya.
Sementara
"solidaritas membabi buta" yang saya sebutkan tadi adalah untuk
mengaburkan pandangan orang kebanyakan terhadap tindakan ketidak benaran
seseorang. Contoh kita lihat lagi dari kisah Yesus, tuntutan pembebasan Barabas
tidak lagi melihat kesalahannya, akan tetapi sudah pada posisi bagaimana
caranya agar Yesus Kristus mati di salibkan, dengan begitu kekuasaan akan tetap
di tangan mereka.
Yesus
pernah marah besar, tetapi bukan di pengadilan pemerintahan Pilatus, melainkan
di dalam Gereja Allah yang telah beralih fungsi menjadi pajak. Itupun hanya
sekali, selebihnya ditempat yang lain, beliau hanya mengajar dengan lembut,
dengan perumpamaan dan dengan mujizat (pembuktian kemampuan/kinerja) tanpa
menyinggung orang lain.
Sukses
terus Ahok, semoga mendapatkan keadilan yang seadil-adilnya.
Untuk bapak yang tersinggung, terimakasih untuk
maafmu, maaf untuk Ahok adalah maaf untuk kesalahan semua orang yang berfikir
tentang cara mendapatkan keadilan tanpa mengenal umur.
EmoticonEmoticon