Monday, March 13, 2017

Nongki-Nongki di Dalam Penjara

Foto : Benardo Sinambela
Siporsuk Na Mamora - Pernah beberapa kali ditanya kawan-kawan ku, "bang Benardo serba bisa, tapi kok tanggung-tanggung ya? Dulu di kelas kuliah paling menonjol soal mata kuliah gambar, disaat kawan-kawan bahkan belum mengerti menggambar manual, abang sudah bisa gambar pake software AutoCAD, setelah itu paling menonjol pulak soal hitung-hitungan Mekanika Teknik I-III disaat kawan-kawan yang lain pada dapat nilai 1-3 pada ujian akhir smester, abang termasuk orang yang bisa menyanyi juga, kalau tidak salah agal lumayan lama aktif di paduan suara dulu, habis itu jadi Aktivis mahasiswa yang tidak kalah populer di kampus, setelah itu menggeluti dunia desain, sekarang jadi penulis".
Biasanya saya tersenyum tipis saja mendengar tanggapan seperti ini.
Mengingat-ngingat kembali, bukan apa bukan karena siapa, memang saya termasuk orang yang ingin tahu sagala, walaupun tidak total, tetapi saya berusaha kalau dalam menggeluti sesuatu paling tidak jangan sampai menjadi orang yang berada di garis paling belakang. Hahaha
Semasa SD pernah mengajak berkelahi SD sebelah, hahahaha... Memukuli orang sampai bersimbah darah, paling takut kalau ketauan sama bapak, biasanya saya distrap dan di suruh menghapal kali-kali dan bagi-bagi sampai selesai kalau ketauan berantam, tak peduli saat kalah atau menang, semua hukuman harus diselesaikan dengan tuntas, kalau tidak rol kayu di ruang belajar rumah bisa mendarat di betis berkali-kali. Atau kalau tidak mau di hukum, ya dites, cara ngetesnya dengan cara memukul balik pas seperti saat saya memukul lawan saya berantam, dan saya sebagai obyek pukulan. Tetapi biasanya setelah menyelesaikan hukuman, pada pagi-pagi buta hari berikutnya di urut atau kepala saya dielus-elus sama mamak atau bapak yang nyolong masuk ke kamar ku sebelum jam mandi pagi tiba.
Masa SMP saya sangat kalem, tidak menonjol sama sekali, yang pernah itu hanya ikut lomba pidato di sekolah, kalah karena lupa kata pembuka (Yang saya hormati, etc). Ah... Tak habis fikir, kenak omeli pulak sampai di rumah, bapakku waktu itu tau kalau saya kalah lomba pidoto itu, wah... bapakku ini terus-menerus mengontrol dan terkesan memata-matai saya, selalu ada dimana-mana, selalu tau apa yang saya lakukan, ntah darimana dia tau. Inti omelannya yang ku ingat pada waktu itu begini "itulah kau amang, kenapa tidak minta bapak ajari atau bapak koreksi dulu teks pidatomu?". Dalam hatiku berbisik "kan aku sudah sering liat bapak pidato disekolah, jadi aku sebenarnya sudah belajar banyak dari bapak, bahkan caraku menggerakkan tangan, kepala, kaki dan nada suaraku saja sudah sama persis sama bapak. Sebenarnya saya ingin kasih kejutan, tapi gagal total".
Puncak kenakalanku yaitu di SMK, waktu itu jadi anak kos di Tarutung, tepatnya di SMK 2 Pancur Napitu atau lebih dikenal dengan nama STM Pancur Napitu, Tapanuli Utara. Masa-masa paling merdeka/bebas, bebas mengelola uang sendiri, bebas mau makan apa saja kalau masuh ada kiriman, bebas kemana saja dan melakukan apa saja yang kumau tanpa ada pengawasan dari orang tua.
Dikejar-kejar pamong praja sampai menyeberangi sawah dan sungai (Pancur sampai Hutapea) lalu ditangkap dan disuruh baris-berbaris, lari-lari dan membersihkan pekarangan kantor SATPOL-PP itu sarapan pagi. Tak cukup hanya disitu, masa SMK tidak lengkap rasanya kalau tidak pernah cabut, berantam one by one ditonton kawan-kawan dan sering tidak ikut baris-berbaris pagi karena ngumpat di kantin (malas dengar ceramah guru terus-menerus), dulu kantin kami ada namanya kantin "nande".
Hal lucu yang paling aku ingat dulu, masa itu UAN sudah berlalu, bandalnya sayapun makin menjadi-jadi, saat upacara aku ngumpat di kantin sekolah, tak taunya didatangin sama kepala sekolah dan guru BP, otomatis kami berhamburan mencari celah agar tidak ketangkap sama mereka berdua, alhasil sayapun ngumpat diantara bunga pagar belakang laboratorium gambar bangunan, kukira saya sudah aman dari kejaran guru BP, sembari melihat-lihat kedepan, memantau dimana posisi guru BP, eh... ternyata, dari beberapa menit yang lalu sudah berada dibelakangku sambil senyum-senyum, ketauannya saat saya menoleh kebelakang. Apessss...!!! Hahaha
Yang tidak kulakukan waktu itu hanya berjudi, merokok dan mabuk. Ini bukan pembelaan atau puji diri ya, memang begitulah adanya, jadi bandelnya memang original, bukan karena mabuk, atau karena kalah main judi. Waktu tingkat satu masih jadi juara 2, setelah tingkat 2 dan 3, anjlok di urutan ke 21 dari 24 orang di dalam satu kelas. Hahaha...
Masa itu yang paling aku senangi adalah saat masuk mata pelajaran praktek, mulai dari praktek menggambar, menyusun batu bata, memasang tegel (keramik lantai), mengetam, membuat projeck jadi seperti meja dan kursi, yang terakhir les komputer (ini saya paling ngotot walaupun les komputer semasa itu masih lumayan mahal, apalagi di Kota kecil seperti Tarutung). Selebihnya saya biasanya uring-uringan.
Tiba masanya kuliah, datang ke Medan pada -2 hari H akhir pendaftaran di Universitas Negeri Medan, disaat kawan-kawan sibuk belajar, aku dan kawan-kawan yang lain malah sibuk martarombo/martutur. Eh... Tak taunya bisa masuk, mungkin itu kebaikan Tuhan, sekaligus atas jawaban doa ku di bawah Salib Kasih Tarutung sesaat sebelum berangkat ke Medan, memang itulah salah satu permohonanku, mengingat dan menyadari ketidak sanggupan karena lalai dan bandal di masa SMK.
Masa paling kelam, waktu di akhir mau UAN tingkat SMK, saya harus memukuli teman sekost sampai bonyok dan bersimbah darah karena merasa kesal HP saya dicuri olehnya (saat itu baru punya HP, harganya masih mahal sekali, yang bisa video, musik dan kamera, yang diberikan oleh orang tua sebagai penyemangat di akhir sekolah tingkat SMK). Kesal dan marah, sampai membuat geger satu komplek dan berurusan sampai ke Polres Tapanuli Utara. Paling parah ketika mamak ku muncul tiba-tiba (datang dari kampung) saat aku menggembleng sikawan, kaget saya, tiba-tiba ingin pake topeng kura-kura ninja.
Oke, kembali ke konteks awal, tentang yang katanya serba bisa dan seba tanggung.
Baiklah, mungkin itu penilaian kawan-kawan saja, sebenarnya saya bodohnya tak ketulungan. Kenapa? Karena saya terkadang melakukannya hanya semata untuk menghibur diri akan penatnya fikiran dan tekanan situasi saja, mencari ruang kemungkinan agar tidak merasa tertekan dikala situasi menekan, jadi ada saja ide berbentuk kegiatan yang muncul di kepala, sama halnya seperti menulis pada hari ini, walaupun menulis juga jadi sumber masalah baru bagiku sekarang ini, masalahnya adalah ketika tidak bisa menulis sesuatu yang sedang berkecamuk dalam fikiran dan ketakutan jika suatu saat menulis tak lagi bisa menghiburku, itu rasanya mau guling-guling saja, makanya bantal guling dirumah cepat rusak... :D
Dengan situasi sekarang ini, saya jadi teringat sewaktu berkunjung ke Penjara di Kotacane, Aceh Tenggara. Waktu itu berkunjung ke lapas dalam rangka mengunjungi salah satu kerabat teman. Tidak sanggup rasanya menjalani situasi semacam itu, apalagi penjaranya over kapasitas seperti di Kutacana itu. Sebungkus rokok yang kubeli di depan lapas seketika habis digilir dan dibagi-bagi para tahanan. Wah... Mereka senang sekali kelihatannya, bisa merokok dari pemberianku itu, seperti ibarat dapat air segar ditengah keringnya padang pasir di gurun senaya, apa separah itukah situasinya?
Melihat situasi didalam penjara dan menghubungkannya kemasa-masa sekarang yang sedang kualami dan sudah di depan mata, fikiranku jadi liar entah kemana-mana, linglung atau apalah namanya itu, tetapi berusaha ku atasi dengan fikiran positiv dan mencari jawaban atas pertanyaan, "kira-kira kelak kalau saya menjadi salah satu orang yang berada didalam penjara, apa ya kegiatan yang bisa menghiburku didalam sana? Saat laptop, gedget dan koneksi internet dirampas dariku". Tentu mencari-cari cerita dari orang-orang yang sudah berpengalaman didalam penjara adalah suatu hal yang bisa menjawab pertanyaan itu, paling lengkap ketika kita bisa melihat situasi langsung didalam penjara. Beruntung saya sudah pernah main-main ke LP Kutacana waktu itu, jadi sedikit banyaknya, saya sudah bisa merasakan aroma kelamnya rumah tahanan, sudah ada sedikit gambaran untuk modal mempersiapkan mental. Semoga mencuci pakaian dan mengepel seluruh tahanan penjara lantai penjara tidak menjadi keahlianku kemudian.
Akhir cerita dari kawan-kawanku yang suka mengatakan bahwa saya serba bisa, mereka terkadang nakal, mempertanyakan, “kenapa saya tidak pernah ahli dibidang menaklukkan hati wanita?”. Sial seribu sial... Mereka bilang dalam hal ini aku sangat lemah atau bahasa kami disebut “copho”, alasannya sangat masuk akal memang, karena mereka tak pernah melihat saya bergandengan dengan yang namanya “pacar” saat ada agenda nongkrong bersama di warung kopi kesukaan kami. Tapi tidakkah pertanyaan seperti itu terlalu kejam kawan?
Ya harus di akui, bahwa setiap orang punya pesona dan cara pandang tersendiri terhadap wanita. Ini bukan dalil pembenaran atas pengalaman ditolak cewe loh... Sejarah ku berupaya memikat hati wanita tak habis hitungan jempol dua tangan.

Artikel Terkait


EmoticonEmoticon