Foto : Benardo Sinambela |
Siporsuk
Na Mamora - Pernah
beberapa kali ditanya kawan-kawan ku, "bang Benardo serba bisa, tapi kok
tanggung-tanggung ya? Dulu di kelas kuliah paling menonjol soal mata kuliah
gambar, disaat kawan-kawan bahkan belum mengerti menggambar manual, abang sudah
bisa gambar pake software AutoCAD, setelah itu paling menonjol pulak soal
hitung-hitungan Mekanika Teknik I-III disaat kawan-kawan yang lain pada dapat
nilai 1-3 pada ujian akhir smester, abang termasuk orang yang bisa menyanyi
juga, kalau tidak salah agal lumayan lama aktif di paduan suara dulu, habis itu
jadi Aktivis mahasiswa yang tidak kalah populer di kampus, setelah itu
menggeluti dunia desain, sekarang jadi penulis".
Biasanya saya tersenyum tipis saja
mendengar tanggapan seperti ini.
Mengingat-ngingat kembali, bukan
apa bukan karena siapa, memang saya termasuk orang yang ingin tahu sagala,
walaupun tidak total, tetapi saya berusaha kalau dalam menggeluti sesuatu
paling tidak jangan sampai menjadi orang yang berada di garis paling belakang.
Hahaha
Semasa SD pernah mengajak berkelahi
SD sebelah, hahahaha... Memukuli orang sampai bersimbah darah, paling takut
kalau ketauan sama bapak, biasanya saya distrap dan di suruh menghapal
kali-kali dan bagi-bagi sampai selesai kalau ketauan berantam, tak peduli saat
kalah atau menang, semua hukuman harus diselesaikan dengan tuntas, kalau tidak
rol kayu di ruang belajar rumah bisa mendarat di betis berkali-kali. Atau kalau
tidak mau di hukum, ya dites, cara ngetesnya dengan cara memukul balik pas seperti
saat saya memukul lawan saya berantam, dan saya sebagai obyek pukulan. Tetapi biasanya
setelah menyelesaikan hukuman, pada pagi-pagi buta hari berikutnya di urut atau
kepala saya dielus-elus sama mamak atau bapak yang nyolong masuk ke kamar ku
sebelum jam mandi pagi tiba.
Masa SMP saya sangat kalem, tidak
menonjol sama sekali, yang pernah itu hanya ikut lomba pidato di sekolah, kalah
karena lupa kata pembuka (Yang saya hormati, etc). Ah... Tak habis fikir, kenak
omeli pulak sampai di rumah, bapakku waktu itu tau kalau saya kalah lomba
pidoto itu, wah... bapakku ini terus-menerus mengontrol dan terkesan
memata-matai saya, selalu ada dimana-mana, selalu tau apa yang saya lakukan, ntah
darimana dia tau. Inti omelannya yang ku ingat pada waktu itu begini
"itulah kau amang, kenapa tidak minta bapak ajari atau bapak koreksi dulu
teks pidatomu?". Dalam hatiku berbisik "kan aku sudah sering liat
bapak pidato disekolah, jadi aku sebenarnya sudah belajar banyak dari bapak,
bahkan caraku menggerakkan tangan, kepala, kaki dan nada suaraku saja sudah
sama persis sama bapak. Sebenarnya saya ingin kasih kejutan, tapi gagal
total".
Puncak kenakalanku yaitu di SMK,
waktu itu jadi anak kos di Tarutung, tepatnya di SMK 2 Pancur Napitu atau lebih
dikenal dengan nama STM Pancur Napitu, Tapanuli Utara. Masa-masa paling
merdeka/bebas, bebas mengelola uang sendiri, bebas mau makan apa saja kalau
masuh ada kiriman, bebas kemana saja dan melakukan apa saja yang kumau tanpa
ada pengawasan dari orang tua.
Dikejar-kejar pamong praja sampai
menyeberangi sawah dan sungai (Pancur sampai Hutapea) lalu ditangkap dan
disuruh baris-berbaris, lari-lari dan membersihkan pekarangan kantor SATPOL-PP
itu sarapan pagi. Tak cukup hanya disitu, masa SMK tidak lengkap rasanya kalau
tidak pernah cabut, berantam one by one ditonton kawan-kawan dan sering tidak
ikut baris-berbaris pagi karena ngumpat di kantin (malas dengar ceramah guru
terus-menerus), dulu kantin kami ada namanya kantin "nande".
Hal lucu yang paling aku ingat
dulu, masa itu UAN sudah berlalu, bandalnya sayapun makin menjadi-jadi, saat
upacara aku ngumpat di kantin sekolah, tak taunya didatangin sama kepala
sekolah dan guru BP, otomatis kami berhamburan mencari celah agar tidak
ketangkap sama mereka berdua, alhasil sayapun ngumpat diantara bunga pagar
belakang laboratorium gambar bangunan, kukira saya sudah aman dari kejaran guru
BP, sembari melihat-lihat kedepan, memantau dimana posisi guru BP, eh...
ternyata, dari beberapa menit yang lalu sudah berada dibelakangku sambil
senyum-senyum, ketauannya saat saya menoleh kebelakang. Apessss...!!! Hahaha
Yang tidak kulakukan waktu itu
hanya berjudi, merokok dan mabuk. Ini bukan pembelaan atau puji diri ya, memang
begitulah adanya, jadi bandelnya memang original, bukan karena mabuk, atau
karena kalah main judi. Waktu tingkat satu masih jadi juara 2, setelah tingkat
2 dan 3, anjlok di urutan ke 21 dari 24 orang di dalam satu kelas. Hahaha...
Masa itu yang paling aku senangi
adalah saat masuk mata pelajaran praktek, mulai dari praktek menggambar,
menyusun batu bata, memasang tegel (keramik lantai), mengetam, membuat projeck
jadi seperti meja dan kursi, yang terakhir les komputer (ini saya paling ngotot
walaupun les komputer semasa itu masih lumayan mahal, apalagi di Kota kecil
seperti Tarutung). Selebihnya saya biasanya uring-uringan.
Tiba masanya kuliah, datang ke
Medan pada -2 hari H akhir pendaftaran di Universitas Negeri Medan, disaat
kawan-kawan sibuk belajar, aku dan kawan-kawan yang lain malah sibuk martarombo/martutur.
Eh... Tak taunya bisa masuk, mungkin itu kebaikan Tuhan, sekaligus atas jawaban
doa ku di bawah Salib Kasih Tarutung sesaat sebelum berangkat ke Medan, memang
itulah salah satu permohonanku, mengingat dan menyadari ketidak sanggupan
karena lalai dan bandal di masa SMK.
Masa paling kelam, waktu di akhir
mau UAN tingkat SMK, saya harus memukuli teman sekost sampai bonyok dan
bersimbah darah karena merasa kesal HP saya dicuri olehnya (saat itu baru punya
HP, harganya masih mahal sekali, yang bisa video, musik dan kamera, yang
diberikan oleh orang tua sebagai penyemangat di akhir sekolah tingkat SMK).
Kesal dan marah, sampai membuat geger satu komplek dan berurusan sampai ke
Polres Tapanuli Utara. Paling parah ketika mamak ku muncul tiba-tiba (datang
dari kampung) saat aku menggembleng sikawan, kaget saya, tiba-tiba ingin pake
topeng kura-kura ninja.
Oke, kembali ke konteks awal,
tentang yang katanya serba bisa dan seba tanggung.
Baiklah, mungkin itu penilaian
kawan-kawan saja, sebenarnya saya bodohnya tak ketulungan. Kenapa? Karena saya
terkadang melakukannya hanya semata untuk menghibur diri akan penatnya fikiran
dan tekanan situasi saja, mencari ruang kemungkinan agar tidak merasa tertekan
dikala situasi menekan, jadi ada saja ide berbentuk kegiatan yang muncul di
kepala, sama halnya seperti menulis pada hari ini, walaupun menulis juga jadi
sumber masalah baru bagiku sekarang ini, masalahnya adalah ketika tidak bisa
menulis sesuatu yang sedang berkecamuk dalam fikiran dan ketakutan jika suatu
saat menulis tak lagi bisa menghiburku, itu rasanya mau guling-guling saja,
makanya bantal guling dirumah cepat rusak... :D
Dengan situasi sekarang ini, saya
jadi teringat sewaktu berkunjung ke Penjara di Kotacane, Aceh Tenggara. Waktu
itu berkunjung ke lapas dalam rangka mengunjungi salah satu kerabat teman.
Tidak sanggup rasanya menjalani situasi semacam itu, apalagi penjaranya over
kapasitas seperti di Kutacana itu. Sebungkus rokok yang kubeli di depan lapas
seketika habis digilir dan dibagi-bagi para tahanan. Wah... Mereka senang
sekali kelihatannya, bisa merokok dari pemberianku itu, seperti ibarat dapat
air segar ditengah keringnya padang pasir di gurun senaya, apa separah itukah
situasinya?
Melihat situasi didalam penjara dan
menghubungkannya kemasa-masa sekarang yang sedang kualami dan sudah di depan
mata, fikiranku jadi liar entah kemana-mana, linglung atau apalah namanya itu,
tetapi berusaha ku atasi dengan fikiran positiv dan mencari jawaban atas
pertanyaan, "kira-kira kelak kalau saya menjadi salah satu orang yang berada
didalam penjara, apa ya kegiatan yang bisa menghiburku didalam sana? Saat
laptop, gedget dan koneksi internet dirampas dariku". Tentu mencari-cari
cerita dari orang-orang yang sudah berpengalaman didalam penjara adalah suatu
hal yang bisa menjawab pertanyaan itu, paling lengkap ketika kita bisa melihat
situasi langsung didalam penjara. Beruntung saya sudah pernah main-main ke LP
Kutacana waktu itu, jadi sedikit banyaknya, saya sudah bisa merasakan aroma
kelamnya rumah tahanan, sudah ada sedikit gambaran untuk modal mempersiapkan
mental. Semoga mencuci pakaian dan mengepel seluruh tahanan penjara lantai
penjara tidak menjadi keahlianku kemudian.
Akhir cerita dari kawan-kawanku
yang suka mengatakan bahwa saya serba bisa, mereka terkadang nakal,
mempertanyakan, “kenapa saya tidak pernah ahli dibidang menaklukkan hati
wanita?”. Sial seribu sial... Mereka bilang dalam hal ini aku sangat lemah atau
bahasa kami disebut “copho”, alasannya sangat masuk akal memang, karena mereka
tak pernah melihat saya bergandengan dengan yang namanya “pacar” saat ada
agenda nongkrong bersama di warung kopi kesukaan kami. Tapi tidakkah pertanyaan
seperti itu terlalu kejam kawan?
Ya harus di akui, bahwa setiap orang punya
pesona dan cara pandang tersendiri terhadap wanita. Ini bukan dalil pembenaran
atas pengalaman ditolak cewe loh... Sejarah ku berupaya memikat hati wanita tak
habis hitungan jempol dua tangan.
EmoticonEmoticon