Sumber : Tirto.id |
Siporsuk Na Mamora -
Semalam saya baru melihat video perlakuan dan sambutan pahit terhadap Pak Djarot
Saiful Hidayat pada saat menghadiri acara solawat dan zikir peringatan Supersemar
yang digagas oleh keluarga cendana bertempat di Mesjid AT-TIN TMII Jakarta
Timur, sungguh perlakuan yang tidak bisa dicontoh dan terkesan sangat tidak
menggambarkan perlakuan yang manusiawi apalagi Islami.
Hal
berbeda saat Anies Bawedan, Sandiaga Uno, Habib Rizieq, AA Gym dan Prabowo
Subianto hadir disana dengan sambutan yang luar biasa, disambut bagaikan
menyambut malaikat yang baru turun dari langit ketujuh.
Ada
yang bilang, seharusnya Pak Djarot tak usah hadir disana, sudah pasti para
orang-orang yang hadir disana tidak menginginkan kehadirannya, semua yang hadir
disana pastilah membenci dia. Disamping Djarot dari Partai PDI-P, dia juga
adalah Calon Wakil Gubernur DKI Jakarta mendampingi Pak Ahok yang saat ini
dituduh menista Agama Islam.
Dan
yang paling tidak habis fikir adalah, banyak dari pendukung Anies-Sandi yang mengatakan
bahwa itu hanyalah spekulasi untuk mencari simpati masyarakat! Aneh sekali saya
fikir, kok mereka masih sanggup mengatakan seperti itu setelah mereka
mempertontonkan perlakuan yang tidak terhormat tersebut? Mereka sudah
benar-benar hilang akal dan tidak punya hati, beringas dan tidak manusiawi lagi
karena pilkada, seolah-olah pilkada adalah akhir dari segalanya.
Entah
apa sajalah yang mereka tuduhkan itu, tetapi yang jelas pak Djarot Saiful
Hidayat hadir disana untuk memenuhi undangan dari keluarga cendana sebagai
Wakil Gubernur DKI Jakarta, dan sikap pak Djarot itu baik untuk dicontoh
ditengah kegaduhan politik saat ini, menghormati pemilik hajatan, walaupun beliau
tau bahwa keluarga Cendana jelas-jelas tidak mendukungnya. Sikap yang patut
dicontoh dari seorang pemimpin yang tidak tebang pilih untuk melayani
masyarakatnya terkhusus di DKI Jakarta, sekalipun itu tidak menambah dukungan
politik untuknya maju di pilkada DKI Jakarta tahun ini.
Sebelumnya,
Ahok juga sering ditolak warga saat blusukan ke kampung-kampung di DKI Jakarta
dengan alasan menolak Ahok karena menista Agama Islam!
Wah...
Sungguh mereka sudah keterlaluan, memperlakukan saudara seiman sampai sekasar
itu dengan bertopeng Agama Islam, ini sudah keterlaluan kawan. Itu perlakuan
yang tidak manusiawi apalagi ditinjau dari paham Agama, itu sangat tidak benar.
Kufikir tidak ada Agama yang mengajarkan sikap tidak terpuji seperti itu.
Lalu,
mari kita jeli melihat dan mengenali siapa sebenarnya mereka yang bertindak
kasar terhadap sesama umat itu? Jangan tertipu dengan penampilan dan topeng
mereka saat ini, suatu saat bisa mereka ganti dengan topeng yang lain, lebih
keji dan lebih jahat.
Mereka
bilang tindakan mereka adalah untuk menegakkan kemuliaan Agama Islam, Islam
yang manakah mereka ini? Pendukung Orde Baru kah?
Mari
mengingat kembali perlakuan orde baru terhadap ulama-ulama dan umat Islam
berikut ini.
Tahun 1975 :
Radio Dakwah Islamiyah Solo ditutup oleh militer karena dianggap terlalu kritis
pada Soeharto.
14 Maret 1977 :
Kyai Abuya Dimyati ditahan karena mengatakan "Pemerintah adalah Republik Indonesia
dan bukan Golongan Karya"
Tahun 1977 :
Lingkaran Soeharto risih melihat dalam pemilu karena PPP meraih 29,3% suara.
Ditahun-tahun berikutnya ratusan aktivis Islam ditahan tanpa proses pengadilan.
Tahun 1978 :
Ulama Besar Aceh Daud Beureueh dibawa paksa ke Jakarta ketika GAM meletus,
padahal Daud bukan pendukung GAM.
Tahun 1984 :
Orang-orang Islam ditembaki dalam Peristiwa Tanjung Priok.
Pertanyaannya,
penganut paham Islam yang manakah mereka yang kemarin hadir pada acara sholawat
dan zikir peringatan Supersemar di Mesjid AT-TIN TMII itu? Yang meneriaki “usir,
dia kafir” dan memperlakukan Pak Djarot seperti penjahat? Kalau mereka adalah
FPI dan bagian-bagian pendukung Orde Baru, maka tak heran kalau kelakuan mereka
seperti itu, karena mereka hanya bernafsu untuk kekuasaan, apapun caranya,
mereka akan tempuh, termasuk mempolitisasi Agama.
Sumber
: TIRTO.id,
LIPUTAN6.com,
LIPUTAN6.com
EmoticonEmoticon