Monday, April 10, 2017

Saat Mesjid Dipolitisasi, Kenapa JK Diam Saja?

JK Memberi Sambutan Atas Kedatangan Zakir Naik ke Indonesia
Siporsuk Na Mamora - Perhelatan Pilkada DKI Jakarta sungguh menimbulkan keresahan hingga saat ini, isu SARA begitu kental dan masif. Banyak umat terprovokasi dengan aksi massa besar-besaran di Jakarta yang membawa agenda tuntutan penahanan tersangka penistaan agama yang dilakukan oleh Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.
Ahok yang merupakan Calon Gubernur petahanan bernomor urut 2, sebelumnya menjadi tersangka karena video ceramahnya di Kepulauan Seribu yang mengutip ayat suci Al-Quran menjadi kontraversial dan dianggap menodai agama Islam. Tak ayal, kasus inipun dibawa ke meja hijau, dan sampai saat ini kasusnya masih bergulir di Pengadilan Tinggi Negeri Jakarta. Hari ini (11/4/2017) akan dijadwalwalkan sidang ke 18 dengan agenda pembacaan tuntutan dari Jaksa Penuntut Umum.
Aksi Massa dan Kasus Makar
Aksi massa menuntut agar Ahok dipenjara terus bergulir hingga berjilid-jilid, angka-angka cantikpun bermunculan. Ibarat orang yang senang main togel, mungkin karena aksi ini mereka tak perlu lagi berfikir keras untuk mendapatkan nomor cantik mana yang harus dipasang selanjutnya. Hehehe
Merekapun tak segan-segan mengatas namakan agama Islam, walaupun dari beberapa organisasi besar Islam menolak keberadaan mereka karena tidak mencerminkan Islam Indonesia yang toleran. Kecenderungan ditunggangi kepentingan politik tertentu juga turut dijadikan alasan untuk tidak mendukung aksi-aksi mereka.
Puncaknya pada saat penangkapan terhadap beberapa orang yang diduga menyelipkan agenda upaya makar oleh Polri. Tercatat Polri melakukan penangkapan sebanyak 2 kali pada subuh hari sebelum aksi massa berlangsung.
Hal ini tentu sangat melukai rasa kesatuan kita sebagai sebuah Negara yang berdaulat berdasarkan Pancasila. Sudah pasti mereka yang berfikir berbeda dengan para pendemo ini semakin menolak keberadaan aksi-aksi tersebut. Alasannya jelas karena semakin jelas tercium adanya indikasi kepentingan politik yang menunggangi aksi-aksi tersebut, serta upaya yang nyata-nyata membuat persatuan kita semakin mundur jauh kebelakang.
Masjid Dipenuhi Spanduk Penolakan Mensholatkan Pendukung Ahok
Semakin hari, semakin jelas sudah tujuan mereka yang selama ini berdemo mengatas namakan umat Islam di Jakarta. Tujuannya untuk menjegal dan mengalahkan Ahok dalam pertarungan Pilkada DKI Jakarta 2017.
Saat aksi massa tak juga berhasil untuk mengintervensi pemerintah dalam kasus penodaan agama yang dituduhkan terhadap Ahok, intimidasipun dijalankan dengan berbagai metode. Salah satunya adalah dengan melarang untuk mensholatkan umat Islam pendukung Ahok, mereka berpendapat bahwa pendukung penista agama adalah manusia munafikun.
Spanduk provokasi tersebar dimana-mana, termasuk di Mesjid. Tak cukup hanya dalam bentuk spanduk, dimedia sosial dan juga melalui ceramah turut dilancarkan. Jelas saja hal ini akan membuat ketegangan dan ketakutan semakin menjadi-jadi, apalagi mereka yang mendukung Ahok.
Korban dari aksi pelarangan mensholatkan jenazah ini sudah tercatat ada beberapa orang. Salah satunya yang telah terkonfiemasi secara terang benderang adalah jenazah nenek Hindun bin Raisan (77), warga RT 09 RW 02 Karet, Setiabudi, Jakarta Selatan.
Kenapa Jusuf Kalla (Ketum DMI) Terkesan Diam Saja?
Sampai hari ini, DR. H. Muhammad Jusuf Kalla tercatat sebagai Ketua Umum Pengurus Pusat Dewan Masjid Indonesia (DMI). Sesuai dengan tujuannya, Pak JK sebagai Ketua Umum Pengurus Pusat DMI seharusnya mengambil sikap atas realitas saat ini, mengingat fungsi Mesjid sebagai rumah ibadah dan kewajiban untuk mensholatkan jenazah. Akan tetapi itu tidak terjadi, bahkan himbauan agar pengurus Mesjid tidak melakukan hal seperti itupun tidak ada sama sekali sampai saat ini. Jangankan himbauan, pernyataan sikap tegas pun tidak pernah ada.
Entah apa yang dilakukan oleh JK saat ini, terkesan tidak melakukan apa-apa dalam hal meredam dan melarang tindakan-tindakan politisasi di Mesjid. Dengan sikap yang diam dan tak berbuat apa-apa ini, Pak JK bisa dianggap memberi lampu hijau terhadap aksi-aksi politik praktis di Mesjid, mulai dari pemasangan spanduk penolakan mesholatkan jenazah pendukung Ahok, ceramah berbau politik dan hingga yang berbau kebencian terhadap Ahok yang mereka sebut kafirun.
Padahal, DMI memiliki peran yang sangat penting dalam rangka meredam hingga menghentikan aksi-aksi semacam itu di dalam Mesjid, mengingat anggota DMI hingga hari ini telah mencapai lebih dari 1,1 juta Mesjid diseluruh Indonesia.
Apa mungkin Pak JK terlalu sibuk untuk menyambut Zakir Naik? Atau mungkin Pak JK dimasa mendampingi Pak Jokowi sudah tak seligat dulu dimasa mendampingi Pak SBY? Atau memang ada sesuatu disana?
Mudah-mudahan, diamnya Pak JK ini tak berarti bahwa beliau memihak ke salah satu Calon Gubernur DKI Jakarta saat ini. Mengingat Pak JK juga memiliki almamater organisisasi yang sama dengan Anies Baswedan dimasa masing-masing menjadi mahasiswa, begitu juga dengan Pak Sumarno (Ketua KPU DKI Jakarta). Jika demikian, sempurnalah strategi mereka untuk memenangkan Anies-Sandi.
Apa ini bentuk perlawanan atas sikap netral dari pemerintah yang selama ini disampaikan Presiden Joko Widodo? Atau, himbauan Presiden yang disampaikan berkali-kali agar pemerintah tetap netral adalah kemungkinan karena Presiden Joko Widodo telah mencium adanya upaya keberpihakan salah satu oknum didalam pemerintahannya yang tak lain adalah Pak JK sebagai Wakil Presiden.
Sungguh sangat menarik jika kita perhatikan secara seksama dan mendalam, apalagi melihat foto yang satu ini. Ceki dot...
Sumber Foto : Akun Twitter @kurawa
Harus diakui, bahwa akhir-akhir ini pernyataan Wapres JK sering berlawanan dengan pernyataan Presiden Joko Widodo. Bahkan terkesan sebagai bantahan.

Artikel Terkait


EmoticonEmoticon