JK Memberi Sambutan Atas Kedatangan Zakir Naik ke Indonesia |
Siporsuk Na Mamora -
Perhelatan Pilkada DKI Jakarta sungguh menimbulkan keresahan hingga saat ini,
isu SARA begitu kental dan masif. Banyak umat terprovokasi dengan aksi massa
besar-besaran di Jakarta yang membawa agenda tuntutan penahanan tersangka
penistaan agama yang dilakukan oleh Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.
Ahok
yang merupakan Calon Gubernur petahanan bernomor urut 2, sebelumnya menjadi
tersangka karena video ceramahnya di Kepulauan Seribu yang mengutip ayat suci
Al-Quran menjadi kontraversial dan dianggap menodai agama Islam. Tak ayal,
kasus inipun dibawa ke meja hijau, dan sampai saat ini kasusnya masih bergulir
di Pengadilan Tinggi Negeri Jakarta. Hari ini (11/4/2017) akan dijadwalwalkan
sidang ke 18 dengan agenda pembacaan tuntutan dari Jaksa Penuntut Umum.
Aksi Massa dan Kasus Makar
Aksi
massa menuntut agar Ahok dipenjara terus bergulir hingga berjilid-jilid,
angka-angka cantikpun bermunculan. Ibarat orang yang senang main togel, mungkin
karena aksi ini mereka tak perlu lagi berfikir keras untuk mendapatkan nomor cantik
mana yang harus dipasang selanjutnya. Hehehe
Merekapun
tak segan-segan mengatas namakan agama Islam, walaupun dari beberapa organisasi
besar Islam menolak keberadaan mereka karena tidak mencerminkan Islam Indonesia
yang toleran. Kecenderungan ditunggangi kepentingan politik tertentu juga turut
dijadikan alasan untuk tidak mendukung aksi-aksi mereka.
Puncaknya
pada saat penangkapan terhadap beberapa orang yang diduga menyelipkan agenda
upaya makar oleh Polri. Tercatat Polri melakukan penangkapan sebanyak 2 kali
pada subuh hari sebelum aksi massa berlangsung.
Hal
ini tentu sangat melukai rasa kesatuan kita sebagai sebuah Negara yang
berdaulat berdasarkan Pancasila. Sudah pasti mereka yang berfikir berbeda
dengan para pendemo ini semakin menolak keberadaan aksi-aksi tersebut.
Alasannya jelas karena semakin jelas tercium adanya indikasi kepentingan
politik yang menunggangi aksi-aksi tersebut, serta upaya yang nyata-nyata
membuat persatuan kita semakin mundur jauh kebelakang.
Masjid Dipenuhi Spanduk
Penolakan Mensholatkan Pendukung Ahok
Semakin
hari, semakin jelas sudah tujuan mereka yang selama ini berdemo mengatas
namakan umat Islam di Jakarta. Tujuannya untuk menjegal dan mengalahkan Ahok
dalam pertarungan Pilkada DKI Jakarta 2017.
Saat
aksi massa tak juga berhasil untuk mengintervensi pemerintah dalam kasus
penodaan agama yang dituduhkan terhadap Ahok, intimidasipun dijalankan dengan
berbagai metode. Salah satunya adalah dengan melarang untuk mensholatkan umat
Islam pendukung Ahok, mereka berpendapat bahwa pendukung penista agama adalah
manusia munafikun.
Spanduk
provokasi tersebar dimana-mana, termasuk di Mesjid. Tak cukup hanya dalam
bentuk spanduk, dimedia sosial dan juga melalui ceramah turut dilancarkan. Jelas
saja hal ini akan membuat ketegangan dan ketakutan semakin menjadi-jadi,
apalagi mereka yang mendukung Ahok.
Korban
dari aksi pelarangan mensholatkan jenazah ini sudah tercatat ada beberapa
orang. Salah satunya yang telah terkonfiemasi secara terang benderang adalah jenazah
nenek Hindun bin Raisan (77), warga RT 09 RW 02 Karet, Setiabudi, Jakarta
Selatan.
Kenapa Jusuf Kalla (Ketum
DMI) Terkesan Diam Saja?
Sampai
hari ini, DR. H. Muhammad Jusuf Kalla tercatat sebagai Ketua Umum Pengurus
Pusat Dewan Masjid Indonesia (DMI). Sesuai dengan tujuannya, Pak JK sebagai
Ketua Umum Pengurus Pusat DMI seharusnya mengambil sikap atas realitas saat ini,
mengingat fungsi Mesjid sebagai rumah ibadah dan kewajiban untuk mensholatkan
jenazah. Akan tetapi itu tidak terjadi, bahkan himbauan agar pengurus Mesjid
tidak melakukan hal seperti itupun tidak ada sama sekali sampai saat ini.
Jangankan himbauan, pernyataan sikap tegas pun tidak pernah ada.
Entah
apa yang dilakukan oleh JK saat ini, terkesan tidak melakukan apa-apa dalam hal
meredam dan melarang tindakan-tindakan politisasi di Mesjid. Dengan sikap yang
diam dan tak berbuat apa-apa ini, Pak JK bisa dianggap memberi lampu hijau
terhadap aksi-aksi politik praktis di Mesjid, mulai dari pemasangan spanduk
penolakan mesholatkan jenazah pendukung Ahok, ceramah berbau politik dan hingga
yang berbau kebencian terhadap Ahok yang mereka sebut kafirun.
Padahal,
DMI memiliki peran yang sangat penting dalam rangka meredam hingga menghentikan
aksi-aksi semacam itu di dalam Mesjid, mengingat anggota DMI hingga hari ini
telah mencapai lebih dari 1,1 juta Mesjid diseluruh Indonesia.
Apa
mungkin Pak JK terlalu sibuk untuk menyambut Zakir Naik? Atau mungkin Pak JK
dimasa mendampingi Pak Jokowi sudah tak seligat dulu dimasa mendampingi Pak
SBY? Atau memang ada sesuatu disana?
Mudah-mudahan,
diamnya Pak JK ini tak berarti bahwa beliau memihak ke salah satu Calon
Gubernur DKI Jakarta saat ini. Mengingat Pak JK juga memiliki almamater
organisisasi yang sama dengan Anies Baswedan dimasa masing-masing menjadi
mahasiswa, begitu juga dengan Pak Sumarno (Ketua KPU DKI Jakarta). Jika
demikian, sempurnalah strategi mereka untuk memenangkan Anies-Sandi.
Apa
ini bentuk perlawanan atas sikap netral dari pemerintah yang selama ini
disampaikan Presiden Joko Widodo? Atau, himbauan Presiden yang disampaikan
berkali-kali agar pemerintah tetap netral adalah kemungkinan karena Presiden
Joko Widodo telah mencium adanya upaya keberpihakan salah satu oknum didalam
pemerintahannya yang tak lain adalah Pak JK sebagai Wakil Presiden.
Sungguh
sangat menarik jika kita perhatikan secara seksama dan mendalam, apalagi
melihat foto yang satu ini. Ceki dot...
Sumber Foto : Akun Twitter @kurawa |
Harus
diakui, bahwa akhir-akhir ini pernyataan Wapres JK sering berlawanan dengan
pernyataan Presiden Joko Widodo. Bahkan terkesan sebagai bantahan.
EmoticonEmoticon