Asma Dewi bersama Anies-Sandi |
Siporsuk
Na Mamora – Pilkada DKI
Jakarta memang sudah terlewat jauh. Ahok juga sudah di penjara karena postingan
Buni Yani, dan Anies-Sandi juga sudah disahkan sebagai pemenang.
Namun kita tidak bisa serta merta
melupakan semua dinamika politik yang terjadi selama perhelatan pilkada DKI Jakarta
berlangsung. Ada catatan penting yang tidak begitu saja bisa kita lupakan,
yaitu massivenya dan terstrukturnya kampanye bermuatan isu sara, ujaran kebencian,
mobilisasi massa/demo bernomor togel berjilid-jilid, hoax, politisasi rumah
ibadah dan sampai pada ancaman tidak menyolatkan mayat pendukung Ahok-Djarot.
Inilah catatan penting dan memilukan yang kita warisi dari proses demokrasi di
pilkada DKI Jakarta.
Ahok yang di mata masyarakatnya
memiliki kinerja yang bagus, tegas dan terlebih anti korupsi harus rela keok di
putaran kedua pilkada DKI Jakarta akibat dari banyaknya cara kampaye hitam yang
diarahkan kepadanya secara terus menerus dan berskala besar-besaran. Jakarta
tiba-tiba ramai dikunjungi oleh orang-orang dari luar daerah dengan tujuan
untuk berdemo, sebagian dari mereka berteriak lantang “gantung Ahok!!!, bunuh
Ahok!!!, Ahok kafir!!!” dan masih banyak lagi teriakan yang lain.
Kondisi politik yang tidak kondusif
sengaja diciptakan kelompok tertentu selama pilkada DKI Jakarta secara tidak
langsung waktu itu menguntungkan pihak Anies-Sandi.
Semua bertanya-tanya pada waktu
itu, namun semua tidak menyangka bahwa ternyata ada segerombolan orang sindikat
penebar konten berisi ujaran kebencian berbau sara dan hoax melalui media
sosial/internet yang dimanfaatkan politikus tertentu yang haus akan kekuasaan guna
untuk mencapai kemenangan.
Sebenarnya diawal telah mulai
tercium kebusukan itu setelah tertangkapnya Ketua GPMF-MUI Bactiar Nasir oleh
Bareskrim Polri dengan tuduhan pencucian uang yang menyangkut pembiayaan aksi
212. Namun itu ternyata belum seberapa dibanding dengan kasus sindikat Saracen
yang terkuak kemudian.
Rentetan benang merah pelaku, atau
pengorder konten isu sara kepada pengurus Saracen sudah mulai terlihat jelas
dengan pengungkapan kasus sindikat Saracen. Melalui anggota-anggota Saracen yang
sudah ditangkap polisi beserta rekam jejak mereka, kita bisa memahami dan
mengetahui pihak siapa sebenarnya yang mengorder konten-konten keji kepada
pihak Saracen.
Asma Dewi, nama yang belakangan
mencuat karena kasus ujaran kebencian di media sosial. Polisi juga telah
memastikan bahwa ibu rumah tangga yang berasal dari Sulawesi Utara ini turut
terlibat dalam sindikat kelompok Saracen. Bahkan lebih jauh, polisi juga
mengatakan bahwa Asma Dewi pernah mentransfer uang senilai Rp 75 juta kepada
bendahara tim inti Saracen bernama Namlea Solo.
Sepanjang pengamatan saya, Asma
Dewi memiliki peran yang sangat penting di pihak tim Anies-Sandi.
Fakta-fakta hubungan dekat Asma
Dewi dan pihak tim Anies-Sandi bisa kita lihat dari rekam jejak foto elektronik
milik Asma Dewi yang telah banyak menyebar di media-media sosial.
Selain itu, ada beberapa jabatan strategis
organisasi taktis yang bertujuan menghadang Ahok agar tidak terpilih lagi
sbagai gubernur DKI Jakarta periode ke-2 di duduki oleh Asma Dewi.
Pertama
: Sekretaris Presidium Alumni 212
yang notabanenya adalah kelompok yang dulu berdemo di monas menuntut Jokowi
menahan Ahok secepat mungkin terkait kasus penistaan agama Islam. (CNNIndonesia.COM)
Kedua
: Bendahara tamasya Almaidah yang
bertujuan untuk memobilisasi massa dari daerah ke DKI Jakarta pada pilkada
putaran kedua guna untuk mengawasi dan mengamankan suara cagub muslim yang
tidak lain adalah Anies. (Tirto.ID)
Posisi jabatan strategis organisasi
taktis di atas inilah yang kemudian membuat saya dan teman-teman yang lain dapat
melihat jelas akan siapa dan apa peran Asma Dewi dalam hubungan antara Saracen,
212 (GMF-MUI) dan Tamasya Almaidah dengan pihak Anies-Sandi dalam upaya
memperoleh kemenangkan di pilkada DKI Jakarta.
Semua sudah mulai kelihatan
terang-benderang kepada publik, siapa atau pihak mana yang doyan mengorder
berita hoax dan ujaran kebencian kepada pengurus Saracen selama ini demi untuk
meraih kemenangan dalam pilkada.
Karena itu, kita bisa berkesimpulan
bahwa sebenarnya, kemenangan Anies-Sandi didapatkan dari cara-cara kotor dan
menjijikkan! Karena mereka berkompromi dengan sindikat Saracen yang telah secara
massive, terstruktur dan berpengalaman menebar isu-isu yang berisi ujaran
kebencian, mengandung unsur sara dan hoax di media-media sosial/online.
Seyogyanya kemenangan adalah hal
yang harus diraih dengan cara terhormat. Manakala kita meraihnya dengan
cara-cara curang, maka hilanglah sudah kehormatan kita bersamanya.
Mari kita dorong pemerintah melalui
kepolisian untuk mengusut tuntas sampai ke akar-akarnya kasus sindikat kelompok
Saracen.
Salam sada roha dari Anak Medan. HORAS!
EmoticonEmoticon