Amien Rais |
Mengklaim
Tuhan punya rasa malu, dan menebar ketakutan –Indonesia akan bubar jika
dipimpin Jokowi lagi- kepada publik adalah keahlian si ‘mbah tua Amien Rais,
dan menyerang Jokowi dengan serangan-serang isu yang jauh dari kata “santun”
adalah makanan sehari-harinya. Sekalipun itu di bulan ramadhan, tetap saja
omongannya kasar dan terkesan memojokkan Jokowi tanpa diberengi dengan data
yang akurat, bahkan lebih tepat dibilang “fitnah” belaka.
Semakin
hari, isu dan omongan yang dilempar si ‘mbah tua ini semakin tak terkendali.
Dulu, masyarakat tidak terlalu marah jikapun Jokowi diserang dengan kata-kata
kasar dan fitnah, baik mengenai isu pekerja asing dan aseng, kemudian isu hutang Negara, kebijakan
ekonomi Jokowi yang disebut pro Cina, selanjutnya tentang sertifikasi tanah Jokowi
yang disebut sebagai program ‘pengibulan’ bagi rakyat, dan masih banyak lagi yang
tidak bisa saya sebutkan satu-persatu. Semua isu diatas dilemparkan Amien Rais
sendiri ke publik dengan cara menyalah gunakan panggung acara keagamaan dan
rumah ibadah, caranya membabi buta, nyaris tanpa dibarengi dengan data-data
yang akurat, alias fitnah atau hoaks.
Kemarahan
masyarakat sepertinya tidak bisa lagi ditahan ketika Amien Rais sampai pada
situasi memposisikan dirinya sebagai atasnama Tuhan dalam melancarkan isu-isu
murahan, hoaks dan fitnah yang dilemparkan untuk memojokkan Jokowi, dengan
harapan makin banyak masyarakat yang bisa dibodohi dan dibawah pengaruhnya
sebagai pembenci Jokowi. Bukan itu saja, Amien Rais juga sudah sampai ke tahap ‘mendikte/memerintah’
Tuhan agar mewujudkan keinginannya untuk mengganti Jokowi di Pilpres 2019.
Nama Tuhan
saat ini memang masih sangat efektif disalah gunakan para politikus untuk
mengais dukungan dan simpati, ditengah-tengah kondisi rakyat yang masih memiliki
tingkat pendidikan dan minat baca yang sangat rendah.
Saya
sendiri, jika seorang politikus sudah terlalu banyak bicara agama dan Tuhan,
tapi tidak dibarengi dengan integritas, maka saya pikir orang itu hanyalah
sebagai politikus penjual agama dan Tuhan, atau dalam sebutan Ahok sebagai ‘politikus
penjual ayat Tuhan’ demi kekuasaan, kepentingan dan keuntungannya sendiri.
Dimana suatu saat setelah berkuasa, maka lupalah sudah kepada tanggungjawab.
Semantara untuk membunuh daya kritis masyarakat, diperalat lagilah agama itu.
Seperti
halnya di DKI Jakarta sekarang ini, tak peduli itu melanggar aturan atau pungli,
maka jadilah program paksaan mengumpulkan dana zakat per-RT Rp 1 jt, yang
penting namanya dibuat berbau agamais, ya tetap aja aman dan Gubernurnya masih
di puja-puja. Padahal kenyataannya, itu adalah bentuk nyata dari pungli, karena
tidak ada aturan yang mengatur sebagai landasan hukum yang sah, sedangkan dari
segi pengawasan sangat lemah dan berpotensi dijadidikan obyek lahan korupsi
yang baru untuk para RT dan Lurah.
Amien Rais,
bersama Prabowo dan Habib Rizieq Shihab adalah sekutu pendukung Anies Baswedan
dan Sandi Uno yang sekarang memimpin DKI Jakarta. Sekarang mereka bersekutu
lagi untuk melawan Jokowi di Pilpres 2019. Namu bodohnya, mereka bertiga –Amien
Rais, Prabowo dan Habib Rizieq Shihab– sama-sama
bernafsu ingin menjadi Capres di Pilpres 2019. Lebih bodohnya lagi, partai
pendukung mereka sama sekali belum ada yang fiks.
Kupikir,
jika kondisinya seperti di atas, tidak berlebihan jika saya sebut orang-orang
seperti ini lebih mirip disebut sebagai kelompok yang sedang terganggu
kejiwaannya, alias penyakit mental/gila. Kata guru sekolah mungguku dulu, jika
seseorang terlalu ambisius –terlalu menginginkan sesuatu diluar nalar pikirnya–
tapi tidak dibarengi dengan iman yang kuat, maka bisa menimbulkan prustasi,
hingga berujung stress alias gila.
Baca Juga : Pak Tua Amien Rais, Bertemu Pimpinan KPK Itu Dilarang, Tetapi Bertemu Penyidik KPK Itu Pasti!
Gejala sakit
jiwa dan kegilaan itu bisa dideteksi dengan semakin ngawurnya seseorang
berbicara, atau yang disampaikan sudah lebih cenderung hanya semata-mata ‘ilusi’
yang bersemayam di alam pikirnya, serta sangat jauh dari kenyataan.
Prodak nyata
kekuasaan/kemenangan pertarungan politik yang diperoleh dengan cara menjual
agama, ayat atau Tuhan adalah pemimpin yang ada di DKI Jakarta sekarang ini.
Apa yang kalian lihat? Hanya orang-orang waras dan betul-betul berhati murni
yang bisa melihatnya. Kalau yang masih dimabuk agama dan pemahaman sektarian,
maka sampai kiamatpun di tak akan mengerti kemunduran apa yang sekarang sedang
dialami DKI Jakarta.
Kenapa saya
ambil contoh DKI Jakarta? Supaya kewarasan kita tetap terjaga. Kenyataan bahwa
pemimpin yang dilahirkan dengan cara mempolitisasi agama, ayat dan Tuhan,
keluarannya akan seperti pemimpin yang ada di DKI Jakarta saat ini.
Apa lagi
yang tidak dilakukannya kedepan saat menang, jika untuk memperoleh kemengan
saja berani menjual nama Tuhan-nya? Jangankan takut kepada manusia, atau
memiliki keinginan melayani masyarakatnya, Tuhan saja sudah dijual untuk
kepentingan pribadi dan demi kekuasaan.
Jangan
sampai kita memiliki pemimpin yang model begini, karena kita terperdaya dengan
kata-kata manis dan penampilan yang didesain bertopengkan agama. Jadi yang
perlu, kita harus jadi pemilih yang cerdas dan melek dengan informasi, serta
politik. Jika tidak, kita sendiri yang akan rugi dipimpin orang tidak
berkompeten dan minim ide atau gagasan, terlebih tindakan.
Kembali ke
alinea pertama. Semakin tua, seyogianya seseorang semakin matang dan menyadari
keberadaan, anugrah dan kuasa Tuhan atas dirinya selama hidup. Kepasrahan
kepada Tuhan sang Ilahi adalah kunci keimanan kita orang yang percaya, karena
Tuhan itu maha tahu yang terbaik untuk hidup setiap orang. Bukan malah memaksa
Tuhan menwujudkan keinginan kita, yang kita anggap kebenaran, padahal
sesungguhnya adalah dorongan nafsu duniawi semata.
Lagi pula, apa
hebatnya menarik simpati rakyat dengan cara mengatasnamakan Tuhan untuk
menjelekkan orang lain? Jelas, ini hanyalah karakter orang yang sirik. Kata
orang bijak, “sirik berarti tanda tak mampu”.
Baca Juga : Kejutan Megawati di Pilpres 2019 : Meminang Chairul Tanjung Jadi Pendamping Jokowi, Saya Sih YES!
Amien Rais,
Prabowo dan Habib Rizieq Shihab adalah gerombolan yang terlihat akur bersama
saling dukung, namun kenyataanya, mereka bertiga belum ada yang selesai dengan
dirinya sendiri. Semua masih alot berjibaku dengan nafsu besar duniawi yang ada
dalam dirinya, yaitu nafsu haus kekuasaan. Keberadaan Jokowi dengan semangat ‘Revolusi
Mental’ memang sangat mengancam eksistensi orang-orang bermental seperti mereka
yang hari-harinya dihabiskan untuk mengampanyekan hal buruk kepada orang lain,
sekalipun itu adalah kebohongan semata.
Walaupun isi
tulisanku bernada kurang setuju dengan pencapresan Amien Rais, namun itu
hanyalah ketidaksetujuan dengan cara dan praktiknya mencari simpati dan
dukungan. Secara konstitusional, saya senang mendengar ‘mbah Amien Rais
nantinya bisa menjadi salah-satu rivalnya Pa’de Jokowi di Pilpres 2019
mendatang. Supaya makin terbuka mata dan hati rakyat bahwa Tuhan tak bisa di
dikte, sekalipun jutaan manusia berdoa untuk meminta kekalahan bagi Jokowi.
Selamat datang
dan selamat bekerja keras mencari dukungan parpol ya ‘mbah Amien Rais. Semoga
tidak kalah lagi seperti di Pilpres tahun 2004. Akan sangat memalukan jika
kekalahan puluhan tahun lalu tersebut terulang kembali untuk kedua kalinya.
Ingat! Keinginan
dan rancangan Tuhan-lah yang terjadi atas semua mahluk yang ada di jagat raya
ini, bukan manusia. Itulah arti kebesaran Tuhan.
Salam sada
roha dari Anak Medan.
h o r a s !
EmoticonEmoticon