Monday, June 11, 2018

Amien Rais, Si Tua Yang Bernafsu Jadi Capres Penantang Jokowi

Amien Rais
Mengklaim Tuhan punya rasa malu, dan menebar ketakutan –Indonesia akan bubar jika dipimpin Jokowi lagi- kepada publik adalah keahlian si ‘mbah tua Amien Rais, dan menyerang Jokowi dengan serangan-serang isu yang jauh dari kata “santun” adalah makanan sehari-harinya. Sekalipun itu di bulan ramadhan, tetap saja omongannya kasar dan terkesan memojokkan Jokowi tanpa diberengi dengan data yang akurat, bahkan lebih tepat dibilang “fitnah” belaka.
Semakin hari, isu dan omongan yang dilempar si ‘mbah tua ini semakin tak terkendali. Dulu, masyarakat tidak terlalu marah jikapun Jokowi diserang dengan kata-kata kasar dan fitnah, baik mengenai isu pekerja asing  dan aseng, kemudian isu hutang Negara, kebijakan ekonomi Jokowi yang disebut pro Cina, selanjutnya tentang sertifikasi tanah Jokowi yang disebut sebagai program ‘pengibulan’ bagi rakyat, dan masih banyak lagi yang tidak bisa saya sebutkan satu-persatu. Semua isu diatas dilemparkan Amien Rais sendiri ke publik dengan cara menyalah gunakan panggung acara keagamaan dan rumah ibadah, caranya membabi buta, nyaris tanpa dibarengi dengan data-data yang akurat, alias fitnah atau hoaks.
Kemarahan masyarakat sepertinya tidak bisa lagi ditahan ketika Amien Rais sampai pada situasi memposisikan dirinya sebagai atasnama Tuhan dalam melancarkan isu-isu murahan, hoaks dan fitnah yang dilemparkan untuk memojokkan Jokowi, dengan harapan makin banyak masyarakat yang bisa dibodohi dan dibawah pengaruhnya sebagai pembenci Jokowi. Bukan itu saja, Amien Rais juga sudah sampai ke tahap ‘mendikte/memerintah’ Tuhan agar mewujudkan keinginannya untuk mengganti Jokowi di Pilpres 2019.
Nama Tuhan saat ini memang masih sangat efektif disalah gunakan para politikus untuk mengais dukungan dan simpati, ditengah-tengah kondisi rakyat yang masih memiliki tingkat pendidikan dan minat baca yang sangat rendah.
Saya sendiri, jika seorang politikus sudah terlalu banyak bicara agama dan Tuhan, tapi tidak dibarengi dengan integritas, maka saya pikir orang itu hanyalah sebagai politikus penjual agama dan Tuhan, atau dalam sebutan Ahok sebagai ‘politikus penjual ayat Tuhan’ demi kekuasaan, kepentingan dan keuntungannya sendiri. Dimana suatu saat setelah berkuasa, maka lupalah sudah kepada tanggungjawab. Semantara untuk membunuh daya kritis masyarakat, diperalat lagilah agama itu.
Seperti halnya di DKI Jakarta sekarang ini, tak peduli itu melanggar aturan atau pungli, maka jadilah program paksaan mengumpulkan dana zakat per-RT Rp 1 jt, yang penting namanya dibuat berbau agamais, ya tetap aja aman dan Gubernurnya masih di puja-puja. Padahal kenyataannya, itu adalah bentuk nyata dari pungli, karena tidak ada aturan yang mengatur sebagai landasan hukum yang sah, sedangkan dari segi pengawasan sangat lemah dan berpotensi dijadidikan obyek lahan korupsi yang baru untuk para RT dan Lurah.
Amien Rais, bersama Prabowo dan Habib Rizieq Shihab adalah sekutu pendukung Anies Baswedan dan Sandi Uno yang sekarang memimpin DKI Jakarta. Sekarang mereka bersekutu lagi untuk melawan Jokowi di Pilpres 2019. Namu bodohnya, mereka bertiga –Amien Rais, Prabowo dan Habib Rizieq Shihab–  sama-sama bernafsu ingin menjadi Capres di Pilpres 2019. Lebih bodohnya lagi, partai pendukung mereka sama sekali belum ada yang fiks.
Kupikir, jika kondisinya seperti di atas, tidak berlebihan jika saya sebut orang-orang seperti ini lebih mirip disebut sebagai kelompok yang sedang terganggu kejiwaannya, alias penyakit mental/gila. Kata guru sekolah mungguku dulu, jika seseorang terlalu ambisius –terlalu menginginkan sesuatu diluar nalar pikirnya– tapi tidak dibarengi dengan iman yang kuat, maka bisa menimbulkan prustasi, hingga berujung stress alias gila.
Gejala sakit jiwa dan kegilaan itu bisa dideteksi dengan semakin ngawurnya seseorang berbicara, atau yang disampaikan sudah lebih cenderung hanya semata-mata ‘ilusi’ yang bersemayam di alam pikirnya, serta sangat jauh dari kenyataan.
Prodak nyata kekuasaan/kemenangan pertarungan politik yang diperoleh dengan cara menjual agama, ayat atau Tuhan adalah pemimpin yang ada di DKI Jakarta sekarang ini. Apa yang kalian lihat? Hanya orang-orang waras dan betul-betul berhati murni yang bisa melihatnya. Kalau yang masih dimabuk agama dan pemahaman sektarian, maka sampai kiamatpun di tak akan mengerti kemunduran apa yang sekarang sedang dialami DKI Jakarta.
Kenapa saya ambil contoh DKI Jakarta? Supaya kewarasan kita tetap terjaga. Kenyataan bahwa pemimpin yang dilahirkan dengan cara mempolitisasi agama, ayat dan Tuhan, keluarannya akan seperti pemimpin yang ada di DKI Jakarta saat ini.
Apa lagi yang tidak dilakukannya kedepan saat menang, jika untuk memperoleh kemengan saja berani menjual nama Tuhan-nya? Jangankan takut kepada manusia, atau memiliki keinginan melayani masyarakatnya, Tuhan saja sudah dijual untuk kepentingan pribadi dan demi kekuasaan.
Jangan sampai kita memiliki pemimpin yang model begini, karena kita terperdaya dengan kata-kata manis dan penampilan yang didesain bertopengkan agama. Jadi yang perlu, kita harus jadi pemilih yang cerdas dan melek dengan informasi, serta politik. Jika tidak, kita sendiri yang akan rugi dipimpin orang tidak berkompeten dan minim ide atau gagasan, terlebih tindakan.
Kembali ke alinea pertama. Semakin tua, seyogianya seseorang semakin matang dan menyadari keberadaan, anugrah dan kuasa Tuhan atas dirinya selama hidup. Kepasrahan kepada Tuhan sang Ilahi adalah kunci keimanan kita orang yang percaya, karena Tuhan itu maha tahu yang terbaik untuk hidup setiap orang. Bukan malah memaksa Tuhan menwujudkan keinginan kita, yang kita anggap kebenaran, padahal sesungguhnya adalah dorongan nafsu duniawi semata.
Lagi pula, apa hebatnya menarik simpati rakyat dengan cara mengatasnamakan Tuhan untuk menjelekkan orang lain? Jelas, ini hanyalah karakter orang yang sirik. Kata orang bijak, “sirik berarti tanda tak mampu”.
Amien Rais, Prabowo dan Habib Rizieq Shihab adalah gerombolan yang terlihat akur bersama saling dukung, namun kenyataanya, mereka bertiga belum ada yang selesai dengan dirinya sendiri. Semua masih alot berjibaku dengan nafsu besar duniawi yang ada dalam dirinya, yaitu nafsu haus kekuasaan. Keberadaan Jokowi dengan semangat ‘Revolusi Mental’ memang sangat mengancam eksistensi orang-orang bermental seperti mereka yang hari-harinya dihabiskan untuk mengampanyekan hal buruk kepada orang lain, sekalipun itu adalah kebohongan semata.
Walaupun isi tulisanku bernada kurang setuju dengan pencapresan Amien Rais, namun itu hanyalah ketidaksetujuan dengan cara dan praktiknya mencari simpati dan dukungan. Secara konstitusional, saya senang mendengar ‘mbah Amien Rais nantinya bisa menjadi salah-satu rivalnya Pa’de Jokowi di Pilpres 2019 mendatang. Supaya makin terbuka mata dan hati rakyat bahwa Tuhan tak bisa di dikte, sekalipun jutaan manusia berdoa untuk meminta kekalahan bagi Jokowi.
Selamat datang dan selamat bekerja keras mencari dukungan parpol ya ‘mbah Amien Rais. Semoga tidak kalah lagi seperti di Pilpres tahun 2004. Akan sangat memalukan jika kekalahan puluhan tahun lalu tersebut terulang kembali untuk kedua kalinya.
Ingat! Keinginan dan rancangan Tuhan-lah yang terjadi atas semua mahluk yang ada di jagat raya ini, bukan manusia. Itulah arti kebesaran Tuhan.
Salam sada roha dari Anak Medan.
h o r a s !

Artikel Terkait


EmoticonEmoticon