Sunday, May 12, 2019

Kini, yang Tersisa dari Perayaan Mother's Day Hanya Pemborosan

Ilustrasi Seorang Ibu

 Hari Ibu kan kita rayakan di tanggal 22 Desember?
Mungkin teman-teman akan bertanya seperti di atas ketika melihat judul tulisan saya tentang perayaan Mother's Day atau Hari Ibu, karena saya tulis di tanggal 12 Mei.
Sebagian besar kita -orang Indonesia- memang merayakan Hari Ibu di tanggal 22 Desember, jadi tidak ada yang salah jika pertanyaan di atas muncul di benak teman-teman pembaca. Tapi, cerita -perayaannya- akan lain jika teman-teman pembaca mengetahui sejarah singkat perayaan Hari Ibu yang awal populernya dimulai di negeri Paman Sam, Amerika Serikat.
Perayaan Hari Ibu berawal dari motivasi seorang anak untuk menghormati jasa Ibunya. Namanya Anna Jarvis, seorang perempuan Amerika. Dialah aktivis perempuan yang berjuang untuk adanya satu hari libur yang didedikasikan untuk mengenang perjuangan seorang Ibu. Kalau boleh dibilang, Dia adalah pencetusnya.
Ibunya bernama Ann Reeves Jarvis, lahir di Culpeper, Virginia pada 30 September 1832, dan meninggal pada 9 Mei 1905. Sejak hari wafat ibunya, Anna Jarvis berjanji pada dirinya akan berjuang untuk mencetuskan satu hari libur untuk mengenang perjuangan seorang Ibu sebelum Ia meninggal. Itulah yang hari ini kita kenal dan rayakan setiap tahun sebagai Hari Ibu.
Perjuangannya ini tidaklah mudah, butuh waktu bertahun-tahun lamanya hingga Presiden AS Woodrow Wilson menandatangani undang-undang yang mengakui Mother's Day sebagai hari libur nasional yang diusulkan Anna Jarvis.
Hari Ibu pertama kali dirayakan di Gereja Andrews Methodist Episcopal yang berada di Grafton, Virginia Barat tiga tahun setelah Ibunya meninggal dunia. Gereja tersebut sekarang dijuluki sebagai "Tempat Suci Hari Ibu Internasional".
Perayaan Hari Ibu yang bermula di Amerika tersebut ternyata mendapat sambutan luar biasa baik dari seluruh penduduk dunia, jauh melebihi dari apa yang dibayangkan sejak awal. Tentu setelah pengesahan hari libur perayaan Hari Ibu Nasional di Amerika.
Populernya perayaan Hari Ibu bukan malah membuat Anna Jarvis senang, sebaliknya menyesal, karena perayaan Hari Ibu dilihatnya malah menyimpang dari tujuan perjuangan awal, yaitu untuk menghormati seorang Ibu.
Beberapa tahun perayaan Hari Ibu berjalan, Jarvis kemudian melihat upaya kapitalisasi yang luar biasa. Bahkan, Jarvis harus mengeluarkan kecaman terhadap Ibu Negaranya sendiri, Eleanor Roosevelt yang menggunakan Hari Ibu sebagai cara meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan anak-anak. Ia tidak menyukai cara Ibu Negaranya tersebut dalam merayakan Hari Ibu.
Beda hal dengan Eleanor, para pedagang menjadikan Hari Ibu sebagai ladang mencari keuntungan. Berbagai promo digelar di toko-toko, pasar dan tempat belanja. Tau dong, kalau ibu-ibu melihat diskon? Maka tak jarang Hari Ibu dirayakan dengan foya-foya dan pemborosan. Setiap ibu-ibu di AS diperkirakan akan menghabiskan sedikitnya 196 dolar atau Rp 2,8 juta hanya untuk berbelanja di hari tersebut.
Kapitalisasi juga semakin tak terkendali, diperayaan tersebut, setiap orang mulai berbelanja bunga mewah, kartu ucapan, dan coklat yang mahal. Tidak salah kemudian jika saya berpendapat, bahwa perayaan Hari Ibu malah membebankan setiap orang yang merayakannya. Bagi pebisnis, sebuah peluang besar, dan ada kepentingan bisnis disana.
Karena muak dengan kapitalisasi Hari Ibu tersebut, Anna Jarvis memprotes pemasaran penjualan bunga dan barang mewah semacamnya, hingga akhirnya Dia ditangkap atas tuduhan penyebab gangguan publika.
Perayaan Hari Ibu awalnya semata hanya untuk menghormati seorang ibu oleh seorang anak, dengan cara yang lebih baik dan sederhana.
Jaman sekarang, orang lebih suka mengekspresikan perayaan Hari Ibu di media sosialnya, ketimbang menelfon, atau sekedar menyapa dan bercerita dengan Ibu di rumah.
Yuk kita rayakan Hari Ibu dengan cara yang sederhana, menghormati dan menyayangi, serta membuatnya bangga sebagai Ibu sudah cukup bagi mereka.
Selamat Hari Ibu Internasional...
Salam sada roha dari Anak Medan.
h o r a s !

Artikel Terkait


EmoticonEmoticon