Ilustrasi Seorang Ibu |
Hari Ibu kan
kita rayakan di tanggal 22 Desember?
Mungkin
teman-teman akan bertanya seperti di atas ketika melihat judul tulisan saya
tentang perayaan Mother's Day atau Hari Ibu, karena saya tulis di tanggal 12 Mei.
Sebagian besar
kita -orang Indonesia- memang merayakan Hari Ibu di tanggal 22 Desember, jadi tidak
ada yang salah jika pertanyaan di atas muncul di benak teman-teman pembaca.
Tapi, cerita -perayaannya- akan lain jika teman-teman pembaca mengetahui
sejarah singkat perayaan Hari Ibu yang awal populernya dimulai di negeri Paman
Sam, Amerika Serikat.
Perayaan Hari
Ibu berawal dari motivasi seorang anak untuk menghormati jasa Ibunya. Namanya
Anna Jarvis, seorang perempuan Amerika. Dialah aktivis perempuan yang berjuang
untuk adanya satu hari libur yang didedikasikan untuk mengenang perjuangan
seorang Ibu. Kalau boleh dibilang, Dia adalah pencetusnya.
Ibunya bernama
Ann Reeves Jarvis, lahir di Culpeper, Virginia pada 30 September 1832, dan
meninggal pada 9 Mei 1905. Sejak hari wafat ibunya, Anna Jarvis berjanji pada
dirinya akan berjuang untuk mencetuskan satu hari libur untuk mengenang perjuangan
seorang Ibu sebelum Ia meninggal. Itulah yang hari ini kita kenal dan rayakan
setiap tahun sebagai Hari Ibu.
Perjuangannya
ini tidaklah mudah, butuh waktu bertahun-tahun lamanya hingga Presiden AS
Woodrow Wilson menandatangani undang-undang yang mengakui Mother's Day sebagai
hari libur nasional yang diusulkan Anna Jarvis.
Hari Ibu
pertama kali dirayakan di Gereja Andrews Methodist Episcopal yang berada di
Grafton, Virginia Barat tiga tahun setelah Ibunya meninggal dunia. Gereja
tersebut sekarang dijuluki sebagai "Tempat Suci Hari Ibu
Internasional".
Perayaan Hari
Ibu yang bermula di Amerika tersebut ternyata mendapat sambutan luar biasa baik
dari seluruh penduduk dunia, jauh melebihi dari apa yang dibayangkan sejak
awal. Tentu setelah pengesahan hari libur perayaan Hari Ibu Nasional di
Amerika.
Populernya
perayaan Hari Ibu bukan malah membuat Anna Jarvis senang, sebaliknya menyesal,
karena perayaan Hari Ibu dilihatnya malah menyimpang dari tujuan perjuangan
awal, yaitu untuk menghormati seorang Ibu.
Beberapa tahun
perayaan Hari Ibu berjalan, Jarvis kemudian melihat upaya kapitalisasi yang
luar biasa. Bahkan, Jarvis harus mengeluarkan kecaman terhadap Ibu Negaranya
sendiri, Eleanor Roosevelt yang menggunakan Hari Ibu sebagai cara meningkatkan
kesehatan dan kesejahteraan anak-anak. Ia tidak menyukai cara Ibu Negaranya
tersebut dalam merayakan Hari Ibu.
Beda hal
dengan Eleanor, para pedagang menjadikan Hari Ibu sebagai ladang mencari
keuntungan. Berbagai promo digelar di toko-toko, pasar dan tempat belanja. Tau
dong, kalau ibu-ibu melihat diskon? Maka tak jarang Hari Ibu dirayakan dengan
foya-foya dan pemborosan. Setiap ibu-ibu di AS diperkirakan akan menghabiskan
sedikitnya 196 dolar atau Rp 2,8 juta hanya untuk berbelanja di hari tersebut.
Kapitalisasi
juga semakin tak terkendali, diperayaan tersebut, setiap orang mulai berbelanja
bunga mewah, kartu ucapan, dan coklat yang mahal. Tidak salah kemudian jika
saya berpendapat, bahwa perayaan Hari Ibu malah membebankan setiap orang yang
merayakannya. Bagi pebisnis, sebuah peluang besar, dan ada kepentingan bisnis
disana.
Karena muak
dengan kapitalisasi Hari Ibu tersebut, Anna Jarvis memprotes pemasaran
penjualan bunga dan barang mewah semacamnya, hingga akhirnya Dia ditangkap atas
tuduhan penyebab gangguan publika.
Perayaan Hari
Ibu awalnya semata hanya untuk menghormati seorang ibu oleh seorang anak,
dengan cara yang lebih baik dan sederhana.
Jaman
sekarang, orang lebih suka mengekspresikan perayaan Hari Ibu di media
sosialnya, ketimbang menelfon, atau sekedar menyapa dan bercerita dengan Ibu di
rumah.
Yuk kita
rayakan Hari Ibu dengan cara yang sederhana, menghormati dan menyayangi, serta
membuatnya bangga sebagai Ibu sudah cukup bagi mereka.
Selamat Hari Ibu Internasional...
Salam sada
roha dari Anak Medan.
h o r a s !
EmoticonEmoticon