Foto : Zakir Naik |
Siporsuk
Na Mamora - Saya memang
pro dan mendukung pemerintah yang dipimpin oleh Bapak Presiden Joko Widodo,
mendukung pemerintahan yang resmi dan dipilih secara demokratis, mendukung
pokok-pokok fikiran dan ide-ide cemerlangnya untuk Indonesia yang lebih maju,
damai dan sejahtera. Dan tentu juga akan mengkritik kebijakannya yang saya anggap
tidak memihak kepada rakyat, karena itu juga adalah bentuk dukungan dalam
konsep demokrasi.
Pesoalannya, bagaimana anda bisa
memahami saya kalau anda belum duduk kokoh tentang paham Negara Pancasila ini?
Bagaimana anda paham dengan Negara demokratis kalau anda masih hidup dalam pola
fikir dan pemahaman bangsa lain, yang tidak menganut paham demokrasi yang baik?
Oke, mungkin saya salah, salah karena bahkan kelakuan andapun tidak
merefresentasikan karakter dari bangsa yang anda sebut-sebut dan idolakan itu.
Berarti anda siapa sebenarnya?
Zakir Naik, seolah-olah hari ini
menjadi dewa kebenaran bagi kaum-kaum sumbu pendek negeri ini, mereka merasa
terpuaskan atas ekspektasi mereka tentang agama dan politik. Mereka menutup
mata atas semua kasus Zakir Naik di Negaranya sendiri dan dibeberapa Negara
lain yang didominasi oleh penduduk umat muslim, tentu karena dianggap bisa
merusak tatanan Nasionalnya, bahkan mengganggu ketertiban masyarakatnya, katakanlah
seperti di Malaysia yang saat ini sedang berjalan gugatan atas nama Zakir Naik
agar dilarang masuk ke Negara tersebut, hal ini karena dia dianggap sebagai
perusak ketertiban di berbagai sektor, termasuk juga karena diduga mendukung
ISIS.
Indonesia, adalah Negara yang
sangat toleran, setidaknya itulah citra Indonesia yang tercipta dimata dunia. Kita
memiliki umat Islam yang berfikir terbuka, yang bahkan umat Islam di Negara
lain tidak memahaminya, mereka sering terheran-heran dan geleng-geleng kepala
melihat tingginya tingkat toleransi di Negara kita ini.
Untuk sampai ke tahap ini,
Indonesia memang telah melalui tahapan-tahapan yang berat, dan beruntungnya,
para pendahulu bangsa ini berhasil meletakkan pondasi bangsa yang kuat dan
kokoh. Kita berhasil melalui pergolakan itu, akan tetapi, kalau ada yang masih tersisa,
itu soal lain, karena adanya provokasi dari orang-orang yang tidak memahami
kita, terlebih akibat masih adanya orang-orang kita yang belum selesai dengan
keimannya. Contohnya, ingin berkuasa karena menganggap bahwa kekuasaan hanyalah
hak kaum yang berpola fikir minoritas-mayoritas.
Provokasi seperti apa yang kita
hadapi hari ini, gambaran lebih jelasnya ada di Pilkada DKI Jakarta. Silahkan
memberi kesimpulan sendiri, walaupun saya pribadi sangat optimis bahwa kita
akan berhasil melewatinya dengan benteng utama Pancasila.
Beberapa hari yang lalu, tepat
tanggal 24 Maret 2017, saat berada di Kota Barus dalam rangkaian acara peresmian
Tugu Titik Nol Islam Nusantara, Presiden Joko Widodo berpesan kepada sengenap
masyarakat Indonesia agar agama dipisahkan dari urusan politik, ditegaskan juga
bahwa kita Indonesia, yang beragam suku dan beragam agama, karena itu urusan politik
jangan dicampur aduk dengan agama.
Kemudian, Zakir Naik, menurut saya
secara tidak langsung menyangkal pernyataan Bapak Joko Widodo dengan menyatakan
bahwa agama Islam dan politik adalah bagian yang tidak terpisahkan. Menurutnya,
Islam adalah way of life, termasuk
dalam hal urusan politik.
Pertanyaannya adalah, tau apa Zakir
Naik tentang kita Indonesia? Lalu, apa dasarnya dia ini mengkritik pernyataan
Presiden Joko Widodo kalau tidak paham Indonesia? Tidak paham keberagaman kita?
Saya memang tidak begitu paham soal
agama Islam, akan tetapi, saya yakin, sebuah ajaran pasti juga disertai dengan
latar belakang historis, tempat dan waktu kapan sebuah injil diturunkan kepada
umat yang memeluk agama tersebut pada awalnya. Semua agama pasti begitu,
artinya tidak serta merta menafikkan waktu dan tempat maupun historis dibalik lahirnya
ayat tersebut, kalau tanpa itu, injil akan kosong dan hanya redaksi semata, hal
ini jugalah yang melatari adanya tafsir injil.
Itulah mengapa saya berpendapat
bahwa Zakir Naik tidak pantas mengkritik Bapak Joko Widodo, apalagi dia
mengatakan bahwa banyak pemimpin sekarang tidak mengimplementasikan ajaran Al-Quran
dan sunah, dia memperbandingkan kejadian sekarang di Indonesia dengan apa yang
dilakukan Nabi Muhammad SAW dijamannya. Serius? Kedua jaman ini bisa
dipersamakan?
Kesalahan Zakir Naik dalam
kritiknya tidak lain karena ketidak tahuannya tentang Indonesia, dia mungkin
masih hidup dalam bayang-bayang kehidupan ribuan tahun yang lalu, atau
bayang-bayang Negara lain.
Lantas... Apa hak seorang buronan
di Negaranya dan diboikot di beberapa Negara Islam lainnya untuk mengkritik Presiden
Indonesia? Apa motif dan tujuannya? Mungkin dia ingin Negara kita antah
berantah dan ribut memperebutkan surga dengan kebenarannya sendiri.
Pernyataan Presiden Joko Widodo
tentang pemisahan agama dan politik saya fikir adalah sangat tepat dan memiliki
makna filosofis yang dalam, mengingat bangsa kita yang sangat beragam suku,
budaya dan agama. Kita kaya sekali dengan keberagaman, hal ini akan kacau jika
dicampur aduk dengan agenda demokrasi yang setiap lima tahun sekali kita
laksanakan, sungguh berbahaya sekali untuk kemajuan bangsa jika kita tetap
mencampur aduknya dengan agama. Artinya, setiap lima tahun sekali kita akan
berkonflik dan stagnan dalam perdebatan soal perbedaan pilihan, sehingga agenda
untuk mensejahterakan dan memajukan bangsa akan lupa atau tepatnya terhambat
hanya karena pola fikir yang tidak selesai antara agama dan politik.
Tau apa Zakir Naik soal Indonesia?
Sehingga dia berani menyela perkataan Jokowi untuk memisahkan agama dan politik?
Dia tidak mengenal Indonesia, karena dia sendiri tidak mengenal Negaranya, dia
anti keberagaman suku, budaya dan agama. Diapun tidak sadar kalau keberagaman
ini adalah anugrah dari Tuhan yang harus kita pelihara, dihargai dan diterima
dengah hati dan fikiran terbuka, bukan malah dijadikan sebagai pertentangan.
Kita, Indonesia memahami bahwa anti
keberagaman juga adalah anti kepada Tuhan.
Satu hal yang pasti, bahwa Pak Joko
Widodo adalah orang yang paling paham soal Indonesia, dia tidak mungkin berkata
demikian tanpa pemahaman dan pengenalan mendalam tentang agamanya sendiri,
terlebih karena dia merupakan pemimpin bangsa ini, sebagai simbol Negara.
Jika dikatakan karena takut
kehilangan kedudukan seperti apa yang dikatakan Zakir Naik, mungkin Zakir Naik
perlu berfikir ulang, bahwa sebenarnya dialah yang ketakutan kehilangan tempat
di Negara lain setelah kehilangan tempat di Negaranya sendiri.
EmoticonEmoticon