Monday, July 16, 2018

Semakin Selektif Pilih Caleg dan Menangkan Partai Pendukung Jokowi

Partai Pendukung Jokowi
“Bang, haruskah kita memenangkan PDI-P untuk memenangkan Jokowi di Pilpres 2019, seperti di tahun 2014?”
Begitu kira-kira seorang teman mengajukan pertanyaan serius -dengan mata melotot- kepada saya, yang sejak tahun 2013 adalah pendukung Jokowi.
Kegelisahannya bisa saya tangkap dengan jelas, mungkin hatinya sedang “galau berat” saat ini. Karena saya tau dia sedang dilanda kasmaran, baru-baru ini dia menyatakan cintanya kepada partai baru, namun masalahnya, diam-diam dia masih menaruh cinta pada PDI-P, sebabnya, karena Jokowi masih ada disana.
Ada yang menarik pada Pemilu 2019 mendatang, yaitu dengan system baru yang akan berlaku oleh KPU. Sehingga, situasinya sudah berbeda dengan Pemilu 2014 yang lalu.
Letak perbedaan pertama ada pada waktu pelaksanaannya.
Jika di pemilu 2014 lalu, pemilihan anggota legislative (Pileg) DPRD Kabupaten/Kota, DPRD Provinsi, DPD-RI dan DPR-RI dilaksanakan terlebih dahulu, kemudian setelah itu baru dilaksanakan pemilihan Presiden dan Wakil Presiden.  Sedangkan sekarang, Pileg dan Pilpres dilaksanakan dengan waktu yang sama secara serentak di seluruh Indonesia.
Pertanyaan yang jadi penting adalah, “Penentuan besaran persentase dukungan Capres dan Cawapres 2019 di ambil dari mana?”
Disinilah juga letak perbedaan kedua yang paling kentara. Catat ya…
Kalau di Pilpres 2014, penentuan besaran persentase dukungan Capres dan Cawapres ditentukan dari hasil Pileg 2014 –tahun itu- juga. Itulah salah satu fungsinya kenapa Pileg dilaksanakan terlebih dahulu sebelum Pilpres. Karena persentase perolehan kursi/suara partai di Pileg 2014 dipakai sebagai syarat dukungan untuk Capres dan Cawapres di Pilpres setelah Pileg.
Lalu di Pemilu 2019 mendatang gimana pulak?
Khusus persentase dukungan kursi/suara partai pendukung bagai Capres dan Cawapres yang akan maju di Pemilu 2019 nanti akan diambil dari hasil Pileg 2014 yang lalu. Sedangkan persentasi hasil perolehan kursi/suara partai di Pileg 2019 mendatang –jika tidak ada perubahan undang-undang pemilu- akan dipakai untuk pencalonan Capres dan Cawapres di tahun 2024 mendatang.
Sampai disini, perbedaan pelaksanaan Pemilu 2014 dengan Pemilu 2019 sudah jelas. Artinya, persentasi dukungan partai kepada Jokowi untuk maju jadi Capres di Pilpres 2019 sudah bisa kita hitung sekarang, tentu dengan menambahkan persetase perolehan kursi/suara partai pendukung yang sejauh ini telah menyatakan sikap akan mendukung Jokowi di Pilpres 2019 berdasarkan pada data perolehan suara partai di Pemilu 2014 yang lalu. Partai tersebut adalah PDI-P (18,95%), Golkar (14,75%), PKB (9,04%), NasDEM (6,72%), PPP (6,53%), Hanura (5,26 %) dan PKPI (0%) beserta beberapa partai baru lainnya yang belum memiliki suara di Pemilu 2014, yaitu PSI dan Perindo. Maka total dukungan untuk Jokowi di Pilpres 2019 adalah 62,6%. Itu artinya pencapresan Jokowi sudah aman untuk 2019.
Bagaimana jika mengikuti aturan sebelumnya? Tentu saja tidak akan pernah ada kata aman, karena persentase dukungan suara untuk Pilpres baru akan bisa diketahui saat Pileg sudah selesai, yang dilaksanakan di tahun yang sama. Tidak ada istilah membahas koalisi sebelum hasil pileg keluar, seperti halnya yang terjadi pada pembentukan koalisi Jokowi di Pilpres 2014 sebelumnya. Itu sebabnya, dulu kita mati-matian mengajak orang untuk memenangkan PDI-P beserta para calegnya –sekalipun kita tau dari mereka banyak yang korup–  di Pileg 2014. Semua itu semata-mata tujuannya tentu hanya satu, untuk mengamankan pencapresan Jokowi di 2014 yang saat itu hanya baru memiliki kepastian mutlak dukungan dari PDI-P saja. Sedangkan NasDEM, elektabilitasnya juga ikut terdorong, karena waktu itu secara cuma-cuma mereka mendeklarasikan Jokowi jadi Capres 2014.
Kembali ke pertanyaan utama di awal artikel ini, “Bang, haruskah kita memenangkan PDI-P untuk memenangkan Jokowi di Pilpres 2019, seperti di tahun 2014?”
Jawabannya, tentu saja tidak harus. Lalu bagaimana?
Saat ini, bangsa kita ini sudah memiliki perbaikan yang sangat maju, pelayanan juga semakin mudah dan pembangunan infrastruktur juga sedang bersemangat.
Yang jadi persoalan adalah, semakin maraknya sifat dan tindakan-dindakan intoleransi, radikalis dan terorisme. Ada juga yang secara terang-terangan mau mengganti Pancasila dengan Khilafah. Kemudian, maraknya korupsi para pejabat lembaga tinggi Negara, terkhusus seperti di DPR-RI.
Orang-orang yang memiliki kelakuan diataslah yang ingin kita singkirkan, agar usaha Jokowi bersambut baik, serta Negara juga maju dan rakyatnya sejahtera dan makmur, dan Pancasila serta NKRI pun jaya.
Dengan begitu, yang harus kita lakukan adalah memilih caleg-caleg yang bagus, jujur, pekerja keras dan memiliki semangat nasionalisme yang tinggi. Mereka-mereka ini ada di 9 partai pendukung Jokowi. Bukan ditempat lain. Artinya, pilihan caleg di 2019 semakin beragam.
Pilihlah caleg terbaik yang berasal dari partai-partai pendukung Jokowi di Pemilu 2019, manfaatnya agar pemerintahan Jokowi kedepan bisa berjalan lebih stabil dan lancar. Yang korup jangan di pilih lagi, apalagi yang intoleran, radikal dan diam-diam pendukung khilafah dan teroris.
Jadi intinya, jangan mau terfokus hanya untuk satu partai, hanya karena partainya Jokowi. Tetaplah rasional dan cerdas memilih. Karena pilihan kita nanti, akan menentukan pencapresan di Pilpres 2024 mendatang.
Salam sada roha dari Anak medan.
h o r a s !

Artikel Terkait


EmoticonEmoticon