Foto : Benardo Sinambela di Makam Raja Sisingamangaraja XII Balige |
Komentar
paling nyentrik, katanya tulisanku seperti orang yang tidak berpendidikan,
parahnya itu komentar terdapat di grup GMKI, organisasi tempat dimana selama
ini aku mengasah pemikiran dan membentuk pola fikir. Tapi itu tak apa, tidak
ada sedikitpun rasa sakit hatiku kalaupun seluruh orang didalam membenci dan
melawanku, bahkan seluruh dunia. Aku masuk GMKI di masa saat aku pada posisi
sudah "sadar", aku melakukan segalanya bukan untuk mengambil simpatik
mereka, melainkan sebagai wujud adari rasa syukurku atas kasih Yesus kepadaku.
Berkali-kali
juga, tekanan datang dari seniorku, termasuk satu marga “siraja oloan” yang
notabanenya adalah marga Raja Sisingamangaraja XII, tapi itu hanya kelakuan
seorang hamba, yang lagi menghamba pada dewanya.
Tulisanku
berjudul "DITOLAK DIKAMPUNG SENDIRI" adalah salah satu pemicu
kegalauanku hari ini, tapi aku menghibur diri dengan tetap menulis hari ini
untuk anda baca, sebelum akhirnya saya nanti benar-benar tidak bisa menulis
lagi.
Tulisan
dengan judul di atas saya tuliskan atas kegelisahan "matinya rasa
penghormatan kita terhadap pahlawan kemerdekaan", kasusnya detailnya soal
pergantian nama jalan utama Raja Sisingamangaraja XII di Kota Dolok Sanggul,
Humbanghasundutan, Sumatera Utara.
Semua
orang tau, merawat republik dengan semangat patriotisme seorang pahlawan
kemerdekaan itu penting, dan jalan utama disetiap provinsi haruslah dinamai
dengan nama pahlawan asal daerah berkaitan. Semua juga tau tentang perjuangan
Raja Sisingamangaraja XII untuk membebaskan orang Batak dari penguasaan Belanda,
dan semua juga tau kalau dia seorang pahlawan kemerdekaannya.
Sekarang,
nama jalan disematkan atas nama pahlawan salah satunya adalah untuk menghargai
jasa para pahlawan tersebut yang telah gugur dalam pertempuran, sekaligus untuk
mengingatkan para generasi penerus republik akan patriotismenya memperjuangkan
kemerdekaan, itu pulaklah yang terjadi mengapa jalan tersebut diberi nama Jalan
Sisingamangaraja XII, disamping itu, Raja Sisingamangaraja XII adalah putra
Humbanghasundutan, tepatnya di Bakara, Sumatera Utara.
Saya
bilang si dewa ini orang "orde baru", karena kalau dia orang
"orde lama", dia pasti tau soal "jasmerah" Ir. Sukarno
bukan? Tapi tindakannya sama sekali tidak menggambarkan pemahaman yang
diberikan Ir. Sukarno tentang "jasmerah".
Ada
banyak jalan yang belum punya nama, ada banyak jalan yang akan dibuka, lalu
kenapa tidak itu saja yang di namai? dan apa tujuannya harus menghapus nama
jalan Raja Sisingamaraja XII? dan menggantinya dengan nama jalan Tokke Julius
Nainggolan?
Jika
diperimbangkan, apakah perjuangan mereka berimbang? Seorang tokke berjuang
untuk menumpuk kekayaan, dan seorang pahlawan berjuang untuk memperjuangkan
kemerdekaan republik, apakah itu patut diperimbangkan? Tentu saja tidak, tetapi
kelihatannya, cara mereka ingin menggantikan posisi Raja Sisingamangaraja XII
dihati orang Batak. Karena mungkin dia merasa lebih berjasa, atau mungkin merasa
telah berkuasa atas tanah Batak.
Mungkin
dia tersinggung, tetapi inilah aku, aku yang tidak pernah memiliki catatan
"mundur" dalam berjuang, mungkin hanya kematian yang akan membuatku
bungkam dan mundur.
Kawan,
soal menghargai jasa pahlawan kemerdekaan, itu harus kau lakukan, apapun latar
belakang pahlawan tersebut, karena mereka patut dihargai dan dikenang
kepatriotisannya. Jika kalian pikir ini hanya masalah spele, apalagi saat anda
sudah di atas angin, anda salah besar. Jangankan saya yang marah dan mereka
yang tersinggung, Ompui Raja Sisingamangaraja XII juga akan BANGKIT kembali!
Berkali-kali
saya di telefon, diancam dan di teror lewat udara dan facebook, saya katakan,
supaya niatan itu dihentikan, tetapi saya malah dibentak, dibilang "siapa
kali kau rupanya? beraninya kau mengatur-atur mereka?", itulah intimidasi
yang ku alami, tapi aku anggap dia sebagai abangku kok, aku sampaikan supaya
tawaran ku dikabulkan, tapi yang terjadi malah sebaliknya. Mana mungkin pulak
aku duduk sama mereka sementara aku tau mereka tak bisa menerima pendapat orang
lain?
Tulisanku malah membuat mereka kalang kabut, dan melaporkan nama FB ku Benardo Sinambela ke Poldasu. Itu sangatlah tidak baik, itu mencemarkan nama baikku, tapi biar sajalah dulu mereka menikmati rasa besarnya. Hal ini juga yang membantah seluruh anggapan masyarakat Sumatera Utara bahwa dia itu orang baik, dia benar-benar memiliki hati yang busuk dan mulutnya benar-benar berbisa!
Mungkin
diantara kalian melihatnya sebagai dewa, jika tulisanku mengusik dewa kalian
dan kalian sebagai hambanya, aku mohon maaf, tapi bukan berarti aku salah!
Hukum yang akan menentukan letak kesalahanku.
Teman's...
Inilah masa dimana saya benar-benar sedang menjadi sorotan publik, aku yang
"Siporsuk Na Mamora" ini hanya ingin mengatakan "Ayo kita hargai
jasa pahlawan kita, jika tidak bisa lebih, minimal kita abadikan sebagai nama
jalan dan sarana publik untuk mengigatkan generasi penerus republik akan
kepratriotisannya dan mari sama-sama kita rawat".
Lihatlah
masalah utamanya, dan berfikirlah bahwa "kita sedang diambang kemiskinan
rasa Nasionalisme" dan "kemiskinan rasa penghormatan terhadap jasa para
pahlawan, atau mungkin rasa itu telah mati bersama dengan jasad mereka
ditanamkan".
Saya
tau ini akan mengalami proses panjang, tapi saya harus patuh hukum dan akan
siap hadir ketika dipanggil pihak kepolisian.
Salam
dari ku, manatau mungkin besok tak lagi bisa bercengkrama dengan kawan-kawan
lewat tulisanku ini lagi.
EmoticonEmoticon