Thursday, December 1, 2016

Metamorfosis Pendekar Sakti Mandraguna 212

Foto Ilustrasi Pendekar Mandrasakti 212 Wiro Sableng
Siporsuk Na Mamora – Nak, nanti sekolah minggu yang benar ya... Jangan bolos ke Gereja karena nonton di lapo, begitu pesan Inong (Ibu) dulu pada saya di hari minggu pagi sembari memberi beberapa koin uang untuk kolekte dan jajan.

Kenapa Inong saya begitu takut kalau-kalau saya tidak sampai ke Gereja? HaHaHa, karena waktu itu ada filem kesukaanku, Wiro Sableng (Pendekar Kapak Sakti Mandraguna 212) yang kalau tidak salah ingat disiarkan minggu pagi pukul 09.00 atau 10.00 WIB.

Hidup sebagai pengelana, sakti mandraguna, sederhana, selalu membela orang lemah dan yang paling ku ingat, dia pake pakaian baju putih yang dikepalanya ada ikatan (tidak tau namanya) bentuk segitiga, jika sudah terluka dan mengalami kekalahan, dia akan mengeluarkan Kapak Sakti Mandraguna 212 miliknya yang tersimpan di dadanya.

Tokoh fiksi ini benar-benar menjadi idola di masa kanak-kanak, teringat kalau main berantam-berantam sama kawan-kawan SD, ada-ada saja yang memakai jurus-jurus Wiro Sableng yang diajarkan si Sinto Gendeng gurunya yang hobby minum arak.

Tapi kelihatannya bukan saya saja yang masih mengingat si gendeng dengan nomor sakti 121 itu, aku yang sudah jadi dewasa dan “mereka” yang mungkin dulu dimasa-masa filem itu masih remaja atau katakanlah muda ternyata masih mengingatnya hingga kini, bahkan dengar-dengar hari ini (1/12) akan melaksanakan seremonial di Jakarta, tak tanggung-tanggung peserta hadir dari penjuru republik ini, bersepakat memakai dress cod “jubah putih”. Terkait kehadiran dari daerah dan ada yang sampai berjalan kaki mungkin mereka adalah idola fanatik tokoh fiksi itu yang berkelana jalan kaki kemana-mana dengan sendal kayu dan ada pengikatnya panjang hingga ke betis (apakah mereka yang berjalan kaki juga memakai sendal itu ya?).

Hei... Ada yang penting, ingat dulu Wiro Sableng? Dia adalah pembela yang lemah, masyarakat yang tertindas dan terpinggirkan karena korban pemerasan dari oknum yang berkarakter jahat, karakternya itu bisa saja terbentuk karena  berasal dari anak orang miskin, yang ibu dan bapaknya mati dibunuh penjahat semasa dia kecil.

Itu kan Wiro Sableng yang dulu, sekarang ada loh, tapi lawannya bukan penjahat, lawannya orang baik yang tidak korup, tidak kompromi sama penjahat anggaran dan menjalankan pemerintahan DKI dengan transparan, hanya satu kurangnya, dia agak-agak ada Gendengnya, bicara blak-blakan, tak jaim untuk popularitas.

Bedanya lagi, dulu Wiro Sableng berkelana sendiri saja sejak dia berumur 17 tahun, lawannya yang banyak dimana-mana, kemanapun dia berjalan pasti ada-ada saja orang jahat yang memeras dan memperbudak warga. Yang sekarang banyak bro... Lawannya sendiri, bukan pendekar dan bukan berasal dari keluarga berkuasa, dia hanya orang biasa.

Terakhir perbedaannya, kalau dulu membela manusia, sekarang berubah jadi pembela Tuhan. Kalau dulu menjadi pahlawan bagi rakyat kecil/marjinal, sekarang ingin menjadi pahlawan bagi Tuhan (bukankah Tuhan pelindung kita ya? *bingung). Jangan-jangan setelah menghilang beberapa tahun ternyata dia sedang berguru untuk meningkatkan kesaktiannya.

Kalau Wiro Sableng-nya banyak, tentu Sinto Gendengnya juga banyak dong? Mana mungkin si Sinto Gendeng sendiri yang melatihnya, kalaupun sendiri, pasti lebih gendeng lagi dari Sinto Gendeng yang dulu.

Artikel Terkait


EmoticonEmoticon