Salam Komando Prabowo dan Habib Rizieq |
Siporsuk
Na Mamora - Sudah satu
bulan lebih perhelatan Pilkada DKI Jakarta putaran kedua berlalu, yang
dimenangkan secarah sah oleh pasangan kandidat jagoan Prabowo, Keluarga
Cendana, Jusuf Kalla dan Habib Rizieq, yaitu Anies R. Baswedan dan Sandiaga S.
Uno.
Kita semua telah dapat menyaksikan
secara gamblang, siapa-siapa saja para pemain-pemain politik dan pemain-pemain
penjual gerakan agama yang tergabung dalam kubu Anies-Sandi. Dugaan atau
analisis banyak teman-teman penulis, termasuk saya telah banyak yang
terkonfirmasi melalui pemberitaan-pemberitaan media pasca Pilkada DKI Jakarta
selesai.
Katakanlah seperti Prabowo yang
secara terbuka di depan umum mengumbar puja dan puji setinggi langit kepada
Habib Rizieq yang dinilai sebagai sosok ulama pemberani dan berperan sangat
penting dalam menyumbang kemenangan terhadap pasangan Anies dan Sandi di mesjid
Istiqlal Jakarta sesaat setelah beberapa lembaga survey hitung cepat Quick
Count melaporkan siapa pemenang dan sesaat setelah Ahok-Djarot dengan jiwa
kesatria mengakui kekalahannya dalam konfrensi pers di Hotel Pullman, Jakarta
Pusat.
Bayangkan tanpa ada rasa malu dan
ragu, ternyata sekelas Prabowo mengakui menjadi pemberani dan tak gentar jika
orang-orang seperti Habib Rizieq beserta kelompoknya FPI berada di belakangnya.
Kenyataan ini jelas sekali tidak menggambarkan wajah Prabowo yang selama ini
dicitrakan para pendukungnya sebagai sosok yang tegas dan pemberani, atau
mereka sebut Macan Asia. Ditambah lagi, orang yang dipuji junjungannya tersebut
ternyata juga bukan seorang pemberani, karena mendatangi kantor polisi saja
ketakutan.
Disisi lain, Ketua Umum DPP Partai
Amanat Nasional, Julkifli Hasan turut membebarkan keterlibatan seorang Jusuf
Kalla dalam memenangkan pasangan Anies-Sandi. Orang nomor 2 RI yang sebelumnya
kita harapkan bersikap netral justru berpihak dan mendapat peran yang sangat
penting dalam pencalonan sampai pemenangan pasangan Anies-Sandi. Tentu
kenyataan yang seperti ini membuat banyak masyarakay yang merasa kecewa.
Bagaimana mungkin orang yang selalu diperintahkan atasannya presiden Joko
Widodo agar bersikap netral lalu membangkang begitu saja?
Dari sikap keberpihakan JK
tersebut, banyak orang yang kemudia berasumsi bahwa JK selama ini tidak loyal
kepada Joko Widido beserta kebijakan-kebijakannya. Ada yang berkesimpulan bahwa
Joko Widodo dan JK telah pecah kongsi. Hal ini tentu saja tidak baik untuk
pencapaian visi pembangunan pemerintahan era Presiden Joko Widodo.
Setelah itu, keluarga Cendana atau
keluarga penguasa Orde Baru turut juga berperan penting untuk memengkan
Anies-Sandi melalui gerakan-gerakan massa yang ditenggarai didanai oleh Tommy
Soeharto dan berujung pada kasus makar.
Semua asumsi diatas kini tidak lagi
sebagai misteri, melainkan sudah menjadi kebenaran dan terkonfirmasi melalui
pemberitaan-pemberitaan di media massa.
Jika misteri diatas sudah terungkap
hari ini ke publik, maka dengan sendirinya juga memunculkan misteri baru yang
lebih menarik untuk kita bahas, yaitu tentang maksud dibalik prlarian seorang
Habib Rizieq keluar negeri serta hubungannya dengan Pilpres Tahun 2019.
Anda mungkin sependapat dengan saya
jika saya katakan bahwa pertarungan Pilkada DKI Jakarta Tahun 2017 merupakan
simulasi pertarungan Pilpres Tahun 2019. Artinya, saya melihat bahwa gambaran
pertarungan Pilpres Tahun 2019 tidak akan jauh-jauh dari permainan isu-isu
agama, PKI dan SARA seperti di Pilkada DKI Jakarta yang lalu.
Semua orang di negeri ini tau bahwa
Joko Widodo hanya bisa dikalahkan dengan isu-isu diatas, karena dalam segi
pencapaian kinerja semasa menjabat Presiden sejak tahun 2014 sampai hari ini
sudah terbilang sukses, dan yang paling penting masyarakat puas. Jauh melampaui
kinerja SBY selama 10 tahun.
Disinilah letak peran pentingnya
lagi seorang Habib Rizieq, yaitu dalam rangka menimbun isu negatif untuk
dijadikan amunisi menyerang Joko Widido pada Pilpres tahun 2019 mendatang.
Habib Rizieq melaluin pengakuan pengacaranya
mungkin tidak akan kembali ke tanah air sampai Joko Widodo tak lagi menjadi
Presiden RI, itu berarti pelariannya di luar negeri akan memakan waktu yang
lama, kalau tidak 2 tahun, bisa jadi 7 tahun kalau Joko Widodo berkuasa lagi.
Mungkin uangnya sudah cukup banyak untuk dihabiskan di luar negeri dari hasil
demo kemarin, ditambah lagi bahwa beliau bisa belajar banyak secara gratis dari
Prabowo dalam hal pelarian ke luar negeri untuk waktu yang lama.
Tetapi, saya punya analisis berbeda
dari alinea diatas. Menurut saya, kemungkinan diatas hanyalah untuk mengalihlan
perhatian kita dari maksud yang sebenarnya. Mereka punya cara yang licik, jadi
kita harus paham betul permainan mereka.
Oke, kita tau betul bahwa
orang-orang seperti JK, Prabowo, Tommy Soeharto, Habib Rizieq dan banyak lagi
yang lainnya merasa tidak nyaman dan sangat terusik dengan keberadaan pak Joko
Widodo, sama seperti mereka yang terusik karena keberadaan Ahok di Jakarta.
Jadi, keduanya harus disingkirkan, apapun caranya pasti akan mereka lakukan.
Jika hari ini Ahok disingkirkan ke penjara dengan isu penodaan agama, maka Joko
Widodo akan disingkirkan dengan perpaduan antara kekuatan politik dan
fitnah-fitnah keji.
Fitnah soal PKI sudah usang dan
tidak akan berlaku lagi, sementara kegagalan dalam pemerintahan nyaris tidak
ada ditemukan. Lalu apa isu yang akan menjadi andalan mereka kedepan? Menurt
hemat saya, isunya tidak jauh-jauh dari agama, akan tetapi perlu dimodifikasi
dengan bungkus dan tampilan yang baru.
Disinilah letak pentingnya peran
seorang Habib Rizieq, yang memiliki banyak pengikut fanatik yang miskin akal
dan miskin moral itu.
Habib Rizieq akan bersembunyi untuk
beberapa saat ini, sampai waktunya tiba, yaitu saat pelaksanaan Pilpres 2019
sudah di depan mata. Mungkin kita nanti sudah mulai melupakannya, namun disitu
pulalah keuntungannya yang muncul secara tiba-tiba dengan sedikit sntuhan
dramatisir. Pada saat itu, polisi akan bertindan dan menangkap beliau, lalu
membawanya kepengadilan untuk diadili atas beberapa kasus yang sekarang telah
sampai di meja kepolisian.
Dengan terstruktur, mereka dan
beberapa tokoh-tokoh yang haus kekuasaan dan yang tidak menginginkan Joko
Widodo berkuasa lagi akan mendisain penangkapan ini sebagai upaya kriminalisasi
ulama, dan tuduhannya akan diarahkan kepada Joko Widodo sebagai Presiden yang
berkuasa.
Merekapun akan menurunkan massa
lagi ke jalan-jalan seperti yang menimpa Ahok. Dengan dana dan rencana yang
lebih matang, tentu aksi ini akan jauh lebih bringas dan jumlahnya lebih besar
lagi.
Teriakan mereka juga akan lantang!
JANGAN PILIH PRESIDEN YANG
MENGKRIMINALISASI ULAMA ISLAM!
Maka dengan begitu, akan banyak
orang yang terpengaruh, terlebih yang pemahaman dan pendidikan spritualnya
rendah, dan terlebih lagi mereka yang fanatik.
Terakhir, mereka akan berteriak
lebih lantang lagi!
PILIHLAH YANG MEMUJA MUJI ULAMA
HABIB RIZIEQ!
Pilihan merekapun akan jatuh kepada
Prabowo Subianto.
Gimana? Cocok kalian rasa?
Salam sada roha dari Anak Medan.
HORAS!
EmoticonEmoticon