Hasil pencarian dengan kata kunci "FPI minta senjata" di Google.com |
Dulu disaat aksi menuntut agar Ahok
dipenjara, terpampang spanduk besar-besar bertuliskan “gantung Ahok disini” dan
kita tak lupa juga dengan nyayian anak kecil yang sedang pawai dengan lirik
“bunuh Ahok” berulang kali bak seperti yel-yel sporter sepak bola yang sengaja
diajarkan oleh orang dewasa. Sebagai seorang guru, saya terenyuh dan
tersayat-sayat rasanya hati ini mendengar anak-anak sekecil mereka sudah
diajari dengan doktrin pembunuh terhadap sesamanya. Dalam hati kecilku yang
paling dalam merintih, “mau jadi apa negeri kita jika kelak diwarisi oleh
mental yang sudah dirusak begini?”
Namun apa daya kawan? Mereka hanya
korban dari kebiadapan orang dewasa yang dipenuhi rasa kebencian yang sudah
akut semacam ormas Front Pembela Islam (FPI). Mendengar kata FPI, kawanku
marah! “Jangan kau rusak nama Islam, FPI itu bukan mewakili Islam” bentaknya
persis didekat telingaku.
Kawan-kawan, kupandu kalian mencari
kata kunci “FPI minta senjata” di website pencarian Google, lalu coba kalian
hitung berapa kali FPI minta dipersenjatai dan menyerukan perang setiap kali
mereka melakukan aksi? Apapun aksinya, pasti seruan berperang dan meminta
senjata terdengar dalam orasi mereka yang kemudian dirilis di media-media
pemberitaan nasional. Kadang aku berpikir mereka ini manusia tapi tidak ada
otaknya. Sungguh malangnya rahim para ibu yang mengandungnya.
Kegilaan-kegilaan sekaligus
ketololan mereka belakangan selalu menjadi tontonan publik. Selain itu, aksi
bagi mereka adalah pekerjaan tetap.
Mereka teriak minta dipersenjatai,
dilatih dan menyatakan siap berperang berhadapan dengan Israel dan AS. Tujuan
mereka sebenarnya ingin menunjukkan ke publik bahwa mereka paling berjasa dan
berjuang membantu kemerdekaan Palestina melebihi Jokowi, melemparkan kecaman
dan menyalahkan Pemerintahan Jokowi yang mereka nilai diam saja dan tidak
berbuat apa-apa untuk kemerdekaan Palestina, ujung-ujung mereka minta tolong
dilatih Prabowo dan teriak 2019 ganti presiden. Tindakan ini bisa dikatakan
tindakan tak tau diri dan tak mau tau. Keberadaan mereka yang selalu demo
tentang Palestina yang selalu disertai teriakan pereng malah memperburuk citra
bangsa ini sekaligus berdampak menghambat dan mempersulit kerja-kerja
pemerintah dalam upaya mengajak Negara lain turut serta bersama Indonesia
memperjuangkan kemerdekaan Palestina.
Sekiranya mereka mau membaca, saya
berharap mereka memahami ilmu yang ingin kubagi ini, terlebih untuk mereka yang
pegang toa dan teriak, “siap bertempur?” di monas pada hari Jum’at (11/5/2018)
kemarin. Gaya-gaya bar-bar seperti ini lebih mirip dengan cara-cara yang
dilakukan para teroris yang tidak memiliki rasa kemanusiaan. Kalian mau
membantu kemerdekakan Negara lain atau mau menjadi teroris?
Indonesia dalam konstitusi UUD 45
mendukung hak kemerdekaan bagi semua bangsa, tetapi juga turut serta mewujudkan
perdamaian dunia. Itulah dasar politik luar negeri kita. Jika mengaku warga
Negara Indonesia (WNI) harusnya mengerti serta paham betul dengan nilai-nilai
dasar NKRI yang fundamental seperti ini. Jika tidak mengerti, maka kita patut
meragukan kewarganegaraannya.
Teriak-teriak siap berperang demi
Palestina dan warga Rohingya, akan tetapi senang dan tertawa saat Negara
berjibaku melawan aksi teroris, dan mereka sama sekali tidak menunjukkan sikap
empati dan simpati terhadap para korban yang gugur demi menjaga NKRI. Justru
sebaliknya mereka malah banyak menyebut bahwa tragedi yang terjadi di Rutan
Mako Brimob adalah sebagai drama pengalihan isu dan menjadikan kejadian
tersebut sebagai alat untuk menyerang pemerintah. Lagi-lagi otak mereka tidak
dipakai sama sekali, hanya iblislah yang sanggup tertawa melihat penderitaan
para korban yang gugur oleh kebrutalan aksi terorisme.
Perlu kita ketahui, Jokowi sejak
awal sangat getol dalam mendorong kemerdekaan Palestina, disetiap momen
pertemuan antar Negara, beliau selalu berpesan agar semua Negara mendukung
kemerdekaan Palestina sebagai jalan damai di kawasan timur-tengah. Terakhir
kali Jokowi berbicara tentang kemerdekaan Palestina baru hari kemarin, saat
melakukan pertemuan trilateral para ulama dari tiga Negara. Itu artinya,
sebenarnya aksi-aksi semacam ini tidak diperlukan lagi. Bukankah aksi seperti itu perlu jika
pemerintah Negara kita tidak setuju dengan kemerdekaan Palestina? Lalu apa
sebenarnya motivnya? Mereka ingin menciptakan kesan bahwa Jokowi tidak
mendukung umat Islam Palestina, pada akhirnya akan dikatakan anti-Islam.
Pertanyaan terakhir, “siapa yang
membentuk naluri pembunuhnya FPI?”
Seharusnya, jika mereka adalah
orang-orang yang menjalankan perintah agama dengan benar, maka hatinya akan
selalu diselimuti kesejukan dan kedamaian. Sebaliknya, hanya setanlah yang
bersemayam dihati orang-orang yang selalu haus akan darah, pembunuhan dan
perang. Sebab tidak ada agama manapun yang membenarkan membunuh sesama manusia
atas nama apapun.
Semoga Jokowi bisa dua periode, agar
si setan FPI yang meresahkan masyarakat bisa disingkirkan dari bumi ibu pertiwi
seperti halnya HTI.
Salam sada roha dari Anak Medan.
h o r a s !
EmoticonEmoticon