Friday, May 11, 2018

Naluri Pembunuh FPI Menyengat Disetiap Aksi, Yang Kalian Sembah Siapa Sih?

Tags

Hasil pencarian dengan kata kunci "FPI minta senjata" di Google.com
Dulu disaat aksi menuntut agar Ahok dipenjara, terpampang spanduk besar-besar bertuliskan “gantung Ahok disini” dan kita tak lupa juga dengan nyayian anak kecil yang sedang pawai dengan lirik “bunuh Ahok” berulang kali bak seperti yel-yel sporter sepak bola yang sengaja diajarkan oleh orang dewasa. Sebagai seorang guru, saya terenyuh dan tersayat-sayat rasanya hati ini mendengar anak-anak sekecil mereka sudah diajari dengan doktrin pembunuh terhadap sesamanya. Dalam hati kecilku yang paling dalam merintih, “mau jadi apa negeri kita jika kelak diwarisi oleh mental yang sudah dirusak begini?”
Namun apa daya kawan? Mereka hanya korban dari kebiadapan orang dewasa yang dipenuhi rasa kebencian yang sudah akut semacam ormas Front Pembela Islam (FPI). Mendengar kata FPI, kawanku marah! “Jangan kau rusak nama Islam, FPI itu bukan mewakili Islam” bentaknya persis didekat telingaku.
Kawan-kawan, kupandu kalian mencari kata kunci “FPI minta senjata” di website pencarian Google, lalu coba kalian hitung berapa kali FPI minta dipersenjatai dan menyerukan perang setiap kali mereka melakukan aksi? Apapun aksinya, pasti seruan berperang dan meminta senjata terdengar dalam orasi mereka yang kemudian dirilis di media-media pemberitaan nasional. Kadang aku berpikir mereka ini manusia tapi tidak ada otaknya. Sungguh malangnya rahim para ibu yang mengandungnya.
Kegilaan-kegilaan sekaligus ketololan mereka belakangan selalu menjadi tontonan publik. Selain itu, aksi bagi mereka adalah pekerjaan tetap.
Mereka teriak minta dipersenjatai, dilatih dan menyatakan siap berperang berhadapan dengan Israel dan AS. Tujuan mereka sebenarnya ingin menunjukkan ke publik bahwa mereka paling berjasa dan berjuang membantu kemerdekaan Palestina melebihi Jokowi, melemparkan kecaman dan menyalahkan Pemerintahan Jokowi yang mereka nilai diam saja dan tidak berbuat apa-apa untuk kemerdekaan Palestina, ujung-ujung mereka minta tolong dilatih Prabowo dan teriak 2019 ganti presiden. Tindakan ini bisa dikatakan tindakan tak tau diri dan tak mau tau. Keberadaan mereka yang selalu demo tentang Palestina yang selalu disertai teriakan pereng malah memperburuk citra bangsa ini sekaligus berdampak menghambat dan mempersulit kerja-kerja pemerintah dalam upaya mengajak Negara lain turut serta bersama Indonesia memperjuangkan kemerdekaan Palestina.
Sekiranya mereka mau membaca, saya berharap mereka memahami ilmu yang ingin kubagi ini, terlebih untuk mereka yang pegang toa dan teriak, “siap bertempur?” di monas pada hari Jum’at (11/5/2018) kemarin. Gaya-gaya bar-bar seperti ini lebih mirip dengan cara-cara yang dilakukan para teroris yang tidak memiliki rasa kemanusiaan. Kalian mau membantu kemerdekakan Negara lain atau mau menjadi teroris?
Indonesia dalam konstitusi UUD 45 mendukung hak kemerdekaan bagi semua bangsa, tetapi juga turut serta mewujudkan perdamaian dunia. Itulah dasar politik luar negeri kita. Jika mengaku warga Negara Indonesia (WNI) harusnya mengerti serta paham betul dengan nilai-nilai dasar NKRI yang fundamental seperti ini. Jika tidak mengerti, maka kita patut meragukan kewarganegaraannya.
Teriak-teriak siap berperang demi Palestina dan warga Rohingya, akan tetapi senang dan tertawa saat Negara berjibaku melawan aksi teroris, dan mereka sama sekali tidak menunjukkan sikap empati dan simpati terhadap para korban yang gugur demi menjaga NKRI. Justru sebaliknya mereka malah banyak menyebut bahwa tragedi yang terjadi di Rutan Mako Brimob adalah sebagai drama pengalihan isu dan menjadikan kejadian tersebut sebagai alat untuk menyerang pemerintah. Lagi-lagi otak mereka tidak dipakai sama sekali, hanya iblislah yang sanggup tertawa melihat penderitaan para korban yang gugur oleh kebrutalan aksi terorisme.
Perlu kita ketahui, Jokowi sejak awal sangat getol dalam mendorong kemerdekaan Palestina, disetiap momen pertemuan antar Negara, beliau selalu berpesan agar semua Negara mendukung kemerdekaan Palestina sebagai jalan damai di kawasan timur-tengah. Terakhir kali Jokowi berbicara tentang kemerdekaan Palestina baru hari kemarin, saat melakukan pertemuan trilateral para ulama dari tiga Negara. Itu artinya, sebenarnya aksi-aksi semacam ini tidak diperlukan lagi.  Bukankah aksi seperti itu perlu jika pemerintah Negara kita tidak setuju dengan kemerdekaan Palestina? Lalu apa sebenarnya motivnya? Mereka ingin menciptakan kesan bahwa Jokowi tidak mendukung umat Islam Palestina, pada akhirnya akan dikatakan anti-Islam.
Pertanyaan terakhir, “siapa yang membentuk naluri pembunuhnya FPI?”
Seharusnya, jika mereka adalah orang-orang yang menjalankan perintah agama dengan benar, maka hatinya akan selalu diselimuti kesejukan dan kedamaian. Sebaliknya, hanya setanlah yang bersemayam dihati orang-orang yang selalu haus akan darah, pembunuhan dan perang. Sebab tidak ada agama manapun yang membenarkan membunuh sesama manusia atas nama apapun.
Semoga Jokowi bisa dua periode, agar si setan FPI yang meresahkan masyarakat bisa disingkirkan dari bumi ibu pertiwi seperti halnya HTI.
Salam sada roha dari Anak Medan.
h o r a s !

Artikel Terkait


EmoticonEmoticon